this is the summary of my thesis....
i studied on the third generation of human rights under economic globalization,by taking a case of RSPO as global multistakeholders dealing with global palm oil, and a case of palm oil corporation in Indonesia.thanks to many people who I did indebted to..
Summary
Sustainable development has become mainstream in development studies and requires that social and environmental issues (the so-called third generation of human rights) be central to the wider development process. International conventions and agreements on how the sustainable development is to be achieved influenced the principles of the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). This is an international multi-stakeholder organisation set up to regulate the growing palm oil industry. The protection of third generation rights under formal RSPO documents is quite advanced, but there remains a wide gap between the principles of RSPO and realities on the ground. This study considers an example of one major RSPO stakeholder – the Wilmar Group of companies – in relation to indigenous and environmental rights in West Kalimantan, Indonesia. It considers the multi-stakeholder relations around one legal case, through the lens of an analysis of power relations among the parties involved in a legal case brought to RSPO. By taking a case from a RSPO member in West Kalimantan, and examining it in detail, the study is able to reflect on the limits of accountability in the present multi-stakeholder arrangements of RSPO, arrangements which tend to benefit business rather than indigenous people’s human and environmental rights. Power relations are thus reflected in the issues and proceedings of the legal case brought by a number of NGOs against the Wilmar Group through RSPO. So, whilst RSPO incorporates some important principles of third generation human rights, particularly in recognizing the collective rights of local communities and including environmental rights in its Principles and Criteria, what is lacking is an appropriate mechanism for enforcing these principles and ensuring that powerful stakeholders adhere to them. The principles and criteria of the RSPO need to be connected to effective mechanisms for their implementation. And RSPO membership needs to be extended to involve broader stakeholders, including local communities and trade unions. All this is needed in order to more effectively implement the principles and criteria of RSPO on the ground.
Free Counter
Monday, November 17, 2008
Thursday, November 13, 2008
Monday, November 10, 2008
Thursday, November 06, 2008
apakah 'gerakan' itu?
Sebagai terminology sosial,
Gerakan adalah seluruh gerakan,
Gerakan adalah seluruh gerakan, dan
Gerakan adalah seluruh gerakan.
saurlin.
Free Counter
Gerakan adalah seluruh gerakan,
Gerakan adalah seluruh gerakan, dan
Gerakan adalah seluruh gerakan.
saurlin.
Free Counter
Thursday, October 30, 2008
belum terlambat
belumlah terlambat untuk mengerti
dan belum terlambat untuk menumbuhkan cintaku
di pangkuan hati titian hidupku
tak pernah ku tahu ada sesuatu
di dalam jiwamu membahagiakan dirimu
betapa ku sungguh tak menyadarinya
apakah cinta yang membahagiakanmu
sesuatu yang ingin ku miliki
belumlah terlambat untuk mengerti
dan belum terlambat untuk menumbuhkan cintaku
selama hidup sepanjang usiaku
tak sekalipun pernah ku menyentuh wujudnya
membayangkan itu aku pun mencoba
mengerti sedikit tentang perasaan itu
pernah terkaburkan oleh pilu kepedihan
mungkin aku salah dalam mengartikan itu semua
apakah cinta yang membahagiakanmu
sesuatu yang ingin ku miliki
Free Counter
dan belum terlambat untuk menumbuhkan cintaku
di pangkuan hati titian hidupku
tak pernah ku tahu ada sesuatu
di dalam jiwamu membahagiakan dirimu
betapa ku sungguh tak menyadarinya
apakah cinta yang membahagiakanmu
sesuatu yang ingin ku miliki
belumlah terlambat untuk mengerti
dan belum terlambat untuk menumbuhkan cintaku
selama hidup sepanjang usiaku
tak sekalipun pernah ku menyentuh wujudnya
membayangkan itu aku pun mencoba
mengerti sedikit tentang perasaan itu
pernah terkaburkan oleh pilu kepedihan
mungkin aku salah dalam mengartikan itu semua
apakah cinta yang membahagiakanmu
sesuatu yang ingin ku miliki
Free Counter
Sunday, October 26, 2008
konferensi 2 hari itu
tgl 25 26 oktober konferensi mahasiswa indo di luar negeri diselenggarakan di den haag. ini sangat krusial sekali secara pribadi, karena detlen riset paper/tesis di kampus yg sudah expired, sementara semua energi harus dikerahkan ke konferensi..
disamping kamar saya harus dipenuhi peserta konfernsi juga...hah..( pilihan yang
segalanya harus sudah diperhitungken..ya iyalah)
aku tidak akan cerita tentang konferensi..dan tentang tesisku...tetapi tentang keduanya...dlm tiga hari ini saya tidak tidur (memang ngga bisa tidur, dengan segala tetek bengek yang harus dikerjakan, sebagai tuan rumah)...
ini dia, ternyata selama tiga hari terakhir, diwaktu yang sangat sulit, saya justru menyelesaikan draft tesis saya, diakhir konferensi bersamaan...unbelievable....
malam hingga pagi ngetik, pagi hingga sore memanage konferensi...
selamat ya terhadap diriku sendiri.
Free Counter
disamping kamar saya harus dipenuhi peserta konfernsi juga...hah..( pilihan yang
segalanya harus sudah diperhitungken..ya iyalah)
aku tidak akan cerita tentang konferensi..dan tentang tesisku...tetapi tentang keduanya...dlm tiga hari ini saya tidak tidur (memang ngga bisa tidur, dengan segala tetek bengek yang harus dikerjakan, sebagai tuan rumah)...
ini dia, ternyata selama tiga hari terakhir, diwaktu yang sangat sulit, saya justru menyelesaikan draft tesis saya, diakhir konferensi bersamaan...unbelievable....
malam hingga pagi ngetik, pagi hingga sore memanage konferensi...
selamat ya terhadap diriku sendiri.
Free Counter
Monday, October 06, 2008
esa, che guevarra indonesia
bagiku esa tidak beda dengan che guevarra,
kalau che menghabiskan waktu untuk bergerillya
mengangkat senjata dari satu wilayah ke wilayah lainnya di daratan latin..
maka esa menghabiskan waktunya bergerilya
dengan dari satu kawasan kekawasan lainnya di negara kepulauan indonesia,
dengan senjata utama pena.
ketajamannya menulis tentang kebobrokan elit birokrat dan militer
membuatnya dicekal diberbagai tempat, dan juga diajukan kepengadilan.
beberapa saat menjadi tahanan militer era suharto,
dan aktif membela rakyat kedung ombo.
setelah menghabiskan waktu puluhan tahun di indonesia timur,
serta memuntahkan peluru tulisannya yang keras,
saat ini, penanya sedang mengganas di belahan paling barat indonesia
semoga dia sehat-sehat saja
dan terus bergerilya.
utk seseorang yg luarbiasa.
3.49 am
oct'06'08
s.
Free Counter
kalau che menghabiskan waktu untuk bergerillya
mengangkat senjata dari satu wilayah ke wilayah lainnya di daratan latin..
maka esa menghabiskan waktunya bergerilya
dengan dari satu kawasan kekawasan lainnya di negara kepulauan indonesia,
dengan senjata utama pena.
ketajamannya menulis tentang kebobrokan elit birokrat dan militer
membuatnya dicekal diberbagai tempat, dan juga diajukan kepengadilan.
beberapa saat menjadi tahanan militer era suharto,
dan aktif membela rakyat kedung ombo.
setelah menghabiskan waktu puluhan tahun di indonesia timur,
serta memuntahkan peluru tulisannya yang keras,
saat ini, penanya sedang mengganas di belahan paling barat indonesia
semoga dia sehat-sehat saja
dan terus bergerilya.
utk seseorang yg luarbiasa.
3.49 am
oct'06'08
s.
Free Counter
Thursday, September 25, 2008
pulang
Pulang.
thinkin that i need to unmasking this word.a word tht somtime is used for two contrary things.
i called a friend, i am gonna pulang to indonesia, may be at the end of decemeber..then the answer comes..oh yaa? then when are you going to pulang ke NL..
this is the thing.weird.
the word 'pulang' also is promising, promising a kinda feeling so called 'kangen'.
promising a feelin of comfort. deep down in the unconscious-mind, when somone is pulang.dunno what, kinda medicine for so called homesick
if u re exhaustive, usually the word 'pulang' comes.
when tired, hate everithin, then..this word comes.
i wanna pulang, now i have to pulang. i miss this and that..
looks like the word 'pulang' is closer with location and time.certain time in a place where we live, so then the place is appropriate to say as a place to pulang.
what is actually the satisfaction given by the ideology of the pulang it self to its followers? is it rights that aftar pulang, there will be a kinda change?
what do you want to do at pulang place? where do you want to pulang?
which one do you expect to meet at such place?
if somebody pulangs, let say after 5 years to a certain place so by then, what/who have you met there? building? people? homy feeling?
friend? ( no, they had gone, usually). they are all changed..so to whom you been homesick?
Pulang, is it merely a phiscological fenomena??????
or somethin objectvelly can be proven?
hmmm....seems i am more convinced by the first one.
this is only a mentality fenomena.
an effort of resistance to the different challanges
and symptom of readiness
by trying to escape from reality.
pulang is not real, is nothing
you will not pulang anywhere.
and you can not pulang
there is no way for pulang
instead of:
continuing to walk to the new journey
facing them all..and lets punch them all!!!
all places, all cities, all countries,all villages, as long they are in the world are place to pulang. you are not and can not be an alien or a stranger, your are settler where ever u are.
saurlin
(pulang..is bahasa means more less: go home.)
(kangen is bloody missing somethin)
Free Counter
thinkin that i need to unmasking this word.a word tht somtime is used for two contrary things.
i called a friend, i am gonna pulang to indonesia, may be at the end of decemeber..then the answer comes..oh yaa? then when are you going to pulang ke NL..
this is the thing.weird.
the word 'pulang' also is promising, promising a kinda feeling so called 'kangen'.
promising a feelin of comfort. deep down in the unconscious-mind, when somone is pulang.dunno what, kinda medicine for so called homesick
if u re exhaustive, usually the word 'pulang' comes.
when tired, hate everithin, then..this word comes.
i wanna pulang, now i have to pulang. i miss this and that..
looks like the word 'pulang' is closer with location and time.certain time in a place where we live, so then the place is appropriate to say as a place to pulang.
what is actually the satisfaction given by the ideology of the pulang it self to its followers? is it rights that aftar pulang, there will be a kinda change?
what do you want to do at pulang place? where do you want to pulang?
which one do you expect to meet at such place?
if somebody pulangs, let say after 5 years to a certain place so by then, what/who have you met there? building? people? homy feeling?
friend? ( no, they had gone, usually). they are all changed..so to whom you been homesick?
Pulang, is it merely a phiscological fenomena??????
or somethin objectvelly can be proven?
hmmm....seems i am more convinced by the first one.
this is only a mentality fenomena.
an effort of resistance to the different challanges
and symptom of readiness
by trying to escape from reality.
pulang is not real, is nothing
you will not pulang anywhere.
and you can not pulang
there is no way for pulang
instead of:
continuing to walk to the new journey
facing them all..and lets punch them all!!!
all places, all cities, all countries,all villages, as long they are in the world are place to pulang. you are not and can not be an alien or a stranger, your are settler where ever u are.
saurlin
(pulang..is bahasa means more less: go home.)
(kangen is bloody missing somethin)
Free Counter
Saturday, September 20, 2008
tugasmu
Penghalang kerja-kerjamu
acap kali adalah bayang-bayang dua hantu besar:
Hantu pertama bernama masa lalu.
hantu kedua bernama masa depan,
Yang pertama membuatmu merasa bersalah,
yang kedua membuatmu kuatir.
Namanya saja hantu, keduanya adalah fatamorgana yang mistis.Dua-duanya tidak nyata, tidak ril!!
Tugasmu yang ril adalah
Menghadapi apa yang dihadapanmu sekarang.
Itu saja yang ril, yang nyata, yang butuh penyelesaian.
Biarkanlah masa lalu—rasa bersalah itu—berlalu
Kembalikanlah kekuatiran—milik masa depan—nanti untuk dirinya sendiri
Hadapilah, apa-apa saja yang didepanmu sekarang.
saurlin, sept 20, 08.
Free Counter
acap kali adalah bayang-bayang dua hantu besar:
Hantu pertama bernama masa lalu.
hantu kedua bernama masa depan,
Yang pertama membuatmu merasa bersalah,
yang kedua membuatmu kuatir.
Namanya saja hantu, keduanya adalah fatamorgana yang mistis.Dua-duanya tidak nyata, tidak ril!!
Tugasmu yang ril adalah
Menghadapi apa yang dihadapanmu sekarang.
Itu saja yang ril, yang nyata, yang butuh penyelesaian.
Biarkanlah masa lalu—rasa bersalah itu—berlalu
Kembalikanlah kekuatiran—milik masa depan—nanti untuk dirinya sendiri
Hadapilah, apa-apa saja yang didepanmu sekarang.
saurlin, sept 20, 08.
Free Counter
Thursday, September 18, 2008
Power, A Radical View
Pemikiran Steven Lukes terhadap konsep Power memiliki makna yang radikal, seperti judul buku singkatnya tersebut. Tulisan itu di terbitkan ditengah debat mengenai demokrasi di Amerika. Sebuah pertanyaan dasar yang ingin dijawab adalah, bagaimana memahami power secara teoretis dan bagaimana menelitinya secara empiris? Pertanyaan ini ingin mengkarakterisasi demokrasi politik di Amerika, apakah sebuah demokrasi yang genuine –pluralist democracy, atau sebuah demokrasi yang didominasi oleh elit berkuasa. Benarkah ada konsensus yang genuine? Atau hanya mengasumsikan saja bahwa konsensus itu genuine?
Disinilah letak investigasi Lukes berhasil menelanjangi defenisi power yang disampaikan oleh kalangan behaviouralis, seperti Robert Dahl, yang kemudian Lukes sebut sebagai pengertian power satu dimensi. Power hanya dilihat sebagai sesuatu yang terdistribusi secara manis dalam masyarakat atau system politik. Melihat power eksis, ketika si A memiliki kekuasaan untuk menyuruh B melakukan apa yang A maui, terlepas B setuju atau tidak( power over). Dalam konteks pengambilan keputusan, kalangan behavioralis ini hanya melihat konflik kepentingan yang terlihat (observable) yang diekspresikan oleh pilihan pilihan keputusan yang ada dalam partisipasi politik yang ada.
Defenisi yang disampaikan oleh Bachrach dan Baratz digelari oleh Lukes, sebagai lebih maju sedikit, menyebutnya power dua dimensi. Selain percaya terhadap dimensi pertama, Bachrach dan Baratz melihat bahwa, power, dimanifestasikan oleh individu atau organisasi, ketika mampu membangun bias dalam sebuah pengambilan keputusan (mobilization of bias), jadi pengambilan keputusan itu bukan sesuatu yg disepakati ‘manis’ oleh semua yang hadir dan berpartisipasi begitu saja. Ada sebentuk nilaiw, keyakinan2, game yang secara sistematik beroperasi untuk keuntungan seseorang atau kelompok. Contoh kongkritnya misalnya organisasi intelijen. …contohnya CIA pasti berupaya mempengaruhi siapapun didunia ini yang punya pengaruh besar…( lupa siapa yg nulis ini), dengan cara membujuk, menyuap, atau melenyapkannya (heheee…emang ada intelijen yang tidak seperti itu?)
Lukes menilai, walaupun sudah lebih maju, konsep kekuasaan ini masih kritik yang belum mendasar terhadap kaum behaviouralis: masih melihat kemungkinan kepentingan individualis (too individualistic), dan tidak melihat issu potensial mendasar yang tidak mungkin lepas dari politik (marx bilang, menurut saya dengan defenisi yg berbeda, kontradiksi pokok). Lukes menyebut ini sebagai power tiga dimensi yang merupakan kritik mendasar terhadap fokus behaviouralis. Power, adalah, bukan hanya sekedar kemampuan memerintah orang atau kelompok untuk melakukan apa yang diinginkan, terlepas diinginkan atau tidak diinginkan oleh yang diperintah(1 dimensi), tidak juga sekedar kepentingan individu atau kelompok untuk menciptakan/memobilisasi bias atas konsensus (2 dimensi), tetapi juga kemampuan men-setting agenda dan menyediakan pilihan-pilihan terbatas atas keputusan. Ini juga berarti kemampuan mengekslusi (mengeluarkan) pilihan-pilihan yang dianggap secara mendasar bertentangan dengan kepentingannya, disadari maupun tidak.
Menurut saya, contoh (tidak) sederhananya adalah neoliberalisme. Ini bukan sekedar kekuasaan sebuah institusi, baik negara, maupun korporasi, apalagi individu untuk mengeksersais kepentingan dan keberlangsungannya, meskipun, Ya benar, bahwa neoliberalisme bisa dieksersais oleh individu, korporasi ataupun negara. Dalam konteks power, neoliberalisme lebih pada konstruksi ide yang maha luas, yang terstrukturasi dan terkulturasi secara global.
Negara dunia ketiga, yang mengalami krisis maupun tidak, sebagai negara berkembang, disetting sebagai ‘developing countries’. developing countries menjadi kata, stigma, acuan, teori, dan praktek yang dipakai sehari hari menamai negara negara bukan eropah(barat) dan US. Maka, semua agenda untuk mereka disetting dalam secara keseluruhan dalam konteks neoliberalisasi, dimanapun, diseluruh pelosok bumi ini yang dirinya disebut sebagai developing countries. agenda ini bisa ditelusuri dalam lembaga-lembaga multi lateral seperti UN, juga WB, IMF, dll. Inilah kejamnya settingan agenda, dan pilihan pilihan terbatas yang diciptakan sedemikian rupa.
Menurut saya konsep Lukes, yang pendek tapi bernas ini menarik kembali diangkat kepermukaan. Kenapa Steven Lukes menarik, karena ada optimisme untuk menginvestigasi kekuasaan, tidak seperti Foucault yang pesimis bahwa kekuasaan itu tidak bisa diteliti (unresearchable), karena berada dimana mana, dan siapapun tidak bisa lepas dari kekuasaan. Noone can escape from power. Power is kind of absurd animal to be researched. Lagian, aku pusing baca Foucault..heheee….
saurlin siagian
Bahan bacaan: Lukes, S. (2005) Power A Radical View (Second Edition ed.). Basingstoke: Pargrave Macmillan.
Free Counter
Disinilah letak investigasi Lukes berhasil menelanjangi defenisi power yang disampaikan oleh kalangan behaviouralis, seperti Robert Dahl, yang kemudian Lukes sebut sebagai pengertian power satu dimensi. Power hanya dilihat sebagai sesuatu yang terdistribusi secara manis dalam masyarakat atau system politik. Melihat power eksis, ketika si A memiliki kekuasaan untuk menyuruh B melakukan apa yang A maui, terlepas B setuju atau tidak( power over). Dalam konteks pengambilan keputusan, kalangan behavioralis ini hanya melihat konflik kepentingan yang terlihat (observable) yang diekspresikan oleh pilihan pilihan keputusan yang ada dalam partisipasi politik yang ada.
Defenisi yang disampaikan oleh Bachrach dan Baratz digelari oleh Lukes, sebagai lebih maju sedikit, menyebutnya power dua dimensi. Selain percaya terhadap dimensi pertama, Bachrach dan Baratz melihat bahwa, power, dimanifestasikan oleh individu atau organisasi, ketika mampu membangun bias dalam sebuah pengambilan keputusan (mobilization of bias), jadi pengambilan keputusan itu bukan sesuatu yg disepakati ‘manis’ oleh semua yang hadir dan berpartisipasi begitu saja. Ada sebentuk nilaiw, keyakinan2, game yang secara sistematik beroperasi untuk keuntungan seseorang atau kelompok. Contoh kongkritnya misalnya organisasi intelijen. …contohnya CIA pasti berupaya mempengaruhi siapapun didunia ini yang punya pengaruh besar…( lupa siapa yg nulis ini), dengan cara membujuk, menyuap, atau melenyapkannya (heheee…emang ada intelijen yang tidak seperti itu?)
Lukes menilai, walaupun sudah lebih maju, konsep kekuasaan ini masih kritik yang belum mendasar terhadap kaum behaviouralis: masih melihat kemungkinan kepentingan individualis (too individualistic), dan tidak melihat issu potensial mendasar yang tidak mungkin lepas dari politik (marx bilang, menurut saya dengan defenisi yg berbeda, kontradiksi pokok). Lukes menyebut ini sebagai power tiga dimensi yang merupakan kritik mendasar terhadap fokus behaviouralis. Power, adalah, bukan hanya sekedar kemampuan memerintah orang atau kelompok untuk melakukan apa yang diinginkan, terlepas diinginkan atau tidak diinginkan oleh yang diperintah(1 dimensi), tidak juga sekedar kepentingan individu atau kelompok untuk menciptakan/memobilisasi bias atas konsensus (2 dimensi), tetapi juga kemampuan men-setting agenda dan menyediakan pilihan-pilihan terbatas atas keputusan. Ini juga berarti kemampuan mengekslusi (mengeluarkan) pilihan-pilihan yang dianggap secara mendasar bertentangan dengan kepentingannya, disadari maupun tidak.
Menurut saya, contoh (tidak) sederhananya adalah neoliberalisme. Ini bukan sekedar kekuasaan sebuah institusi, baik negara, maupun korporasi, apalagi individu untuk mengeksersais kepentingan dan keberlangsungannya, meskipun, Ya benar, bahwa neoliberalisme bisa dieksersais oleh individu, korporasi ataupun negara. Dalam konteks power, neoliberalisme lebih pada konstruksi ide yang maha luas, yang terstrukturasi dan terkulturasi secara global.
Negara dunia ketiga, yang mengalami krisis maupun tidak, sebagai negara berkembang, disetting sebagai ‘developing countries’. developing countries menjadi kata, stigma, acuan, teori, dan praktek yang dipakai sehari hari menamai negara negara bukan eropah(barat) dan US. Maka, semua agenda untuk mereka disetting dalam secara keseluruhan dalam konteks neoliberalisasi, dimanapun, diseluruh pelosok bumi ini yang dirinya disebut sebagai developing countries. agenda ini bisa ditelusuri dalam lembaga-lembaga multi lateral seperti UN, juga WB, IMF, dll. Inilah kejamnya settingan agenda, dan pilihan pilihan terbatas yang diciptakan sedemikian rupa.
Menurut saya konsep Lukes, yang pendek tapi bernas ini menarik kembali diangkat kepermukaan. Kenapa Steven Lukes menarik, karena ada optimisme untuk menginvestigasi kekuasaan, tidak seperti Foucault yang pesimis bahwa kekuasaan itu tidak bisa diteliti (unresearchable), karena berada dimana mana, dan siapapun tidak bisa lepas dari kekuasaan. Noone can escape from power. Power is kind of absurd animal to be researched. Lagian, aku pusing baca Foucault..heheee….
saurlin siagian
Bahan bacaan: Lukes, S. (2005) Power A Radical View (Second Edition ed.). Basingstoke: Pargrave Macmillan.
Free Counter
dingin
Tak ada lagi lelap.
Summer sudah lewat,
Musim panas panjang yang menyenangkan.
Terlalu cepat, siang yang panjang berganti,
Menjadi malam-malam mengerikan
Malam musim dingin yang panjang.
Masa penyiksaan.
Semua orang tunduk, merunduk, kemana-mana.
Dia yang cantik berubah jadi beku dan layu.
Dengan jaket tebal dan penutup kepala seperti hantu.
Masa yang parah.
Seperti masa sepuluh tahun lalu.
Sedangsuntukdengantesis,sept08
Free Counter
Summer sudah lewat,
Musim panas panjang yang menyenangkan.
Terlalu cepat, siang yang panjang berganti,
Menjadi malam-malam mengerikan
Malam musim dingin yang panjang.
Masa penyiksaan.
Semua orang tunduk, merunduk, kemana-mana.
Dia yang cantik berubah jadi beku dan layu.
Dengan jaket tebal dan penutup kepala seperti hantu.
Masa yang parah.
Seperti masa sepuluh tahun lalu.
Sedangsuntukdengantesis,sept08
Free Counter
Thursday, September 11, 2008
hardest part
And the hardest part
Was letting go, not taking part
Was the hardest part
And the strangest thing
Was waiting for that bell to ring
It was the strangest start
......cp.
Free Counter
Was letting go, not taking part
Was the hardest part
And the strangest thing
Was waiting for that bell to ring
It was the strangest start
......cp.
Free Counter
Tuesday, September 02, 2008
Beda
untuk apa orang datang kemari ya? hanya melihat menara (Eiffel) jelek begini?
aku tidak akan pergi kesana kalau bukan karena menyenangkan teman teman saja, kata seorang teman... mengapa pantai seindah ini kok dirusak pemandangan itu ya? juga,kata seorang teman native, ketika memandang bangunan
pencakar langit dipinggir pantai.
kok ngga makan daging (kelinci) ini? yaaah, sebenarnya aku bukan veggy, cuma
rasanya, it's too cute to be eaten, bagi aku dia seperti bayi,tambahnya.
sungai rhein ini bagiku seperti surga, semoga tidak akan dirusak oleh pemandangan
bangunan-bangunan tinggi dan hotel hotel itu..katanya di perjalanan lagi.
sejak kecil aku pernah diajari sama mama, jangan membunuh binatang, jika itu bukan terpaksa. jika nyamuk masuk ke kamarku, aku akan buka jendela lebar-lebar, dan kemudian mengusirnya. atau jika dia menggigit, kucoba tiup supaya dia terbang lagi. dia lebih baik hidup. what?
pengalaman yang paling mengerikan yang pernah kulakukan adalah membunuh lizard,cicak,
ketika aku masih junior high school. it was like a traumatic moment for me.
ketika itu, musim panas, cicak masuk ke kamarku, tidak tahu entah darimana.
sepulang sekolah saya membuka pintu kamar, dan cicaknya terjepit.
saya benar-benar menangis, aku telah melukai cicak yg tak berdosa.
aku pergi ke mama, dan melaporkan kejadian itu. mama datang,
dan melihat kondisi cecak yang masih hidup tapi sudah cacat, ngga bisa lagi berjalan.
dan, ini yang paling berat bagiku seumur hidup, aku diminta mama
untuk membunuh cecak itu. menangis dan tidak tega.
mama meyakinkanku, bahwa cecak itu pasti lebih baik mati segera,
daripada harus mati perlahan-lahan dengan cara yang sangat menyakitkan.
mama benar, dia pasti sangat menderita sekarang. dan beberapa saat kemudian
aku mengambil stick dan membunuh cecak tak berdosa itu.....
akibatnya?? aku tidak bisa tidur, dan ngga sekolah beberapa hari..
aku benar benar trauma.aku berjanji yg kupegang sampai sekarang, tak akan pernah membunuh cicak lagi. hah??? pengalaman paling traumatik, hanya karena membunuh cicak?
cut-----
dibelahan bumi yang lain
percakapan seperti ini, apalagi yg terakhir,
hampir mustahil ditemukan.gedung tinggi adalah simbol kemahadayaan..
jangankan kelinci, dari anjing hingga kucing tetangga bisa hilang
kalau tidak hati-hati mengawasinya heheeee...membunuh nyamuk? ya iyalah...
musuh utama yg harus dibasmi, dan kagak bakalan bisa tidur kalau belum semua enyah,
adalah nyamuk.
trauma karena bunuh cecak? hmmm, sebentar.......
trauma karena melihat teman mati ketrabrak angkot yang ugal2an di depan mata sendiri, iya.
king, sept 02, 08.
Free Counter
aku tidak akan pergi kesana kalau bukan karena menyenangkan teman teman saja, kata seorang teman... mengapa pantai seindah ini kok dirusak pemandangan itu ya? juga,kata seorang teman native, ketika memandang bangunan
pencakar langit dipinggir pantai.
kok ngga makan daging (kelinci) ini? yaaah, sebenarnya aku bukan veggy, cuma
rasanya, it's too cute to be eaten, bagi aku dia seperti bayi,tambahnya.
sungai rhein ini bagiku seperti surga, semoga tidak akan dirusak oleh pemandangan
bangunan-bangunan tinggi dan hotel hotel itu..katanya di perjalanan lagi.
sejak kecil aku pernah diajari sama mama, jangan membunuh binatang, jika itu bukan terpaksa. jika nyamuk masuk ke kamarku, aku akan buka jendela lebar-lebar, dan kemudian mengusirnya. atau jika dia menggigit, kucoba tiup supaya dia terbang lagi. dia lebih baik hidup. what?
pengalaman yang paling mengerikan yang pernah kulakukan adalah membunuh lizard,cicak,
ketika aku masih junior high school. it was like a traumatic moment for me.
ketika itu, musim panas, cicak masuk ke kamarku, tidak tahu entah darimana.
sepulang sekolah saya membuka pintu kamar, dan cicaknya terjepit.
saya benar-benar menangis, aku telah melukai cicak yg tak berdosa.
aku pergi ke mama, dan melaporkan kejadian itu. mama datang,
dan melihat kondisi cecak yang masih hidup tapi sudah cacat, ngga bisa lagi berjalan.
dan, ini yang paling berat bagiku seumur hidup, aku diminta mama
untuk membunuh cecak itu. menangis dan tidak tega.
mama meyakinkanku, bahwa cecak itu pasti lebih baik mati segera,
daripada harus mati perlahan-lahan dengan cara yang sangat menyakitkan.
mama benar, dia pasti sangat menderita sekarang. dan beberapa saat kemudian
aku mengambil stick dan membunuh cecak tak berdosa itu.....
akibatnya?? aku tidak bisa tidur, dan ngga sekolah beberapa hari..
aku benar benar trauma.aku berjanji yg kupegang sampai sekarang, tak akan pernah membunuh cicak lagi. hah??? pengalaman paling traumatik, hanya karena membunuh cicak?
cut-----
dibelahan bumi yang lain
percakapan seperti ini, apalagi yg terakhir,
hampir mustahil ditemukan.gedung tinggi adalah simbol kemahadayaan..
jangankan kelinci, dari anjing hingga kucing tetangga bisa hilang
kalau tidak hati-hati mengawasinya heheeee...membunuh nyamuk? ya iyalah...
musuh utama yg harus dibasmi, dan kagak bakalan bisa tidur kalau belum semua enyah,
adalah nyamuk.
trauma karena bunuh cecak? hmmm, sebentar.......
trauma karena melihat teman mati ketrabrak angkot yang ugal2an di depan mata sendiri, iya.
king, sept 02, 08.
Free Counter
Saturday, August 23, 2008
jauh
kok kamu pergi jauh, setelah sekian lama kita bersama-sama disini? apakah kamu melarikan diri karena sudah tidak tahan lagi? mengapa kembali kamu membiarkan kami sendirian? yaa, seperti biasa kamu memang selalu pergi, tapi tidak selama ini. seperti biasa juga kamu ngga tahan lama-lama tinggal disini. sesekali saja bertahan dan nginep, udah itu pulang. katanya ke luar negeri, itu sangat jauh, lebih jauh lagi dari yang biasa kamu pergi. yah, seperti biasa kamu pergi, ngga apa-apa.
melarikan diri? kamu pergi tidak apa-apa juga, hanya saja, teman diskusi kami seperti biasanya, terasa ada yg kurang, kamu ngga muncul-muncul. kita biasa bicara tentang kemiskinan kami, bicara tentang mencari hingga ke akar-akarnya. kemudian membayangkan jika kemiskinan kami bisa diubah. kamu bilang ada ketidak adilan disini, dan ada ketidak adilan ditingkat yang lebih besar, ngga tahulah kira-kira apa maksudmu, aku hanya menangkap kata kata paling sering muncul dari mulutmu itu, ada ketidak adilan disini, dan diatas sana yang lebih besar itu.
ngumpul diberanda rumah, dan ngopi bersama tetangga, mendengar kamu yang ngomongnya bersemangat, seolah-olah besok pagi kami ngga miskin lagi..ehhh, aku terkadang tertawa juga,tertawa karena sudah lelah menangis, tapi ya, jujur, setidaknya ceritamu membuaiku, sepertinya ada harapan.
tidak tahulah, kamu memang tidak menjanjikan apa-apa kepada kami, tapi kedatanganmu sepertinya menjanjikan sesuatu, yang membuat kami bersemangat jika kamu datang lagi. ceritamu itu membuat aku, setidaknya, bersemangat lagi. mengobati sedikit tangisan kami yang tak pernah berakhir ini.
kamu kok ngga balik-balik sih? tahu ngga, kondisi kami semakin parah sekarang, semakin sulit, semakin miskin. dengar kan, bbm naik lagi? harga pupuk naik lagi? beras diimpor lagi?...jujur, kami ingin mendengar ceritamu lagi, walaupun ceritamu juga tidak akan merubah apa-apa, tapi setidaknya ada kamu teman bercerita. kemudian aku lihat, sesekali kamu menulis tentang kami, yahh, tulisanmu juga ngga berpengaruh apa-apa terhadap kami, toh?
ku dengar, karena tulisanmu, kamu jadi dikenal banyak orang? syukurlah, tapi kami kok tetap begini ya? aku ngga tahu mengapa. begitupun, kami masih ingin mendengar tentangmu dan ngobrol lagi. kami ngga tahu mengapa kamu pergi dan ngga balik-balik. kamu pernah cerita bahwa belajar itu adalah, ya aku sangat ingat itu, kepada alam, kepada sungai, ke gunung, ke hutan, ke laut, ke bantaran sungai tempat kami ini, kepada rakyat kecil, kepada massa. tapi kamu kok pergi jauh? ada yg bilang belajar? belajar kepada siapa? dan untuk siapa?
mungkinkah itu untuk kami? tapi kalau mau belajar tentang kami, kamu kok pergi jauh? bukannya kepada kami? aku kuatir sekali, apa yang kamu pelajari ditempat jauh itu,
tapi aku percaya, pasti bukan untuk berbohong kepada kami. aku masih ingat, kamu ikut bersama-sama kami, melawan hantu raksasa itu bersama-sama, berkali-kali. ya, kamu ada diantara kami, kamu tidak diluar, kamu ada diantara kami, itu sangat membuatku percaya, kamu adalah bagian dari kami.
ya, sekali lagi, aku harus jujur, kamu kok sangat jauh sih???
(surat imajiner dari seorang teman petani)
Free Counter
melarikan diri? kamu pergi tidak apa-apa juga, hanya saja, teman diskusi kami seperti biasanya, terasa ada yg kurang, kamu ngga muncul-muncul. kita biasa bicara tentang kemiskinan kami, bicara tentang mencari hingga ke akar-akarnya. kemudian membayangkan jika kemiskinan kami bisa diubah. kamu bilang ada ketidak adilan disini, dan ada ketidak adilan ditingkat yang lebih besar, ngga tahulah kira-kira apa maksudmu, aku hanya menangkap kata kata paling sering muncul dari mulutmu itu, ada ketidak adilan disini, dan diatas sana yang lebih besar itu.
ngumpul diberanda rumah, dan ngopi bersama tetangga, mendengar kamu yang ngomongnya bersemangat, seolah-olah besok pagi kami ngga miskin lagi..ehhh, aku terkadang tertawa juga,tertawa karena sudah lelah menangis, tapi ya, jujur, setidaknya ceritamu membuaiku, sepertinya ada harapan.
tidak tahulah, kamu memang tidak menjanjikan apa-apa kepada kami, tapi kedatanganmu sepertinya menjanjikan sesuatu, yang membuat kami bersemangat jika kamu datang lagi. ceritamu itu membuat aku, setidaknya, bersemangat lagi. mengobati sedikit tangisan kami yang tak pernah berakhir ini.
kamu kok ngga balik-balik sih? tahu ngga, kondisi kami semakin parah sekarang, semakin sulit, semakin miskin. dengar kan, bbm naik lagi? harga pupuk naik lagi? beras diimpor lagi?...jujur, kami ingin mendengar ceritamu lagi, walaupun ceritamu juga tidak akan merubah apa-apa, tapi setidaknya ada kamu teman bercerita. kemudian aku lihat, sesekali kamu menulis tentang kami, yahh, tulisanmu juga ngga berpengaruh apa-apa terhadap kami, toh?
ku dengar, karena tulisanmu, kamu jadi dikenal banyak orang? syukurlah, tapi kami kok tetap begini ya? aku ngga tahu mengapa. begitupun, kami masih ingin mendengar tentangmu dan ngobrol lagi. kami ngga tahu mengapa kamu pergi dan ngga balik-balik. kamu pernah cerita bahwa belajar itu adalah, ya aku sangat ingat itu, kepada alam, kepada sungai, ke gunung, ke hutan, ke laut, ke bantaran sungai tempat kami ini, kepada rakyat kecil, kepada massa. tapi kamu kok pergi jauh? ada yg bilang belajar? belajar kepada siapa? dan untuk siapa?
mungkinkah itu untuk kami? tapi kalau mau belajar tentang kami, kamu kok pergi jauh? bukannya kepada kami? aku kuatir sekali, apa yang kamu pelajari ditempat jauh itu,
tapi aku percaya, pasti bukan untuk berbohong kepada kami. aku masih ingat, kamu ikut bersama-sama kami, melawan hantu raksasa itu bersama-sama, berkali-kali. ya, kamu ada diantara kami, kamu tidak diluar, kamu ada diantara kami, itu sangat membuatku percaya, kamu adalah bagian dari kami.
ya, sekali lagi, aku harus jujur, kamu kok sangat jauh sih???
(surat imajiner dari seorang teman petani)
Free Counter
Tuesday, July 29, 2008
ISS ideology (?)
Studying at ISS, there is a strong notion of each course attended in the last three terms in many extends promoting the rights based approach. The first term, I studied sociology concept, structure and agency which were more focused on agency approach by the course leader, Erhard Berner. Development theory convened directly by ISS rector, Loux De La Rive Box, spent more elaboration on human development comparing to the others concepts , the concept proposed by Amartya Sen and Mahbul Ul Haq.
taking an example,the schedule to discussing the concept of theory of dependencia was done for once in session 4 by Mohamed Salih, whether the discussion on human development related concept was done four times; session 7, sustainable development, session 8, culture and development, session 9, human development, and session 10, democracy, participation and development.
The next term, studying on human rights theories, again discussing on the concept proposed by Amartya Sen, Martha Nussbaum, and Rawls in the more idealism way, convened by Karin Arts. The concept of human rights in the favor of ‘agency’ also explained playing in the frame of todays mainstream, the economic globalisation and the neo liberal ascendancy, taught by Rachel Kurian and Karim Knio.
The third term, Realising rights, convened by Helen Hintjens, studied more about rights based approach in achieving rights, rather than legalistic approaches, by introducing the concept of power by Foucault in the first meeting. The concept of power by Foucault also discussed by Murat Arsel by elaborating his study on the topic: Global Environmetal politics, taking example from his study on “Eurogold” mining company in Bergama versus social movement in Turkey. In this sense, there is a strong link of agency concept, human development, rights based approach, and Foucault concept on power, to be seen as the idea promoting by, or at least the dominant discourse in ISS nowadays.
RBA Everywhere
The possibility of multi interpretation on the definitions is one of the lured parts of RBA. Grass root NGOs as well as other international NGOs may develop the frame then called as RBA. It is occurred in many NGOs such as in Latin America as well as in Asia . The let say notions of RBA are not only based on elementary parts such as empowerment, participation, accountability, non discrimination, option to the marginal, and so forth, but also primarily playing in the level of ideological frame, such as claiming the rights on land which requires land reform struggle, claiming rights of the indigenous people which requires the recognition of communal rights rather than individual rights.
The unique of RBA is that there are so many definitions given by any experts and institutions views; definition based on experience, academic discourse, international laws. Also, many institutions which are difference in terms of views use the similar term, RBA, in naming their project. The projects RBA based now are not only monopolized by ‘alternative’ organizations such as OXFAM, but also the organization known as the vanguard of the views of neo liberalism, such as World Bank. World Bank is now pushing its programs in developing countries by using RBA concepts .
so, is there any ideological link of...iss..ngo-mainstream..and neo liberalism..? all comments are accepted...
saurlin
Free Counter
taking an example,the schedule to discussing the concept of theory of dependencia was done for once in session 4 by Mohamed Salih, whether the discussion on human development related concept was done four times; session 7, sustainable development, session 8, culture and development, session 9, human development, and session 10, democracy, participation and development.
The next term, studying on human rights theories, again discussing on the concept proposed by Amartya Sen, Martha Nussbaum, and Rawls in the more idealism way, convened by Karin Arts. The concept of human rights in the favor of ‘agency’ also explained playing in the frame of todays mainstream, the economic globalisation and the neo liberal ascendancy, taught by Rachel Kurian and Karim Knio.
The third term, Realising rights, convened by Helen Hintjens, studied more about rights based approach in achieving rights, rather than legalistic approaches, by introducing the concept of power by Foucault in the first meeting. The concept of power by Foucault also discussed by Murat Arsel by elaborating his study on the topic: Global Environmetal politics, taking example from his study on “Eurogold” mining company in Bergama versus social movement in Turkey. In this sense, there is a strong link of agency concept, human development, rights based approach, and Foucault concept on power, to be seen as the idea promoting by, or at least the dominant discourse in ISS nowadays.
RBA Everywhere
The possibility of multi interpretation on the definitions is one of the lured parts of RBA. Grass root NGOs as well as other international NGOs may develop the frame then called as RBA. It is occurred in many NGOs such as in Latin America as well as in Asia . The let say notions of RBA are not only based on elementary parts such as empowerment, participation, accountability, non discrimination, option to the marginal, and so forth, but also primarily playing in the level of ideological frame, such as claiming the rights on land which requires land reform struggle, claiming rights of the indigenous people which requires the recognition of communal rights rather than individual rights.
The unique of RBA is that there are so many definitions given by any experts and institutions views; definition based on experience, academic discourse, international laws. Also, many institutions which are difference in terms of views use the similar term, RBA, in naming their project. The projects RBA based now are not only monopolized by ‘alternative’ organizations such as OXFAM, but also the organization known as the vanguard of the views of neo liberalism, such as World Bank. World Bank is now pushing its programs in developing countries by using RBA concepts .
so, is there any ideological link of...iss..ngo-mainstream..and neo liberalism..? all comments are accepted...
saurlin
Free Counter
how does the dutch treat a crying child
pengalaman yg unik melihat
bagaimana tindakan pemerintah melihat anak
yang sedang menangis..
beberapa hari terakhir saya
menghabiskan waktu di ams.
suatu kali naik tram(jenis angkutan umum),
menuju rumah teman.
ketika tram mulai melaju
tepat didepan saya
seorang anak, sekitar 4 th, terjatuh,
dan dia menangis,
kemudian ibunya melihati
anaknya tanpa menyentuhnya
sama sekali,
bagi aku, sebenarnya si anak
itu tidak apa-apa, hanya jatuh pelan saja.
si sopir tram yg melihat kejadian
menghentikan tram setelah berjalan sekitar 10 menit,
datang ke belakang dan melihat si anak yang sudah
diam, tidak menangis lagi.
setelah tahu bahwa si anak tadinya jatuh,
si sopir mengatakan supaya si anak jangan disentuh
sama sekali oleh siapapun, seraya dia menelepon seseorang.
hanya sekitar 1 menit kemudian
polisi dan ambulance datang dari 4 penjuru,
dan tanpa banyak bicara,
membawa sianak dan siibu ke ambulance..
tidak tahulah,
bagi aku ini agak aneh,
seorang anak yg 'hanya' jatuh ringan
dan sudah diam, harus diperlakukan
dengan standar seperti itu
dibawa oleh ambulance,
(aku duga pasti kerumah sakit)
untuk diperiksa, jikalau ada apa-apa
dengan jatuhnya si anak tadi di tram.
s.o.p. yang bagiku, berlebihan.
kingkong.
Free Counter
bagaimana tindakan pemerintah melihat anak
yang sedang menangis..
beberapa hari terakhir saya
menghabiskan waktu di ams.
suatu kali naik tram(jenis angkutan umum),
menuju rumah teman.
ketika tram mulai melaju
tepat didepan saya
seorang anak, sekitar 4 th, terjatuh,
dan dia menangis,
kemudian ibunya melihati
anaknya tanpa menyentuhnya
sama sekali,
bagi aku, sebenarnya si anak
itu tidak apa-apa, hanya jatuh pelan saja.
si sopir tram yg melihat kejadian
menghentikan tram setelah berjalan sekitar 10 menit,
datang ke belakang dan melihat si anak yang sudah
diam, tidak menangis lagi.
setelah tahu bahwa si anak tadinya jatuh,
si sopir mengatakan supaya si anak jangan disentuh
sama sekali oleh siapapun, seraya dia menelepon seseorang.
hanya sekitar 1 menit kemudian
polisi dan ambulance datang dari 4 penjuru,
dan tanpa banyak bicara,
membawa sianak dan siibu ke ambulance..
tidak tahulah,
bagi aku ini agak aneh,
seorang anak yg 'hanya' jatuh ringan
dan sudah diam, harus diperlakukan
dengan standar seperti itu
dibawa oleh ambulance,
(aku duga pasti kerumah sakit)
untuk diperiksa, jikalau ada apa-apa
dengan jatuhnya si anak tadi di tram.
s.o.p. yang bagiku, berlebihan.
kingkong.
Free Counter
kompas e paper
senangnya,
bisa baca koran kompas setiap malam
utuh, seperti ketika di indo dulu.
tak perlu lama menunggu-
mereka selesai uploading tengah malam waktu indo,
hari disini masih sore,
aku telah bisa menikmati kompas,
sementara pembaca kompas di indo
baru membaca besok harinya....
wuih....
king.
linknya di : http://epaper.kompas.com/
bisa baca koran kompas setiap malam
utuh, seperti ketika di indo dulu.
tak perlu lama menunggu-
mereka selesai uploading tengah malam waktu indo,
hari disini masih sore,
aku telah bisa menikmati kompas,
sementara pembaca kompas di indo
baru membaca besok harinya....
wuih....
king.
linknya di : http://epaper.kompas.com/
Wednesday, July 23, 2008
batak wannabe..:)
"Jolo nidodo asa hinonong" ...tau dulu kedalaman air, baru berenang
"Manat unang tartuktuk, nanget unang tarrobung"....kehati-hatian melangkah sangat perlu supaya tidak masuk jurang
"Pantun hangoluan tois hamagoan"....bijaksana adalah kehidupan, anggap remeh adalah kematian
"Ndang tuktuhan batu, dakdahan simbora
Ndang tuturan datu, ajaran na marroha"....jangan ajari dukun soal silsilah..atau jangan bermimpi mengajari ikan berenang, dan mengajari burung terbang..:)
"Habang siruba-ruba tu bona ni sae-sae
Uli pe hata pintor, ulian do hata sae"....kata kata bijaksana sangat baik, tetapi lebih bagus jika ada solusi.
"Metmet bulung ni baja, metmetan bulung ni bane-bane
Ndang adong laba ni bada, lehetan marale-ale"....bertengkar tidak berguna, lebih baik berkawan.
"Ianggo gaja siLibung, di harangan siparorot
Ianggo raja nalambok malilung, haholongan ni situan natorop"....hanya pemimpin yang bijaksana yang disayangi rakyatnya sepanjang hayat..
(kata-kata bijak dari seseorang berinisial Ken, dan kuinterpretasi kedlm bhs indonesia yg rada dangkal..:))
"Manat unang tartuktuk, nanget unang tarrobung"....kehati-hatian melangkah sangat perlu supaya tidak masuk jurang
"Pantun hangoluan tois hamagoan"....bijaksana adalah kehidupan, anggap remeh adalah kematian
"Ndang tuktuhan batu, dakdahan simbora
Ndang tuturan datu, ajaran na marroha"....jangan ajari dukun soal silsilah..atau jangan bermimpi mengajari ikan berenang, dan mengajari burung terbang..:)
"Habang siruba-ruba tu bona ni sae-sae
Uli pe hata pintor, ulian do hata sae"....kata kata bijaksana sangat baik, tetapi lebih bagus jika ada solusi.
"Metmet bulung ni baja, metmetan bulung ni bane-bane
Ndang adong laba ni bada, lehetan marale-ale"....bertengkar tidak berguna, lebih baik berkawan.
"Ianggo gaja siLibung, di harangan siparorot
Ianggo raja nalambok malilung, haholongan ni situan natorop"....hanya pemimpin yang bijaksana yang disayangi rakyatnya sepanjang hayat..
(kata-kata bijak dari seseorang berinisial Ken, dan kuinterpretasi kedlm bhs indonesia yg rada dangkal..:))
Monday, July 21, 2008
hanya waktu, selamat jalan...:(
Who can say where the road goes,
Where the day flows, only time?
And who can say if your love grows,
As your hearth chose, only time?
Who can say why your heart sights,
As your live flies, only time?
And who can say why your heart cries
when your love lies, only time?
Who can say when the roads meet,
That love might be ,in your heart?
and who can say when the day sleeps,
and the night keeps all your heart?
Night keeps all your heart.....
Who can say if your love groves,
As your heart chose, only time?
And who can say where the road goes
Where the day flows, only time?
Who knows? Only time
Who knows? Only time
Where the day flows, only time?
And who can say if your love grows,
As your hearth chose, only time?
Who can say why your heart sights,
As your live flies, only time?
And who can say why your heart cries
when your love lies, only time?
Who can say when the roads meet,
That love might be ,in your heart?
and who can say when the day sleeps,
and the night keeps all your heart?
Night keeps all your heart.....
Who can say if your love groves,
As your heart chose, only time?
And who can say where the road goes
Where the day flows, only time?
Who knows? Only time
Who knows? Only time
Sunday, July 20, 2008
kotak pandora di depanku
bisa dibilang demikian,
laptop yang sedang kupake ini.
segalanya ada disini.
apalagi dengan settingan
kultur, lokasi, studi, dan kepentingan
yang tanpa pilihan,
aku harus melototin laptop ini
terus menerus.
dari bangun sampai tidur kembali,
waktu habis didepan laptop ini,
yg olah raga hanya ujung jari saja
cobalah lihat misalnya,
bangun jam 10 pagi,
langsung idupin laptop,
terus liat imel, dan kemudian
membaca berita, then baca materi kuliah..
nulis essay, then..
chatting, terus cuci mata ke facebook
dan ke friendster...
sesekali ke youtube, atau goaltube..melihat bola.
makan siang, dan kembali lagi
melakukan hal yang sama,
dan tanpa terasa sudah
pukul 3 subuh atau pukul 4,
dan kemudian tidur lagi....
sepertinya alur ini sudah
berjalan seperti hal yang normal,
meskipun tidak menyehatkan...
semoga kebiasaan buruk ini bisa kuhentikan
segera,
benar benar ngga sehat!!!!!!
kgg.
July 19, 2008
laptop yang sedang kupake ini.
segalanya ada disini.
apalagi dengan settingan
kultur, lokasi, studi, dan kepentingan
yang tanpa pilihan,
aku harus melototin laptop ini
terus menerus.
dari bangun sampai tidur kembali,
waktu habis didepan laptop ini,
yg olah raga hanya ujung jari saja
cobalah lihat misalnya,
bangun jam 10 pagi,
langsung idupin laptop,
terus liat imel, dan kemudian
membaca berita, then baca materi kuliah..
nulis essay, then..
chatting, terus cuci mata ke facebook
dan ke friendster...
sesekali ke youtube, atau goaltube..melihat bola.
makan siang, dan kembali lagi
melakukan hal yang sama,
dan tanpa terasa sudah
pukul 3 subuh atau pukul 4,
dan kemudian tidur lagi....
sepertinya alur ini sudah
berjalan seperti hal yang normal,
meskipun tidak menyehatkan...
semoga kebiasaan buruk ini bisa kuhentikan
segera,
benar benar ngga sehat!!!!!!
kgg.
July 19, 2008
Friday, July 18, 2008
cinta dan lewat tengah malam
= Cintalah, kata Karl Marx, yang ”pertama mengajarkan manusia untuk percaya pada dunia di luar dirinya” begitu kutipan tulisan seorang teman yang dikirimkan ke aku tadi, lewat tengah malam. ditengah rangsangan otak untuk menyelesaikan draft desain riset, dan draft desain internship sekaligus. sekitar pukul empat subuh, aku sudahi tulisan itu, dan tidur.
entah kenapa, seorang kawan mengirimkan sebuah artikel yang sangat padat, bertajuk perempuan-perempuan disekitar marx dan engels....beliau menyebutkan bahwa peran perempuan ternyata besar,ditengah lahirnya karya-karya besar Marx, yang luput dari penulis-penulis laki-laki abad 19.
Seputar kontroversi, apakah marx lebih mencintai das kapital daripada jenny, kekasihnya. dari tulisan itu, yg baru pagi ini bisa ku baca, ternyata Marx juga
seorang yang romantis. bukan dari tulisan itu, entah ini benar atau tidak, konon katanya Marx musuhan berat dengan Bakunin bukan karena ideologi, tetapi karena mereka mencintai perempuan yang sama yang merembet pada persoalan, asal bukan bakunin, dan asal bukan marx..hahaaa...
suatu kali aku bersama teman2 mendiskusikan aspek-aspek pribadi marx. dalam bacaan yang ada, ternyata marx juga seorang cukup yang romantis. kepada perempuan yang sangat dicintainya, dia rela membeli bunga, dengan honor pertama tulisannya, dan oleh karenanya dia harus hemat makan, karena ngga punya duit.....:)
thus, bagaimana memberikan jawaban yang paling akurat, ditengah umur yang pendek,hanya 61 th, Marx bisa mengalokasikan waktu dan pikiran terhadap orang yang dicintainya? sementara dengan umur sependek itu, dia menghasilkan ratusan karya tulis dan puluhan buku, serta bible bagi lebih setengah umat manusia, das kapital 1,2 dan 3 itu?
bagaimana menjawab pertanyaan bahwa hampir semua orang-orang yang dicintainya, termasuk anak kesayangannya Laura, meninggal lebih awal dari dia?
aduh lapar, aku belum mau mati muda.
king. july 18, bangun kesiangan.
entah kenapa, seorang kawan mengirimkan sebuah artikel yang sangat padat, bertajuk perempuan-perempuan disekitar marx dan engels....beliau menyebutkan bahwa peran perempuan ternyata besar,ditengah lahirnya karya-karya besar Marx, yang luput dari penulis-penulis laki-laki abad 19.
Seputar kontroversi, apakah marx lebih mencintai das kapital daripada jenny, kekasihnya. dari tulisan itu, yg baru pagi ini bisa ku baca, ternyata Marx juga
seorang yang romantis. bukan dari tulisan itu, entah ini benar atau tidak, konon katanya Marx musuhan berat dengan Bakunin bukan karena ideologi, tetapi karena mereka mencintai perempuan yang sama yang merembet pada persoalan, asal bukan bakunin, dan asal bukan marx..hahaaa...
suatu kali aku bersama teman2 mendiskusikan aspek-aspek pribadi marx. dalam bacaan yang ada, ternyata marx juga seorang cukup yang romantis. kepada perempuan yang sangat dicintainya, dia rela membeli bunga, dengan honor pertama tulisannya, dan oleh karenanya dia harus hemat makan, karena ngga punya duit.....:)
thus, bagaimana memberikan jawaban yang paling akurat, ditengah umur yang pendek,hanya 61 th, Marx bisa mengalokasikan waktu dan pikiran terhadap orang yang dicintainya? sementara dengan umur sependek itu, dia menghasilkan ratusan karya tulis dan puluhan buku, serta bible bagi lebih setengah umat manusia, das kapital 1,2 dan 3 itu?
bagaimana menjawab pertanyaan bahwa hampir semua orang-orang yang dicintainya, termasuk anak kesayangannya Laura, meninggal lebih awal dari dia?
aduh lapar, aku belum mau mati muda.
king. july 18, bangun kesiangan.
Thursday, July 17, 2008
dan setelah segelas itu, maka aku ada
aku ada maka aku berfikir,
sepertinya sulit aku pertanggungjawabkan,
aku lebih merasa tidak berdosa mengatakan,
setelah gelas itu, maka aku berfikir.
aku suka gelas itu,
bukan hanya ukurannya yg lumayan besar,
aku suka ukuran besar,
dia menjadi sumber inspirasi,
sumber air susu...
kopi, teh, dan air putih,
setiap hari.
seperti sekarang ngetik ini,
sekali beberapa menit,
mulutku pasti bertemu bibir gelas itu.
dia selalu setia, setiap saat aku
melototin buku-buku dan laptop dimejaku.
bersama dia, entah berapa tulisan yg telah selesai..
banyak karya telah terlewati bersama dia saja.
lihatlah tepiannya,
gelas itu jarang dicuci,
entah kenapa merasa ngga apa-apa
memakainya berhari-hari.
gelas itu,
telah mengantarku
kepenghujung kuliah panjang ini.
oiii gelas, makasih ya...
saurlin
lagi suntuk,desain risetku blom klar...:)
july 17, 08.
Thursday, July 10, 2008
sesuatu yang berbeda
sesuatu yang berbeda
adalah pemantik bagi siapa
saja untuk melangkahkan pikiran dan perbuatan.
menginginkan sesuatu yang tidak ada,
dan tidak menginginkan sesuatu yang ada.
mencari,mendapatkan, memberi, dan melepaskan..
jika sudah lama sendiri, ingin menikmati kebersamaan,
jika sudah lama bersama,ingin menikmati kesendirian.
antara individual dan kommunal, akan silih berganti.
yugoslavia yang besar, bosan sehingga memilih bubar,
tetapi sekarang kembali bersama, atas nama yang lebih besar, uni eropah.
inilah takdir kehidupan, keingintahuan.
seperti anak balita yang ingin tahu.
itulah juga kepentingan setiap orang.
aku bicara peradaban. bukan politik peradaban kontemporer.
ribuan tahun utara menjarah selatan,
karena memang, mereka serba kekurangan,
alam mereka tidak cukup melimpah,
dibanding selatan. tetapi mereka juga
akan berhenti menjarah, ideologi jarah menjarah
akan memuakkan mereka, suatu saat.
mereka, suatu saat, proyek penjarahan ribuan tahun itu ternyata,
tidak bermakna apa-apa.
ideologi keserakahan utara juga akan berhenti,
mereka akan bosan sekian lama sebagai bangsa serakah,
entah itu karena tuntutan alam, atau perlawanan,
yang pasti mereka akan bosan menjadi orang serakah.
tidak enak terus menerus ditulis sejarah peradaban sebagai
bangsa serakah, penjajah,brengsek, dan kolonial.
selatan sedang mulai bosan dengan sebutan bangsa ramah,
bangsa tanpa niat menguasai dan menjajah.
lihatlah, selatan juga sedang mulai berubah,
eropah, defacto, cepat atau lambat akan dikuasai oleh
orang orang selatan, itu sudah terjadi dimana-mana.
eropah itu, dari populasi, tidak ada apa-apanya
dibanding selatan.
hampir setengah eropah saat ini dijajah oleh,secara defacto, katakannlah turki.
belum bicara cina yang berkuasa, defacto, di amerika serikat dan eropah.
ini masih tanda tanda saja, sepuluh, seratus, atau seribu tahun
kedepan sejarah akan menceritakan kepunahan kekuatan utara,
digantikan oleh niat ambisius selatan.
itu hanya cerita berulang, ketika kerajaan romawi menguasai dunia, napoleon
memerintah hampir separuh dunia.atau ketika byzantium empire juga pernah menggantikannya, atau mongol emperor menaklukkan cina...dan adidaya
sovyet dan us..kemudian digantikan oleh exxon mobile, microsoft, google,
shell, nokia, kentucky fried chicken, dll saat ini...
kamu cari apa sih? nihil nova sub sole?
saurlin
adalah pemantik bagi siapa
saja untuk melangkahkan pikiran dan perbuatan.
menginginkan sesuatu yang tidak ada,
dan tidak menginginkan sesuatu yang ada.
mencari,mendapatkan, memberi, dan melepaskan..
jika sudah lama sendiri, ingin menikmati kebersamaan,
jika sudah lama bersama,ingin menikmati kesendirian.
antara individual dan kommunal, akan silih berganti.
yugoslavia yang besar, bosan sehingga memilih bubar,
tetapi sekarang kembali bersama, atas nama yang lebih besar, uni eropah.
inilah takdir kehidupan, keingintahuan.
seperti anak balita yang ingin tahu.
itulah juga kepentingan setiap orang.
aku bicara peradaban. bukan politik peradaban kontemporer.
ribuan tahun utara menjarah selatan,
karena memang, mereka serba kekurangan,
alam mereka tidak cukup melimpah,
dibanding selatan. tetapi mereka juga
akan berhenti menjarah, ideologi jarah menjarah
akan memuakkan mereka, suatu saat.
mereka, suatu saat, proyek penjarahan ribuan tahun itu ternyata,
tidak bermakna apa-apa.
ideologi keserakahan utara juga akan berhenti,
mereka akan bosan sekian lama sebagai bangsa serakah,
entah itu karena tuntutan alam, atau perlawanan,
yang pasti mereka akan bosan menjadi orang serakah.
tidak enak terus menerus ditulis sejarah peradaban sebagai
bangsa serakah, penjajah,brengsek, dan kolonial.
selatan sedang mulai bosan dengan sebutan bangsa ramah,
bangsa tanpa niat menguasai dan menjajah.
lihatlah, selatan juga sedang mulai berubah,
eropah, defacto, cepat atau lambat akan dikuasai oleh
orang orang selatan, itu sudah terjadi dimana-mana.
eropah itu, dari populasi, tidak ada apa-apanya
dibanding selatan.
hampir setengah eropah saat ini dijajah oleh,secara defacto, katakannlah turki.
belum bicara cina yang berkuasa, defacto, di amerika serikat dan eropah.
ini masih tanda tanda saja, sepuluh, seratus, atau seribu tahun
kedepan sejarah akan menceritakan kepunahan kekuatan utara,
digantikan oleh niat ambisius selatan.
itu hanya cerita berulang, ketika kerajaan romawi menguasai dunia, napoleon
memerintah hampir separuh dunia.atau ketika byzantium empire juga pernah menggantikannya, atau mongol emperor menaklukkan cina...dan adidaya
sovyet dan us..kemudian digantikan oleh exxon mobile, microsoft, google,
shell, nokia, kentucky fried chicken, dll saat ini...
kamu cari apa sih? nihil nova sub sole?
saurlin
in memoriam, pulpenku
aku digotong oleh 4 orang militer yang mati dan telah bangkit kembali,
kucoba melawan, tapi kakiku seperti terikat dengan pandu seperti
milik pramuka sewaktu saya belasan tahun lalu disekolahan.
dibawa kesuatu tempat yang sangat aku tidak suka, tidak tahu apa, susah bernafas.
menyesali diri, kok mereka bisa bangkit kembali.kemudian jatuh
dari atas pohon yang tinggi, waktu itu satu hari menjelang ujian akhir sma.
sepedamotor itu harus direparasi satu bulan setelah kecelakaan yang sangat
serius, akibat ugal-ugalan dijalan raya yang belum kukenal benar medannya.
tukang urut tradisional itu membuatku berteriak membangunkan malam
satu benua. kok badanku yang rongsok diinjak sekeras-kerasnya sambil membaca mantra?
perjuangan disini lumayan keras, namun tidak apa-apa, daripada
tinggal di pelosok kota kecil kumuh pinggir laut, dengan nyamuk
sebesar ibu jari tukang urut itu. duh, aku mandi di air yang tercemar taik,
dan lebih jorok, menimba sungai cokelat di perkebunan sawit itu,
untuk kembali dimasak, dan diminum, dengan warna yang cokelat,
seperti makan cokelat yang kubeli dari alberthein.
huh, mending aku corat coret catatanku, mencoba
membuat sketsa perempuan kesayanganku daripada mendengar ocehanmu
yang membuatku semakin ngantuk diruangan dingin, kelas seperti rumah sakit ini.
sudahlah, kamu sudah capek pak, jangan paksakan mengajar,
biarkan kami ngantuk, menikmati tidur yang terganggu tadi malam karena
kebanyakan melototin youtube. dia memang bilang begini,bang..., aku sayang padamu,
kamu telah membuatku dititik nadir, tahu ngga? aku ngga tahu, kataku. dia diam dan pergi begitu saja, ngga mau menoleh kebelakang. karena aku harus mengerjakan essay ku
yang terpaksa harus kuselesaikan malam ini, deadlinenya siang besok jam 12. dasar setan, aku belum punya inspirasi apa apa malam ini.
setelah perahu menepi,agamamu apa? katanya.aku diam saja. islam, kata sobatku,anak pesantren itu. mayat yang bergelimpangan itu perlu ditanam lebih dulu, baru nanti cerita tuhan, neraka, dan sorga, gerutuku dalam hati. terpaksa harus melarikan diri
dan dicemooh para tentara itu.karena aku lapar, sehingga pulang. dikamar 73 dorus
sudah tersedia apa saja. tinggal makan kok.
baik, masalahnya sekarang adalah antara kami dan kau. tidak ada urusan dengan mereka
yang digusur itu. kamu minta berapa? kami masih punya sisa anggaran proyek 300 juta untuk itu. kalau kau mau, deal. kalau tidak juga tidak apa-apa, dana ini tidak ada
apa-apanya dibanding biaya konstruksi oleh investor itu. gubernur juga sudah
minta supaya mereka segera diselesaikan. oke, aku bilang. ibu tua berumur sekitar 70 an itu mendatangiku, memberikan uang lima puluh ribu. ini nak, uang yang sudah lama
kusimpan, ambillah, ngga ada yang bisa kuberikan selain ini, biar kamu punya
ongkos pulang ke medan.
huh...asap cannabis sativa itu menyengat hidung. kamu mau? biar enak diskusi kita katanya. astagafirullah, dilantai dua rumah sederhana itu tersimpan beberapa
kota kardus daun 'singkong' yang siap direbus. itu enak, mamaku sering
membuat pelbagai variasi daun singkong utk dilahap bersama nasi dan ikan asin.
sambil nonton bola belanda lawan prancis, dia beli satu kotak opium.
yesss...akhirnya kuliahku selesai juga...essay keparat itu baru siap kukerjakan setelah diultimatum sama program administrator, jika tidak dikirim siang ini juga,
tidak dihitung!! no more extension!!. riset paper, kamu akan kuselesaikan secara jantan, lihatlah. ya iyalah, masa aku homo? aku suka perempuan, tentunya bukan perempuan lesbi.
5 menit, sambi mengetuk2 jari telunjuk ke meja, kupelototin spidol yang kuletakkan berdiri, setelah aku tulis agenda di whiteboard. aku kesal karena minjam buku dari perpus, setelah renewed 5 bulan,tak satupun yang kubaca. gila ngga? makanya setelah
aku puas berenang di danau yang kurindukan itu, kami makan ikan bakar, pakai
bumbu pedas, dan jeruk nipis, dan ditemani satu gelas tuak asli.
demikianlah kumpulan kalimat-kalimat sandi ini, akan menjadi
bahasa yang bisa dipahami oleh sepuluh jariku
yang menciptakannya......
rijkersplein 37, july 10, 08
kucoba melawan, tapi kakiku seperti terikat dengan pandu seperti
milik pramuka sewaktu saya belasan tahun lalu disekolahan.
dibawa kesuatu tempat yang sangat aku tidak suka, tidak tahu apa, susah bernafas.
menyesali diri, kok mereka bisa bangkit kembali.kemudian jatuh
dari atas pohon yang tinggi, waktu itu satu hari menjelang ujian akhir sma.
sepedamotor itu harus direparasi satu bulan setelah kecelakaan yang sangat
serius, akibat ugal-ugalan dijalan raya yang belum kukenal benar medannya.
tukang urut tradisional itu membuatku berteriak membangunkan malam
satu benua. kok badanku yang rongsok diinjak sekeras-kerasnya sambil membaca mantra?
perjuangan disini lumayan keras, namun tidak apa-apa, daripada
tinggal di pelosok kota kecil kumuh pinggir laut, dengan nyamuk
sebesar ibu jari tukang urut itu. duh, aku mandi di air yang tercemar taik,
dan lebih jorok, menimba sungai cokelat di perkebunan sawit itu,
untuk kembali dimasak, dan diminum, dengan warna yang cokelat,
seperti makan cokelat yang kubeli dari alberthein.
huh, mending aku corat coret catatanku, mencoba
membuat sketsa perempuan kesayanganku daripada mendengar ocehanmu
yang membuatku semakin ngantuk diruangan dingin, kelas seperti rumah sakit ini.
sudahlah, kamu sudah capek pak, jangan paksakan mengajar,
biarkan kami ngantuk, menikmati tidur yang terganggu tadi malam karena
kebanyakan melototin youtube. dia memang bilang begini,bang..., aku sayang padamu,
kamu telah membuatku dititik nadir, tahu ngga? aku ngga tahu, kataku. dia diam dan pergi begitu saja, ngga mau menoleh kebelakang. karena aku harus mengerjakan essay ku
yang terpaksa harus kuselesaikan malam ini, deadlinenya siang besok jam 12. dasar setan, aku belum punya inspirasi apa apa malam ini.
setelah perahu menepi,agamamu apa? katanya.aku diam saja. islam, kata sobatku,anak pesantren itu. mayat yang bergelimpangan itu perlu ditanam lebih dulu, baru nanti cerita tuhan, neraka, dan sorga, gerutuku dalam hati. terpaksa harus melarikan diri
dan dicemooh para tentara itu.karena aku lapar, sehingga pulang. dikamar 73 dorus
sudah tersedia apa saja. tinggal makan kok.
baik, masalahnya sekarang adalah antara kami dan kau. tidak ada urusan dengan mereka
yang digusur itu. kamu minta berapa? kami masih punya sisa anggaran proyek 300 juta untuk itu. kalau kau mau, deal. kalau tidak juga tidak apa-apa, dana ini tidak ada
apa-apanya dibanding biaya konstruksi oleh investor itu. gubernur juga sudah
minta supaya mereka segera diselesaikan. oke, aku bilang. ibu tua berumur sekitar 70 an itu mendatangiku, memberikan uang lima puluh ribu. ini nak, uang yang sudah lama
kusimpan, ambillah, ngga ada yang bisa kuberikan selain ini, biar kamu punya
ongkos pulang ke medan.
huh...asap cannabis sativa itu menyengat hidung. kamu mau? biar enak diskusi kita katanya. astagafirullah, dilantai dua rumah sederhana itu tersimpan beberapa
kota kardus daun 'singkong' yang siap direbus. itu enak, mamaku sering
membuat pelbagai variasi daun singkong utk dilahap bersama nasi dan ikan asin.
sambil nonton bola belanda lawan prancis, dia beli satu kotak opium.
yesss...akhirnya kuliahku selesai juga...essay keparat itu baru siap kukerjakan setelah diultimatum sama program administrator, jika tidak dikirim siang ini juga,
tidak dihitung!! no more extension!!. riset paper, kamu akan kuselesaikan secara jantan, lihatlah. ya iyalah, masa aku homo? aku suka perempuan, tentunya bukan perempuan lesbi.
5 menit, sambi mengetuk2 jari telunjuk ke meja, kupelototin spidol yang kuletakkan berdiri, setelah aku tulis agenda di whiteboard. aku kesal karena minjam buku dari perpus, setelah renewed 5 bulan,tak satupun yang kubaca. gila ngga? makanya setelah
aku puas berenang di danau yang kurindukan itu, kami makan ikan bakar, pakai
bumbu pedas, dan jeruk nipis, dan ditemani satu gelas tuak asli.
demikianlah kumpulan kalimat-kalimat sandi ini, akan menjadi
bahasa yang bisa dipahami oleh sepuluh jariku
yang menciptakannya......
rijkersplein 37, july 10, 08
Wednesday, June 18, 2008
global environmental politics
at the end of 20 century, the most prominent issue was the issue of environmental globally. its realized that the matter and the impacts of environmental degradation can not be solved partially or regionally, such as water pollution, air pollution, depletion of ozon layer, depletion of world's fisheries, and the latest, global warming/climate change.
the questions are, who was (is)to be blamed? who was/is benefited? who was/is the greatest users of energy in the world? who is making pollution? who are the producers of C02? ...the so called 'development of the world for hundred years' is really absurd, but the reality is about destroying the world for hundred years by economic activity of human being. that is, by then the THE ENVIRONMETAL CONSEQUENCES OF ECONOMIC ACTIVITIES IN QUESTION.
neo liberal views that it is an inevitable, as what Garret Hardin said as 'tragedy of the common". the common is coming to its extinction by the limitation of the world, private property, borders, and over population. the common property such as land, air, water willzou be in crisis. but, the is no an obvious solution in seeing the way out of the environmental degradation.
in this sense, the problem of environmental becomes politics.
Chasek (2006)tries to elaborate five elements shaping the global environmental politics as follows.
in terms of global politics, the veto power is arising; veto coalitions, blocking states, etc in terms of global negotiation on certain issues of environmental. then, the role of state actors is seen still in the position of powerful. then also power in terms of economic considered in the international negotiations. the regionalism also has a more role. last but not least, the role of ngo in developing public opinion, particularly environmental ngos in the world.
saurlin
(tomorrow i have exam on this course..:)
the questions are, who was (is)to be blamed? who was/is benefited? who was/is the greatest users of energy in the world? who is making pollution? who are the producers of C02? ...the so called 'development of the world for hundred years' is really absurd, but the reality is about destroying the world for hundred years by economic activity of human being. that is, by then the THE ENVIRONMETAL CONSEQUENCES OF ECONOMIC ACTIVITIES IN QUESTION.
neo liberal views that it is an inevitable, as what Garret Hardin said as 'tragedy of the common". the common is coming to its extinction by the limitation of the world, private property, borders, and over population. the common property such as land, air, water willzou be in crisis. but, the is no an obvious solution in seeing the way out of the environmental degradation.
in this sense, the problem of environmental becomes politics.
Chasek (2006)tries to elaborate five elements shaping the global environmental politics as follows.
in terms of global politics, the veto power is arising; veto coalitions, blocking states, etc in terms of global negotiation on certain issues of environmental. then, the role of state actors is seen still in the position of powerful. then also power in terms of economic considered in the international negotiations. the regionalism also has a more role. last but not least, the role of ngo in developing public opinion, particularly environmental ngos in the world.
saurlin
(tomorrow i have exam on this course..:)
Sunday, June 15, 2008
4324 GEP course
global environmental politics
Is global capitalism sustainable? and its relation to biodiversity.
Yes and No, depends on where your position is.
Market Liberal says yes....the problem is the poverty, policy failure, and the local people/indigenous people-destroying the environmental...
and also institutionalism...lack of global commitment, a need of strong institution and cooperation between them..
biodiversity can be saved by protection of the national park...(?)
their opponents are
bioenvironmentalism..the problem is about population, antroposentrism, need more food and resources
and earth is exploited too much. protection on the environmental for the sake of environmental.
and
social green
the problem is about power in social relation. to save the environmental, firstly,
the human relation needs to be fixed, between exploiter and exploited.
the answer is empowerment of the local people.....
the way out, viewed by Politic of International relation:
by liberalism: economic growth in developing countries.
by realism: a need of hegemonic state to control the world
by neo-marxism: a need for equality between north and south.
...at least i have the portrait of them in my mind.
huhhhh....
saurlin
Is global capitalism sustainable? and its relation to biodiversity.
Yes and No, depends on where your position is.
Market Liberal says yes....the problem is the poverty, policy failure, and the local people/indigenous people-destroying the environmental...
and also institutionalism...lack of global commitment, a need of strong institution and cooperation between them..
biodiversity can be saved by protection of the national park...(?)
their opponents are
bioenvironmentalism..the problem is about population, antroposentrism, need more food and resources
and earth is exploited too much. protection on the environmental for the sake of environmental.
and
social green
the problem is about power in social relation. to save the environmental, firstly,
the human relation needs to be fixed, between exploiter and exploited.
the answer is empowerment of the local people.....
the way out, viewed by Politic of International relation:
by liberalism: economic growth in developing countries.
by realism: a need of hegemonic state to control the world
by neo-marxism: a need for equality between north and south.
...at least i have the portrait of them in my mind.
huhhhh....
saurlin
Monday, April 21, 2008
PPI oh PPI....
Salam kenal dik Saurlin,
Nama saya Tahir Pakuwibowo. Dalam email anda kepada sdr Heri Latief anda menulis "aku minta penjelasan dari mereka yg dulu aktif di ppi awal". Saya tidak merasa pasti apakah saya termasuk grup yang anda maksudkan sebagai orang yang "aktif di ppi awal". Tapi saya dulu aktif di PPI-Tjekoslowakia dan PPI se-Eropa pada dekade yang crucial, tahun 60:an.
Betapapun, saya akan mencoba membantu memberikan beberapa informasi yang saya ketahui tentang hal-hal yang merupakan pertanyaan bagi anda dan mungkin juga bagi banyak kawan-kawan dari generasi muda lainnya. Dalam email yang sama anda menulis: ” ada sesuatu yg salah dengan generasi pendiri dan penerus ppi ... tulisan ini sendiri mencari benang yang putus itu...kapan dimana dan oleh siapa ...”.
Saya rasa sulit sekali menjawab pertanyaan anda ”kapan dimana dan oleh siapa…” benang itu diputuskan? Walaupun pertanyaan ini menarik, tapi saya rasa tidak ada orang yang dengan sengaja secara aktif menetapkan, nah sekarang benang PPI ini akan saya putuskan? Tapi baiklah saya ceritakan sedikit pengalaman saya, mudah-mudahan sedikit membantu menjelaskan sebagian sejarah gerakan mahasiswa Indonesia diluar-negeri.
Pada tahun-tahun 50:an dan 60:an pemerintah Indonesia mengirimkan banyak sekali mahasiswa-mahasiswa keluar-negeri untuk menuntut ilmu, kebanyakan dalam rangka apa yang dinamakan ”pertukaran budaya” (cultural exchange). Kekecualiannya adalah Jepang. Yang dikirim kesana pada waktu itu kebanyakan didasarkan pada pampasan perang. Mahasiswa Indonesia kita temui di hampir semua negeri, baik dinegeri-negeri blok sosialis maupun kapitalis. Tujuannya saya rasa jelas, yaitu untuk mempercepat proses modernisasi Indonesia dengan kader-kader intelektuil didikan dalam maupun luar negeri, kira-kira seperti zaman Meiji di Jepang.
Saya sendiri kebetulan dikirim ke Tjekoslowakia (nama negerinya waktu itu) untuk belajar ekonomi bersama satu grup terdiri dari 30 mahasiswa dari macam-macam jurusan. Ketika kami sampai di Tjekoslowakia pada akhir 1960, sudah terdapat satu struktur organisasi yang bernama PPI dan juga apa yang dinamakan Badan Koordinasi PPI se-Eropa. Ternyata PPI ini terdapat ditiap negeri baik di Eropa Timur maupun Eropa Barat. PPI adalah mesin organisasi yang mepunyai tradisi dan berjalan baik. Yang menjadi pertanda khas dari PPI zaman saya adalah semangat dan dedikasi anggauta-anggautanya untuk menuntut ilmu diluar-negeri dan kemudian pulang kembali ketanah air untuk mengabdikan diri kepada tanah-airnya yang masih muda dan baru saja bebas dari kolonialisme. Paling tidak begitulah kesan yang saya dapatkan.
Tapi perlu dicamkan bahwa perkembangan PPI yang sehat dan kuat waktu itu tidak terjadi dalam vacuum, melainkan merupakan bagian dan pencerminan dari apa yang terjadi ditanah air. Indonesia waktu itu berada dalam era pimpinan Presiden Sukarno, proklamator Kemerdekaan, yang mempunyai visi besar tentang masa depan negeri ini. Dirasakan ditulang-sumsum bahwa Indonesia sedang bergerak menuju kearah sesuatu yang besar. Jangan dilupakan bahwa Indonesia mendapat respek didunia ketiga, dan ini tentu saja menambah kebanggaan dan kepercayaan diri mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Eropa. Fenomena yang sama sebetulnya lebih banyak lagi dapat dikatakan mengenai PPI di Belanda pada masa-masa perjuangan kemerdekaan. Roda sejarah yang bergerak menjelang kemerdekaan Indonesia tak bisa tidak akan menggugah setiap hati nurani putera-puteri Indonesia dan pada gilirannya mempengaruhi perkembangan dan kehidupan PPI pada masa itu.
Pada masa saya masih mahasiswa, diselenggarakan seminar dan konferensi PPI se-Eropah tiap dua tahun sekali dan yang terakhir dilansir pada bulan Agustus 1965 di Bukarest, Rumania. Seminar dan konferensi ini selalu merupakan peristiwa besar buat semua PPI dan diikuti oleh puluhan mahasiswa Indonesia baik dari Eropa Timur maupun Eropa Barat. Bahwasanya PPI dianggap penting juga oleh pemerintah Indonesia waktu itu, diperlihatkan oleh kenyataan bahwa pemerintah mengirimkan Ruslan Abdul Gani ke Konferensi Bukarest sebagai peninjau. Sebuah foto dari peristiwa itu bisa dilihat disini: http://pakuwibowo.multiply.com/photos/album/39/Student_Years#15
Kira-kira sebulan sesudah Konferensi Bukarest, meletuslah peristiwa G30S yang sangat tragis ditanah air dan merupakan suatu shock luar biasa buat siapapun. Akibatnya, PPI-PPI di Eropah terpecah menjadi dua, kelompok penyokong Sukarno yang anti Suharto dan anti pembantaian serta kelompok kedua yang menyokong kediktaturan militer. Sekitar tahun 1967, anggauta-anggauta PPI-kiri yang tidak mau dipaksa sumpah setia kepada jenderal Suharto dicabut paspor dan kewarganegaraannya oleh KBRI sehingga mereka menjadi stateless. PPI-kiri tetap exist sampai permulaan tahun 70:an dan terus melakukan perlawanan terhadap kejahatan rezim Suharto. Tapi akhirnya tidak terdapat lagi "mahasiswa kiri" sebagai kelompok, karena sebagian besar sudah menyelesaikan studinya. Jadi PPI-kiri kehilangan ”raison d´ etré”nya dan karena itu bubar. Bagaimana dengan kelanjutan PPI kanan saya kurang mengetahui.
Apakah rezim Suharto mempunyai visi? Menurut Aditjondro dalam bukunya ”Korupsi Kepresidenan”, ”visi” mereka adalah ”Oligarki berkaki tiga”, yaitu Istana, Tangsi dan Partai (Golkar). Sebagaimana kita semua ketahui, inspirasi yang mereka bisa berikan adalah KKN, memperkaya diri dan penyalah gunaan kekuasaan. Apakah pemerintah sekarang mempunyai visi? Saya tidak melihatnya. Indonesia kelihatannya sedang mengalami krisis kepemimpinan. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia masa kini kelihatannya tidak punya sama banyak semangat dan dedikasi berbakti seperti rekan-rekannya dimasa-masa dulu. Yang dominasi sekarang sayangnya adalah semangat individualisme. Kenbanyakan mahasiswa Indonesia diluar-negeri ongkos-ongkos belajarnya tidak dibayar pemerintah, tapi hasil usaha sendiri atau diongkosi orang tuanya. Mudah-mudahan saya keliru dalam hal ini, tapi kelihatannya kurang ada prasyarat obyektif untuk PPI yang hidup. Kepada rekan-rekan mahasiswa generasi baru dan PPI baru saya hanya bisa anjurkan agar tidak putus asa, teruskan perjuangan untuk demokrasi serta masyarakat adil-makmur, bangkitkan semangat berbakti kepada tanah air dan Rakyat kecil. Good Luck!
//Tahir
Nama saya Tahir Pakuwibowo. Dalam email anda kepada sdr Heri Latief anda menulis "aku minta penjelasan dari mereka yg dulu aktif di ppi awal". Saya tidak merasa pasti apakah saya termasuk grup yang anda maksudkan sebagai orang yang "aktif di ppi awal". Tapi saya dulu aktif di PPI-Tjekoslowakia dan PPI se-Eropa pada dekade yang crucial, tahun 60:an.
Betapapun, saya akan mencoba membantu memberikan beberapa informasi yang saya ketahui tentang hal-hal yang merupakan pertanyaan bagi anda dan mungkin juga bagi banyak kawan-kawan dari generasi muda lainnya. Dalam email yang sama anda menulis: ” ada sesuatu yg salah dengan generasi pendiri dan penerus ppi ... tulisan ini sendiri mencari benang yang putus itu...kapan dimana dan oleh siapa ...”.
Saya rasa sulit sekali menjawab pertanyaan anda ”kapan dimana dan oleh siapa…” benang itu diputuskan? Walaupun pertanyaan ini menarik, tapi saya rasa tidak ada orang yang dengan sengaja secara aktif menetapkan, nah sekarang benang PPI ini akan saya putuskan? Tapi baiklah saya ceritakan sedikit pengalaman saya, mudah-mudahan sedikit membantu menjelaskan sebagian sejarah gerakan mahasiswa Indonesia diluar-negeri.
Pada tahun-tahun 50:an dan 60:an pemerintah Indonesia mengirimkan banyak sekali mahasiswa-mahasiswa keluar-negeri untuk menuntut ilmu, kebanyakan dalam rangka apa yang dinamakan ”pertukaran budaya” (cultural exchange). Kekecualiannya adalah Jepang. Yang dikirim kesana pada waktu itu kebanyakan didasarkan pada pampasan perang. Mahasiswa Indonesia kita temui di hampir semua negeri, baik dinegeri-negeri blok sosialis maupun kapitalis. Tujuannya saya rasa jelas, yaitu untuk mempercepat proses modernisasi Indonesia dengan kader-kader intelektuil didikan dalam maupun luar negeri, kira-kira seperti zaman Meiji di Jepang.
Saya sendiri kebetulan dikirim ke Tjekoslowakia (nama negerinya waktu itu) untuk belajar ekonomi bersama satu grup terdiri dari 30 mahasiswa dari macam-macam jurusan. Ketika kami sampai di Tjekoslowakia pada akhir 1960, sudah terdapat satu struktur organisasi yang bernama PPI dan juga apa yang dinamakan Badan Koordinasi PPI se-Eropa. Ternyata PPI ini terdapat ditiap negeri baik di Eropa Timur maupun Eropa Barat. PPI adalah mesin organisasi yang mepunyai tradisi dan berjalan baik. Yang menjadi pertanda khas dari PPI zaman saya adalah semangat dan dedikasi anggauta-anggautanya untuk menuntut ilmu diluar-negeri dan kemudian pulang kembali ketanah air untuk mengabdikan diri kepada tanah-airnya yang masih muda dan baru saja bebas dari kolonialisme. Paling tidak begitulah kesan yang saya dapatkan.
Tapi perlu dicamkan bahwa perkembangan PPI yang sehat dan kuat waktu itu tidak terjadi dalam vacuum, melainkan merupakan bagian dan pencerminan dari apa yang terjadi ditanah air. Indonesia waktu itu berada dalam era pimpinan Presiden Sukarno, proklamator Kemerdekaan, yang mempunyai visi besar tentang masa depan negeri ini. Dirasakan ditulang-sumsum bahwa Indonesia sedang bergerak menuju kearah sesuatu yang besar. Jangan dilupakan bahwa Indonesia mendapat respek didunia ketiga, dan ini tentu saja menambah kebanggaan dan kepercayaan diri mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Eropa. Fenomena yang sama sebetulnya lebih banyak lagi dapat dikatakan mengenai PPI di Belanda pada masa-masa perjuangan kemerdekaan. Roda sejarah yang bergerak menjelang kemerdekaan Indonesia tak bisa tidak akan menggugah setiap hati nurani putera-puteri Indonesia dan pada gilirannya mempengaruhi perkembangan dan kehidupan PPI pada masa itu.
Pada masa saya masih mahasiswa, diselenggarakan seminar dan konferensi PPI se-Eropah tiap dua tahun sekali dan yang terakhir dilansir pada bulan Agustus 1965 di Bukarest, Rumania. Seminar dan konferensi ini selalu merupakan peristiwa besar buat semua PPI dan diikuti oleh puluhan mahasiswa Indonesia baik dari Eropa Timur maupun Eropa Barat. Bahwasanya PPI dianggap penting juga oleh pemerintah Indonesia waktu itu, diperlihatkan oleh kenyataan bahwa pemerintah mengirimkan Ruslan Abdul Gani ke Konferensi Bukarest sebagai peninjau. Sebuah foto dari peristiwa itu bisa dilihat disini: http://pakuwibowo.multiply.com/photos/album/39/Student_Years#15
Kira-kira sebulan sesudah Konferensi Bukarest, meletuslah peristiwa G30S yang sangat tragis ditanah air dan merupakan suatu shock luar biasa buat siapapun. Akibatnya, PPI-PPI di Eropah terpecah menjadi dua, kelompok penyokong Sukarno yang anti Suharto dan anti pembantaian serta kelompok kedua yang menyokong kediktaturan militer. Sekitar tahun 1967, anggauta-anggauta PPI-kiri yang tidak mau dipaksa sumpah setia kepada jenderal Suharto dicabut paspor dan kewarganegaraannya oleh KBRI sehingga mereka menjadi stateless. PPI-kiri tetap exist sampai permulaan tahun 70:an dan terus melakukan perlawanan terhadap kejahatan rezim Suharto. Tapi akhirnya tidak terdapat lagi "mahasiswa kiri" sebagai kelompok, karena sebagian besar sudah menyelesaikan studinya. Jadi PPI-kiri kehilangan ”raison d´ etré”nya dan karena itu bubar. Bagaimana dengan kelanjutan PPI kanan saya kurang mengetahui.
Apakah rezim Suharto mempunyai visi? Menurut Aditjondro dalam bukunya ”Korupsi Kepresidenan”, ”visi” mereka adalah ”Oligarki berkaki tiga”, yaitu Istana, Tangsi dan Partai (Golkar). Sebagaimana kita semua ketahui, inspirasi yang mereka bisa berikan adalah KKN, memperkaya diri dan penyalah gunaan kekuasaan. Apakah pemerintah sekarang mempunyai visi? Saya tidak melihatnya. Indonesia kelihatannya sedang mengalami krisis kepemimpinan. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia masa kini kelihatannya tidak punya sama banyak semangat dan dedikasi berbakti seperti rekan-rekannya dimasa-masa dulu. Yang dominasi sekarang sayangnya adalah semangat individualisme. Kenbanyakan mahasiswa Indonesia diluar-negeri ongkos-ongkos belajarnya tidak dibayar pemerintah, tapi hasil usaha sendiri atau diongkosi orang tuanya. Mudah-mudahan saya keliru dalam hal ini, tapi kelihatannya kurang ada prasyarat obyektif untuk PPI yang hidup. Kepada rekan-rekan mahasiswa generasi baru dan PPI baru saya hanya bisa anjurkan agar tidak putus asa, teruskan perjuangan untuk demokrasi serta masyarakat adil-makmur, bangkitkan semangat berbakti kepada tanah air dan Rakyat kecil. Good Luck!
//Tahir
Tuesday, April 15, 2008
read the capitalism, an ugly wild view
salah satu watak paling dasar kapitalisme adalah ekspansi.
tidak ada kapitalisme yang tidak melakukan ekspansi.
inilah dilema kapitalisme itu sendiri, ketidakmampuannya
untuk tidak melakukan ekspansi. dia akan mati jika tidak
melakukan ekspansi. kamus berhenti berekspansi adalah kematian bagi dirinya
tidak ada kamus istirahat sejenak.
ini seperti film SPEED yang dibintangi Keanu Reeves dan sandra bullock,
sebuah bus yang sedang melaju kencang yg didalamnya dipasang bom yg
akan aktif jika busnya dihentikan. berhenti adalah kematian.
so, era berhenti sejenak ini kapan terjadi? yg
akan berujung kepada kematiannya?
kapitalisme sebenarnya, sudah mulai capek. pengen berhenti sejenak,
tapi dipaksa tetap berjalan, karena semua pengambil kebijakan, ahli-ahli
penopang kapitalisme, mengerti benar, tidak ada kata berhenti sejenak..
ekspansi atau mati.
untuk melanggengkan paradigma yang sudah menua dan lanjut usia ini,
para penopangnya melakukan serangkaian operasi kosmetik; suntik sana suntik sini,
intervensi sana sini, supaya jangan sampai collaps, setidaknya memperpanjang
sedikit umur kematiannya.
itulah sebabnya, ada the ten commandments of washington consensus 1989
atau ada the post washington consensus 98. intinya, ngga penting rakyat
makan atau tidak, yang penting kapitalisme berjalan stabil. Uang adalah
inti dari stabilisasi kapitalisme ini. kontrol ( bahasa yang sangat bertentangan
dengan kapitalisme) atas uang, pun dilakukan untuk menjaga terus kesehatan
sang kakek tua.
umur kapitalisme, jika dirunut sejak industrialisasi, sudah sekitar 300 tahun, dari sekitar tahun 1700-an di mulai di inggris. apakah ini sudah cukup tua untuk umur sebuah IDEOLOGI?? tidak ada teori yang menjelaskan ini sampai sekarang. karl marx
mungkin kurang tepat meramalkan bahwa ideologi ini akan segera berakhir, melalui
selebaran 'gelap'nya di eropah bernama communist manifesto 1800-an: hantu gentayangan di eropah. kapitalisme terlalu muda untuk mati diumur 100 tahun.
tapi sebagai perbandingan,aku coba runut kebelakang, usia ideologi sebelum kapitalisme; feodalisme, kelahirannya, jika merujuk pada terbentuknya
kuasa manusia atas manusia, kepemilikan tanah dan budak..maka umurnya sekitar 3000 tahun. Nah..pertanyaannya, mungkinkah kapitalisme akan selama ini? atau akan lebih cepat?
yg pasti, dia akan berhenti dan digantikan oleh apa saja, bisa macam macam; sosialisme, atau bisa saja pemerintahan global otoritarian baru oleh militer
satu negara hegemonik..siapa tahu..inilah counter saya terhadap kematian sejarah, yang disebutkan oleh
kaum neo hegelian.
sebuah angan angan yang nakal.
kingkong.
tidak ada kapitalisme yang tidak melakukan ekspansi.
inilah dilema kapitalisme itu sendiri, ketidakmampuannya
untuk tidak melakukan ekspansi. dia akan mati jika tidak
melakukan ekspansi. kamus berhenti berekspansi adalah kematian bagi dirinya
tidak ada kamus istirahat sejenak.
ini seperti film SPEED yang dibintangi Keanu Reeves dan sandra bullock,
sebuah bus yang sedang melaju kencang yg didalamnya dipasang bom yg
akan aktif jika busnya dihentikan. berhenti adalah kematian.
so, era berhenti sejenak ini kapan terjadi? yg
akan berujung kepada kematiannya?
kapitalisme sebenarnya, sudah mulai capek. pengen berhenti sejenak,
tapi dipaksa tetap berjalan, karena semua pengambil kebijakan, ahli-ahli
penopang kapitalisme, mengerti benar, tidak ada kata berhenti sejenak..
ekspansi atau mati.
untuk melanggengkan paradigma yang sudah menua dan lanjut usia ini,
para penopangnya melakukan serangkaian operasi kosmetik; suntik sana suntik sini,
intervensi sana sini, supaya jangan sampai collaps, setidaknya memperpanjang
sedikit umur kematiannya.
itulah sebabnya, ada the ten commandments of washington consensus 1989
atau ada the post washington consensus 98. intinya, ngga penting rakyat
makan atau tidak, yang penting kapitalisme berjalan stabil. Uang adalah
inti dari stabilisasi kapitalisme ini. kontrol ( bahasa yang sangat bertentangan
dengan kapitalisme) atas uang, pun dilakukan untuk menjaga terus kesehatan
sang kakek tua.
umur kapitalisme, jika dirunut sejak industrialisasi, sudah sekitar 300 tahun, dari sekitar tahun 1700-an di mulai di inggris. apakah ini sudah cukup tua untuk umur sebuah IDEOLOGI?? tidak ada teori yang menjelaskan ini sampai sekarang. karl marx
mungkin kurang tepat meramalkan bahwa ideologi ini akan segera berakhir, melalui
selebaran 'gelap'nya di eropah bernama communist manifesto 1800-an: hantu gentayangan di eropah. kapitalisme terlalu muda untuk mati diumur 100 tahun.
tapi sebagai perbandingan,aku coba runut kebelakang, usia ideologi sebelum kapitalisme; feodalisme, kelahirannya, jika merujuk pada terbentuknya
kuasa manusia atas manusia, kepemilikan tanah dan budak..maka umurnya sekitar 3000 tahun. Nah..pertanyaannya, mungkinkah kapitalisme akan selama ini? atau akan lebih cepat?
yg pasti, dia akan berhenti dan digantikan oleh apa saja, bisa macam macam; sosialisme, atau bisa saja pemerintahan global otoritarian baru oleh militer
satu negara hegemonik..siapa tahu..inilah counter saya terhadap kematian sejarah, yang disebutkan oleh
kaum neo hegelian.
sebuah angan angan yang nakal.
kingkong.
Sunday, April 13, 2008
revolusi dan amputasi
revolusi adalah proses amputasi kelas. karena terjadinya puncak mal-fungsi dari sistem secara keseluruhan.
persoalannya siapa yang diamputasi dan oleh siapa. menurut marx yang diamputasi adalah kelas elit dalam suatu masyarakat, dan kemudian digantikan/diobati dengan kelas bawah untuk memimpin/ploretariat.
menurut gramsci, yang diamputasi adalah kelas elit, digantikan oleh kelas menengah, kaum intelektual organik, yang dalam berbagai hal berpihak kepada kelas bawah.
menurut teori neo liberal, yang diamputasi adalah kelas bawah, diamputasi oleh kelas elit, untuk melanggengkan kekuasaannya.
sedihnya, jenis bukan jenis yang pertama, bukan pula yang kedua,
tetapi proses amputasi jenis ketigalah
yang selalu terjadi di sebuah negeri katulistiwa itu.
setiap momentum revolusi, selalu mengamputasi rakyat untuk kelanggengan
elit.
april 13,08.
persoalannya siapa yang diamputasi dan oleh siapa. menurut marx yang diamputasi adalah kelas elit dalam suatu masyarakat, dan kemudian digantikan/diobati dengan kelas bawah untuk memimpin/ploretariat.
menurut gramsci, yang diamputasi adalah kelas elit, digantikan oleh kelas menengah, kaum intelektual organik, yang dalam berbagai hal berpihak kepada kelas bawah.
menurut teori neo liberal, yang diamputasi adalah kelas bawah, diamputasi oleh kelas elit, untuk melanggengkan kekuasaannya.
sedihnya, jenis bukan jenis yang pertama, bukan pula yang kedua,
tetapi proses amputasi jenis ketigalah
yang selalu terjadi di sebuah negeri katulistiwa itu.
setiap momentum revolusi, selalu mengamputasi rakyat untuk kelanggengan
elit.
april 13,08.
Saturday, March 22, 2008
Mengenang Siau Giok Tjhan
Tulisan dari salah satu milis,
memperingati seorang nasionalis Siauw Giok Tjhan,
ditulis oleh sahabatnya, Go Gien Tjwan...
Siauw Giok Tjhan, Sahabat-ku
Oleh: Go Gien Tjwan
Pada tanggal 20 November 1981, secara mendadak Siauw Giok Tjhan meninggal dunia, jauh dari tanah air yang ia cintai. Ia meninggal 30 menit sebelum memberi ceramah di dalam sebuah forum terbuka yang diselenggarakan oleh para mahasiswa sejarah dan para akhli Indonesia di Universitas Leiden.
Ceramah yang tidak sempat dipersembahkan Siauw berjudul: Kegagalan Demokrasi Parlementer di Indonesia. Ia tentunya bermaksud menceritakan pengalamannya sendiri sebagai seorang anggota lembaga legislatif Indonesia dari tahun 1946 hingga tahun 1966, di saat mana, demokrasi, walaupun demokrasi terpimpin, berakhir. Di dalam ceramah itu, Siauw bermaksud untuk mencanangkan optimisme-nya, bahwa kekuasaan militer di Indonesia tidak akan berhasil mengalahkan kekuatan rakyat yang menginginkan demokrasi dan pada akhirnya rakyat Indonesia akan menikmati alam demokratis.
Tempat wafatnya Siauw – di dekat salah satu gedung Universitas Leiden – merupakan tempat simbolis bersejarah. Karena di universitas inilah semangat perjuangan melawan rasisme yang dikembangkan oleh Nazi dimulai di negeri Belanda, ketika Rektor Cleveringa mengajak para kolega dan mahasiswa-nya untuk mogok sebagai tanda protes terhadap dikeluarkannya mahasiswa-mahasiswa Yahudi. Tempat itu simbolis, karena Siauw Giok Tjhan adalah seorang pemimpin karismatik di Indonesia yang dengan gigih melawan diskriminasi rasial yang ditujukan terhadap golongan Tionghoa.
Akan tetapi simbol tempat yang dimaksud di atas tidak lagi relevan bilamana kita bandingkan objektif perjuangan golongan Yahudi di Eropa dan golongan Tionghoa di Indonesia.
Pada akhir abad ke 19, seorang wartawan Austria bernama Theodor Herzl mendorong kelahiran gerakan Zionisme di Eropa, yang setelah perjuangan sengit selama lima dekade dan holocaust di era Nazi, berhasil mendirikan sebuah negara yang dinamakan Israel. Pada awal abad ke 20, orang Tionghoa di Indonesia tidak menginginkan hapusnya golongan mereka sebagai golongan terpisah. Mereka ingin memperbaiki posisi dan status mereka dengan jalan memperkuat posisi komunitas mereka dan membantu usaha memperkuat Tiongkok sehingga ia mampu mencegah penindasan terhadap golongan Tionghoa di luar Tiongkok.
Pada tahun 1934, wartawan muda Siauw Giok Tjhan, yang baru saja lulus dari HBS di Surabaya, memilih jalan lain. Ia masuk Partai Tionghoa Indonesia yang didirikan oleh Liem Koen Hian pada tahun 1932. Orang yang bergabung di dalam partai ini menganggap Indonesia sebagai tanah air mereka dan oleh karena itu, mereka mendukung perjuangan para pejuang nasionalis mencapai kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, partisipasi Siauw di dalam gerakan mencapai kemerdekaan di zaman kolonial Belanda itu masih berkaitan dengan jaringan komunitas peranakan Tionghoa yang tidak memiliki banyak persamaan dengan mereka yang berasal dari komunitas Tionghoa totok. Bahkan, dalam banyak hal, kedua komunitas itu saling bertolak belakang.
Sebagai editor harian Mata Hari yang menyalurkan aspirasi perjuangan mencapai Indonesia Merdeka dan yang pada masa peperangan Sino-Jepang bersikap anti Jepang, nama Siauw berada di dalam daftar orang yang harus ditahan oleh Jepang ketika mereka masuk dan menduduki Indonesia pada tahun 1942. Anehnya, Jepang membiarkan Siauw, yang berhasil meloloskan diri dari penangkapan di Semarang, hidup sebgai seorang pemilik toko eceran di kota Malang selama masa pendudukan Jepang. Di masa pendudukan Jepang itulah, Siauw berkesempatan untuk meninjau berbagai masalah politik dan memformulasi rencana perjuangan di saat perang dunia ke II berakhir. Pada waktu itu Siauw sudah melihat bahwa ada kemungkinan Indonesia menjadi negara yang merdeka, tetapi sebagai bagian dari “Kemakmuran Bersama” – Commonwealth Belanda dengan status “dominion”.
Di masa itulah, Siauw tampil pertama kalinya sebagai seorang pemimpin masyarakat yang cakap. Dengan menggunakan posisinya sebagai pemimpin Kebotai (semacam polisi Tionghoa) yang diciptakan oleh Jepang, Siauw menjalin hubungan erat dengan para pemimpin organisasi-organisa si para-militer Indonesia yang diciptakan oleh Jepang. Ia mengirakan bahwa organisasi-organisa si para-militer ini akan memainkan peranan penting setelah Jepang meninggalkan Indonesia.
Perkiraan Siauw ternyata tepat. Organisasi-organisa si perjuangan yang revolusioner pada tahun 1945 berasal dari organisasi-organisa si para-militer tersebut di atas. Dan, terjalinnya hubungan baik antara Siauw dan para pemimpin organisasi-organisa si pemuda ini menguntungkan posisi Siauw sendiri. Ia tampil sebagai seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang bisa diterima di Jawa Timur, karena ketika itu tidak banyak sosok Tionghoa yang memiliki pengalaman dalam berjuang.
Ia memperingatkan komunitas Tionghoa, baik yang peranakan maupun yang totok, bahwa kebahagiaan golongan Tionghoa di Indonesia hanya bisa dipastikan tercapai kalau mereka turut berpartisipasi dalam gerakan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada bulan Oktober 1945, ia mendirikan Angkatan Muda Tionghoa. Untuk membuktikan para pejuang Indonesia lainnya bahwa komunitas Tionghoa tidak berpeluk tangan, pada tanggal 9 November 1945, ia mengajak beberapa pemuda Tionghoa dari Malang untuk pergi ke medan pertempuran di Surabaya. Pada tanggal 10 November itu, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan, kelompok Malang itu menemui beberapa pemuda Tionghoa yang juga turut dalam barisan pemuda Indonesia.
Akan tetapi Siauw beranggapan bahwa berjuang untuk revolusi Indonesia sebagai kelompok terpisah adalah tindakan yang salah. Pada waktu itu, para mantan pemimpin PTI sudah memutuskan untuk tidak lagi mendirikan partai yang berasaskan suku atau golongan etnis di zaman kemerdekaan. Oleh karena itu, Siauw, pada tahun 1946, masuk Partai Sosialis, partai gabungan antara partai-partai yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Sjahrir.
Pada tahun 1946, Siauw diangkat sebagai anggota Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan antara tahun 1947 dan 1948, ia menjadi menteri negara dengan tugas khusus, memobilisasi potensi sosial dan ekonomi masyarakat Tionghoa dalam mendukung Republik yang baru terbentuk itu. Pada masa yang sama, Siauw turut dalam Inter-Asian Relations Conference yang diselenggarakan di New Delhi, India. Walaupun kehadirannya di KNIP terganggu dengan penahanannya sebagai akibat Peristiwa Madiun dan Serangan Belanda antara tahun 1948 dan 1949, Siauw tetap mempertahankan keanggotaan di Badan Pekerja KNIP. Setelah kedaulatan Indonesia diakui penuh pada tahun 1950, Siauw menjadi anggota DPR dan masuk ke dalam fraksi SKI (Serikat Kerakyatan Indonesia), yang terdiri dari tokoh-tokoh Batak.
Sumbangan penting Siauw di dalam sejarah Indonesia berkaitan dengan cara penyelesaian masalah minoritas Tionghoa yang ia canangkan. Ketika beberapa tokoh Tionghoa ingin mendirikan sebuah organisasi yang akan dinamakan Baperwatt (Badan Permusyawaratan Warga Turunan Tionghoa) pada tahun 1954, untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan Indonesia yang dihadapi golongan Tionghoa, ia diundang untuk membantu melahirkan organisasi ini.
Pengalamannya dalam bidang politik dan reputasi politiknya di dalam berbagai kancah politik menyebabkan ia memiliki kewibawaan politik yang tinggi. Oleh karena itu, dalam rapat pembentukan Baperwatt yang diselenggarakan pada tanggal 13 Maret 1954, Siauw berhasil meyakinkan para peserta rapat untuk mengubah rancangan anggaran dasar Baperwatt. Ia menyatakan bahwa penyelesaian masalah minoritas Tionghoa merupakan bagian dalam perwujudan nasion Indonesia.
Siauw juga menekankan bahwa banyak tokoh politik nasional ketika itu telah mengabaikan tugas sejarah – mewujudkan nasion Indonesia – yang penting ini. Karena mereka menaruh kepentingan partai dan pribadi di atas kepentingan membangun nasion Indonesia, mereka telah melanggar Undang-Undang Dasar yang menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban bagi semua Warga Negara Indonesia. Mereka menjalankan praktek-praktek diskriminasi rasial terhadap masyarakat Tionghoa yang banyak sudah menjadi WNI.
Menurut Siauw, kebijakan rasialistis ini harus dilawan dengan tindakan-tindakan positif dengan meyakinkan seluruh rakyat Indonesia bahwa di negara Indonesia, hanya ada satu bangsa, yaitu bangsa (nasion) Indonesia. Oleh karena itu, organisasi yang dibentuk, menurut Siauw, tidak bisa bernamakan Baperwatt, melainkan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia).
Untuk menunjukkan komitmen-nya, Siauw mendorong dipilihnya kawan lamanya, Sudarjo Tjokrosisworo, seorang wartawan kawakan dari golongan yang dinamakan “asli”, menjadi ketua Baperki cabang Jakarta Raya yang dibentuk pada tanggal 14 Maret 1954.
Akan tetapi, tindakan ini tidak menolong timbulnya persepsi masyarakat dan catatan dalam sejarah bahwa Baperki merupakan organisasi Tionghoa. Walaupun demikian, Siauw senantiasa menyatakan bahwa terpisahnya suku-suku dan golongan-golongan etnis di Indonesia itu adalah warisan kolonialisme dan Baperki mendorong terwujudnya integrasi politik dan sosial golongan Tionghoa di dalam tubuh nasion Indonesia dalam memperbaiki posisi rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Di dalam praktek politik Baperki menganjurkan agar unsur-unsur sosial dalam masyarakat peranakan berintegrasi, memasuki organisasi-organisa si mayoritas yang terbuka bagi semua warganegara sesuai dengan selera masing-masing. Hendaknya pemuda atau mahasiswa peranakan berintegrasi dengan pemuda atau mahasiswa mayoritas dalam satu organisasi; kaum buruh peranakan menjadi anggota-anggota serikat buruh mayoritas, kaum guru peranakan berintegrasi dalam PGRI, dan seterusnya.
Sikap ini ternyata dihargai oleh banyak tokoh nasionalis, termasuk Presiden Soekarno yang kemudian mendukung perjuangan Baperki.
Di bawah pimpinan Siauw Baperki berkembang sebagai organisasi yang mampu melindungi posisi massa-nya, masyarakat Tionghoa di Indonesia dalam bidang-bidang sosial, ekonomi dan politik. Baperki berkembang menjadi organisasi massa Tionghoa terbesar di dalam sejarah Indonesia. Kenyataan ini, yang terwujud karena dukungan Presiden Soekarno dan banyak tokoh kiri, terutama mereka yang berasal dari PKI, menyebabkan kehancuran Baperki dan banyak pemimpinnya ditangkap ketika kekuasaan pemerintahan jatuh ke tangan Jendral Soeharto pada tahun 1965-1966.
Sebagai seorang Marxist, Siauw Giok Tjhan sadar bahwa keberadaan diskriminasi rasial tidak diciptakan dalam situasi “kosong” (vacuum). Ia berkembang akibat adanya struktur ekonomi sosial peninggalan kolonialisme Belanda. Pada awal perkembangan Baperki, Siauw menyatakan harapannya agar segera tercipta iklim politik di dalam masyarakat Indonesia yang tidak memungkinkan berkembangnya diskriminasi rasial. Sebuah formulasi yang agak kabur, akan tetapi dapat diterima oleh banyak pimpinan politik pada masa itu. Setelah tahun 1959, terutama di dalam zaman Demokrasi Terpimpin, mengikuti irama dan slogan politik yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno, formulasi Siauw menjadi tegas. Perkataan “masyarakat” diubah menjadi “masayarakat sosialis”. Perkataan “integrasi” diubah menjadi “integrasi revolusioner” .
Oleh musuh-mush politik Baperki, terutama mereka yang mencanangkan konsep “assimilasi total”, pernyataan-pernyata an Baperki yang didasari oleh formulasi Soekarno ini, dianggap mengandung komunisme. Dengan sendirinya, musuh-musuh Soekarno, terutama banyak perwira Angkatan Darat mendukung kelompok yang menentang konsep “integrasi” dan mendukung konsep “asimilasi total”. Yang dimaksud dengan “assimilasi total” ternyata hanyalah digantinya nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama Indonesia dan hilangnya kebudayaan Tionghoa. Mereka tidak menganjurkan atau memaksakan pergantian agama ke Islam dan kawin campuran. Yang menjadi dasar program assimilasi itu sebenarnya adalah anti-komunisme dan karena itulah program itu diterima oleh sekelompok masayarakat pada ketika itu.
Dengan jatuhnya Soekarno dan dihancurkannya PKI dan partai-partai yang mendukung demokrasi, Baperki turut diserang oleh kelompok kanan.
Pimpinan Baperki menyadari bahwa corat-coret pada dinding-dinding kota sangat berbahaya sebab merupakan kampanye hasutan untuk melancarkan program anti-Tionghoa. Siauw Giok Tjhan, ketua umum Baperki mengajak saya berlobby kepada beberapa menteri yang kami rasa mempunyai simpati terhadap Baperki dan cukup luas pandangannya untuk mengerti betapa gawatnya situasi bagi orang Tionghoa. Diantara menteri yang kami kunjungi adalah Wakil Perdana Menteri I Subandrio.
Siauw menyatakan: “Saya ketua umum Baperki. Saya bertanggung jawab atas tindak tanduk Baperki. Saya minta sekarang ditangkap dan minta hakim membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan terhadap Baperki itu benar”. Subandrio hanya menjawab dalam bahasa Ngoko: “aku pahami bahwa kalian khawatir, tapi ketahuilah bahwa aku sendiri takut sebab tidak tahu apa dampak kejadian ini semua. Hanya satu yang kalian boleh tahu. Kalau aku berjumpa dengan Aidit akan kucaci-maki dia”.
Usaha Siauw untuk meredakan arus anti-Tionghoa gagal. Pada bulan November 1965, Siauw Giok Tjhan ditahan. Saya sebagai salah seorang pemimpin Baperki juga ditahan pada bulan yang sama.
Pada waktu saya meringkuk sebagai tahanan politik , lebih dulu di Kilidikus (Kompi Penyelidik Khusus) Lapangan Banteng, kemudian di penjara Salemba dari akhir 1965 sampai 1966, saya hanya satu kali diperiksa dalam rangka apa yang dinamakan penumpasan G30S.
Pemeriksaan itu yang dinamakan interogasi bagi saya merupakan pengalaman sejarah yang dengan gamblang membuktikan bahwa Orde Baru (Orba) diilhami oleh ideologi Nazi Jerman. Istiláh Orde Baru ternyata merupakan terjemahan konsepsi Hitler untuk mewujudkan Neuordnung Europas: Orde Baru Eropa.
Dalam interogasi itu kepada saya diberlakukan azas sebuah negara totaliter : pembalikan fakta dan adanya pelanggaran kaidah negara hukum bahwa penguasalah yang harus membuktikan bahwa seorang terdakwa telah melanggar hukum.
Saya ditanya apa sebab saya ditahan, bukan jaksa yang memberitahukan kepada saya mengapa saya ditahan. Jawab saya singkat: saya tidak tahu. Tanya jaksa: kalau begitu jawablah apa sebab Baperki dilarang oleh semua Pepelrada. Jawab saya: saya tidak tahu tapi saya bisa menerka. Kemudian sang jaksa menyetujui saya untuk bercerita sbb:
Dasar moral kaum Nazi untuk membasmi seluruh umat Yahudi bisa diketemukan dalam buku penyair resmi partai Nazi NSDAP, namanya Dietrich Eckart dan buku yang saya maksudkan berjudul : Der Bolschewismus von Moses bis Lenin, bolsyewisme (komunisme) - sedari nabi Musa sampai Lenin. Dalihnya berbunyi bahwa Yahudi dan komunis itu sinonim. Tidak peduli dia bankir raksasa bernama Rothschildt atau penyair termashur Heinrich Hein mereka komunis, sebab YAHUDI.
Sejalan dengan paham rasis ini sekarang di Indonesia sedang didalihkan bahwa karena RRT negara komunis maka semua orang Tionghoa adalah komunis dan pemimpin-pemimpin masyarakatnya - dalam hal ini terutama yang dari Baperki harus diamankan.
Betapa ganjil prasangka ras ini dapat dilihat dari cora-tcoret pada dinding-dinding kota Jakarta yang berbunyi: “Baperki cukong atau kasir PKI”, tapi sekaligus juga: “Baperki antek atau jongos PKI”. Saya simpulkan bahwa anti-semitisme Nazi sama dengan anti-sinicisme ORBA dengan satu kekecualian. Nazi Jerman dalam undang-undangnya dan pengumuman resmi tidak menggunakan istilah hina Saujude melainkan hanya Jude. Sedangkan oleh ORBA istilah hina Cina digunakan secara resmi, bukan Tionghoa.
Siauw dibebaskan pada bulan Mei 1978 tanpa prose pengadilan apapun. Kartu Penduduknya dibubuhi tanda ET (Eks Tapol). Pada bulan September 1978, ia pergi ke negeri Belanda untuk berobat. Penderitaan di penjara yang berkepanjangan telah mengakibatkan satu matanya buta, satu matanya yang lain hanya memiliki visi 70% dan ia memiliki sakit jantung yang cukup parah.
Pada waktu ia wafat, kelompok yang mendukung assimilasi kelihatannya menang di atas angin. Akan tetapi, kelompok ini ternyata gagal melahirkan tokoh berkaliber Siauw Giok Tjhan yang memiliki visi politik yang luas dan besar. Memang, di zaman Orde Baru yang diciptakan Soeharto, tidak akan mungkin tumbuh pemimpin berkaliber Siauw Giok Tjhan. Yang mungkin tumbuh adalah cukong-cukong yang menjadi kronies pimpinan Orde Baru.
Perjuangan Siauw untuk terwujudnya nasion Indonesia yang ia selalu katakan sebagai nasion yang tidak mengenal diskriminasi rasial dan terwujudnya masyarakat di mana setiap orang bebas dari rasa takut di anak-tirikan, adalah perjuangan, yang menurut Siauw sendiri, memerlukan waktu panjang. Keyakinan ini, yang ia dengan teguh pertahankan hingga detik terakhir dalam hidupnya, membuat Siauw seorang “nation-builder” yang gugur sebagai seorang patriot Indonesia. Ia adalah seorang sosialis yang ingin membawa golongannya berintegrasi ke dalam tubuh nasion Indonesia tanpa menanggalkan kebudayaannya.
memperingati seorang nasionalis Siauw Giok Tjhan,
ditulis oleh sahabatnya, Go Gien Tjwan...
Siauw Giok Tjhan, Sahabat-ku
Oleh: Go Gien Tjwan
Pada tanggal 20 November 1981, secara mendadak Siauw Giok Tjhan meninggal dunia, jauh dari tanah air yang ia cintai. Ia meninggal 30 menit sebelum memberi ceramah di dalam sebuah forum terbuka yang diselenggarakan oleh para mahasiswa sejarah dan para akhli Indonesia di Universitas Leiden.
Ceramah yang tidak sempat dipersembahkan Siauw berjudul: Kegagalan Demokrasi Parlementer di Indonesia. Ia tentunya bermaksud menceritakan pengalamannya sendiri sebagai seorang anggota lembaga legislatif Indonesia dari tahun 1946 hingga tahun 1966, di saat mana, demokrasi, walaupun demokrasi terpimpin, berakhir. Di dalam ceramah itu, Siauw bermaksud untuk mencanangkan optimisme-nya, bahwa kekuasaan militer di Indonesia tidak akan berhasil mengalahkan kekuatan rakyat yang menginginkan demokrasi dan pada akhirnya rakyat Indonesia akan menikmati alam demokratis.
Tempat wafatnya Siauw – di dekat salah satu gedung Universitas Leiden – merupakan tempat simbolis bersejarah. Karena di universitas inilah semangat perjuangan melawan rasisme yang dikembangkan oleh Nazi dimulai di negeri Belanda, ketika Rektor Cleveringa mengajak para kolega dan mahasiswa-nya untuk mogok sebagai tanda protes terhadap dikeluarkannya mahasiswa-mahasiswa Yahudi. Tempat itu simbolis, karena Siauw Giok Tjhan adalah seorang pemimpin karismatik di Indonesia yang dengan gigih melawan diskriminasi rasial yang ditujukan terhadap golongan Tionghoa.
Akan tetapi simbol tempat yang dimaksud di atas tidak lagi relevan bilamana kita bandingkan objektif perjuangan golongan Yahudi di Eropa dan golongan Tionghoa di Indonesia.
Pada akhir abad ke 19, seorang wartawan Austria bernama Theodor Herzl mendorong kelahiran gerakan Zionisme di Eropa, yang setelah perjuangan sengit selama lima dekade dan holocaust di era Nazi, berhasil mendirikan sebuah negara yang dinamakan Israel. Pada awal abad ke 20, orang Tionghoa di Indonesia tidak menginginkan hapusnya golongan mereka sebagai golongan terpisah. Mereka ingin memperbaiki posisi dan status mereka dengan jalan memperkuat posisi komunitas mereka dan membantu usaha memperkuat Tiongkok sehingga ia mampu mencegah penindasan terhadap golongan Tionghoa di luar Tiongkok.
Pada tahun 1934, wartawan muda Siauw Giok Tjhan, yang baru saja lulus dari HBS di Surabaya, memilih jalan lain. Ia masuk Partai Tionghoa Indonesia yang didirikan oleh Liem Koen Hian pada tahun 1932. Orang yang bergabung di dalam partai ini menganggap Indonesia sebagai tanah air mereka dan oleh karena itu, mereka mendukung perjuangan para pejuang nasionalis mencapai kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, partisipasi Siauw di dalam gerakan mencapai kemerdekaan di zaman kolonial Belanda itu masih berkaitan dengan jaringan komunitas peranakan Tionghoa yang tidak memiliki banyak persamaan dengan mereka yang berasal dari komunitas Tionghoa totok. Bahkan, dalam banyak hal, kedua komunitas itu saling bertolak belakang.
Sebagai editor harian Mata Hari yang menyalurkan aspirasi perjuangan mencapai Indonesia Merdeka dan yang pada masa peperangan Sino-Jepang bersikap anti Jepang, nama Siauw berada di dalam daftar orang yang harus ditahan oleh Jepang ketika mereka masuk dan menduduki Indonesia pada tahun 1942. Anehnya, Jepang membiarkan Siauw, yang berhasil meloloskan diri dari penangkapan di Semarang, hidup sebgai seorang pemilik toko eceran di kota Malang selama masa pendudukan Jepang. Di masa pendudukan Jepang itulah, Siauw berkesempatan untuk meninjau berbagai masalah politik dan memformulasi rencana perjuangan di saat perang dunia ke II berakhir. Pada waktu itu Siauw sudah melihat bahwa ada kemungkinan Indonesia menjadi negara yang merdeka, tetapi sebagai bagian dari “Kemakmuran Bersama” – Commonwealth Belanda dengan status “dominion”.
Di masa itulah, Siauw tampil pertama kalinya sebagai seorang pemimpin masyarakat yang cakap. Dengan menggunakan posisinya sebagai pemimpin Kebotai (semacam polisi Tionghoa) yang diciptakan oleh Jepang, Siauw menjalin hubungan erat dengan para pemimpin organisasi-organisa si para-militer Indonesia yang diciptakan oleh Jepang. Ia mengirakan bahwa organisasi-organisa si para-militer ini akan memainkan peranan penting setelah Jepang meninggalkan Indonesia.
Perkiraan Siauw ternyata tepat. Organisasi-organisa si perjuangan yang revolusioner pada tahun 1945 berasal dari organisasi-organisa si para-militer tersebut di atas. Dan, terjalinnya hubungan baik antara Siauw dan para pemimpin organisasi-organisa si pemuda ini menguntungkan posisi Siauw sendiri. Ia tampil sebagai seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang bisa diterima di Jawa Timur, karena ketika itu tidak banyak sosok Tionghoa yang memiliki pengalaman dalam berjuang.
Ia memperingatkan komunitas Tionghoa, baik yang peranakan maupun yang totok, bahwa kebahagiaan golongan Tionghoa di Indonesia hanya bisa dipastikan tercapai kalau mereka turut berpartisipasi dalam gerakan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada bulan Oktober 1945, ia mendirikan Angkatan Muda Tionghoa. Untuk membuktikan para pejuang Indonesia lainnya bahwa komunitas Tionghoa tidak berpeluk tangan, pada tanggal 9 November 1945, ia mengajak beberapa pemuda Tionghoa dari Malang untuk pergi ke medan pertempuran di Surabaya. Pada tanggal 10 November itu, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan, kelompok Malang itu menemui beberapa pemuda Tionghoa yang juga turut dalam barisan pemuda Indonesia.
Akan tetapi Siauw beranggapan bahwa berjuang untuk revolusi Indonesia sebagai kelompok terpisah adalah tindakan yang salah. Pada waktu itu, para mantan pemimpin PTI sudah memutuskan untuk tidak lagi mendirikan partai yang berasaskan suku atau golongan etnis di zaman kemerdekaan. Oleh karena itu, Siauw, pada tahun 1946, masuk Partai Sosialis, partai gabungan antara partai-partai yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Sjahrir.
Pada tahun 1946, Siauw diangkat sebagai anggota Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan antara tahun 1947 dan 1948, ia menjadi menteri negara dengan tugas khusus, memobilisasi potensi sosial dan ekonomi masyarakat Tionghoa dalam mendukung Republik yang baru terbentuk itu. Pada masa yang sama, Siauw turut dalam Inter-Asian Relations Conference yang diselenggarakan di New Delhi, India. Walaupun kehadirannya di KNIP terganggu dengan penahanannya sebagai akibat Peristiwa Madiun dan Serangan Belanda antara tahun 1948 dan 1949, Siauw tetap mempertahankan keanggotaan di Badan Pekerja KNIP. Setelah kedaulatan Indonesia diakui penuh pada tahun 1950, Siauw menjadi anggota DPR dan masuk ke dalam fraksi SKI (Serikat Kerakyatan Indonesia), yang terdiri dari tokoh-tokoh Batak.
Sumbangan penting Siauw di dalam sejarah Indonesia berkaitan dengan cara penyelesaian masalah minoritas Tionghoa yang ia canangkan. Ketika beberapa tokoh Tionghoa ingin mendirikan sebuah organisasi yang akan dinamakan Baperwatt (Badan Permusyawaratan Warga Turunan Tionghoa) pada tahun 1954, untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan Indonesia yang dihadapi golongan Tionghoa, ia diundang untuk membantu melahirkan organisasi ini.
Pengalamannya dalam bidang politik dan reputasi politiknya di dalam berbagai kancah politik menyebabkan ia memiliki kewibawaan politik yang tinggi. Oleh karena itu, dalam rapat pembentukan Baperwatt yang diselenggarakan pada tanggal 13 Maret 1954, Siauw berhasil meyakinkan para peserta rapat untuk mengubah rancangan anggaran dasar Baperwatt. Ia menyatakan bahwa penyelesaian masalah minoritas Tionghoa merupakan bagian dalam perwujudan nasion Indonesia.
Siauw juga menekankan bahwa banyak tokoh politik nasional ketika itu telah mengabaikan tugas sejarah – mewujudkan nasion Indonesia – yang penting ini. Karena mereka menaruh kepentingan partai dan pribadi di atas kepentingan membangun nasion Indonesia, mereka telah melanggar Undang-Undang Dasar yang menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban bagi semua Warga Negara Indonesia. Mereka menjalankan praktek-praktek diskriminasi rasial terhadap masyarakat Tionghoa yang banyak sudah menjadi WNI.
Menurut Siauw, kebijakan rasialistis ini harus dilawan dengan tindakan-tindakan positif dengan meyakinkan seluruh rakyat Indonesia bahwa di negara Indonesia, hanya ada satu bangsa, yaitu bangsa (nasion) Indonesia. Oleh karena itu, organisasi yang dibentuk, menurut Siauw, tidak bisa bernamakan Baperwatt, melainkan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia).
Untuk menunjukkan komitmen-nya, Siauw mendorong dipilihnya kawan lamanya, Sudarjo Tjokrosisworo, seorang wartawan kawakan dari golongan yang dinamakan “asli”, menjadi ketua Baperki cabang Jakarta Raya yang dibentuk pada tanggal 14 Maret 1954.
Akan tetapi, tindakan ini tidak menolong timbulnya persepsi masyarakat dan catatan dalam sejarah bahwa Baperki merupakan organisasi Tionghoa. Walaupun demikian, Siauw senantiasa menyatakan bahwa terpisahnya suku-suku dan golongan-golongan etnis di Indonesia itu adalah warisan kolonialisme dan Baperki mendorong terwujudnya integrasi politik dan sosial golongan Tionghoa di dalam tubuh nasion Indonesia dalam memperbaiki posisi rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Di dalam praktek politik Baperki menganjurkan agar unsur-unsur sosial dalam masyarakat peranakan berintegrasi, memasuki organisasi-organisa si mayoritas yang terbuka bagi semua warganegara sesuai dengan selera masing-masing. Hendaknya pemuda atau mahasiswa peranakan berintegrasi dengan pemuda atau mahasiswa mayoritas dalam satu organisasi; kaum buruh peranakan menjadi anggota-anggota serikat buruh mayoritas, kaum guru peranakan berintegrasi dalam PGRI, dan seterusnya.
Sikap ini ternyata dihargai oleh banyak tokoh nasionalis, termasuk Presiden Soekarno yang kemudian mendukung perjuangan Baperki.
Di bawah pimpinan Siauw Baperki berkembang sebagai organisasi yang mampu melindungi posisi massa-nya, masyarakat Tionghoa di Indonesia dalam bidang-bidang sosial, ekonomi dan politik. Baperki berkembang menjadi organisasi massa Tionghoa terbesar di dalam sejarah Indonesia. Kenyataan ini, yang terwujud karena dukungan Presiden Soekarno dan banyak tokoh kiri, terutama mereka yang berasal dari PKI, menyebabkan kehancuran Baperki dan banyak pemimpinnya ditangkap ketika kekuasaan pemerintahan jatuh ke tangan Jendral Soeharto pada tahun 1965-1966.
Sebagai seorang Marxist, Siauw Giok Tjhan sadar bahwa keberadaan diskriminasi rasial tidak diciptakan dalam situasi “kosong” (vacuum). Ia berkembang akibat adanya struktur ekonomi sosial peninggalan kolonialisme Belanda. Pada awal perkembangan Baperki, Siauw menyatakan harapannya agar segera tercipta iklim politik di dalam masyarakat Indonesia yang tidak memungkinkan berkembangnya diskriminasi rasial. Sebuah formulasi yang agak kabur, akan tetapi dapat diterima oleh banyak pimpinan politik pada masa itu. Setelah tahun 1959, terutama di dalam zaman Demokrasi Terpimpin, mengikuti irama dan slogan politik yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno, formulasi Siauw menjadi tegas. Perkataan “masyarakat” diubah menjadi “masayarakat sosialis”. Perkataan “integrasi” diubah menjadi “integrasi revolusioner” .
Oleh musuh-mush politik Baperki, terutama mereka yang mencanangkan konsep “assimilasi total”, pernyataan-pernyata an Baperki yang didasari oleh formulasi Soekarno ini, dianggap mengandung komunisme. Dengan sendirinya, musuh-musuh Soekarno, terutama banyak perwira Angkatan Darat mendukung kelompok yang menentang konsep “integrasi” dan mendukung konsep “asimilasi total”. Yang dimaksud dengan “assimilasi total” ternyata hanyalah digantinya nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama Indonesia dan hilangnya kebudayaan Tionghoa. Mereka tidak menganjurkan atau memaksakan pergantian agama ke Islam dan kawin campuran. Yang menjadi dasar program assimilasi itu sebenarnya adalah anti-komunisme dan karena itulah program itu diterima oleh sekelompok masayarakat pada ketika itu.
Dengan jatuhnya Soekarno dan dihancurkannya PKI dan partai-partai yang mendukung demokrasi, Baperki turut diserang oleh kelompok kanan.
Pimpinan Baperki menyadari bahwa corat-coret pada dinding-dinding kota sangat berbahaya sebab merupakan kampanye hasutan untuk melancarkan program anti-Tionghoa. Siauw Giok Tjhan, ketua umum Baperki mengajak saya berlobby kepada beberapa menteri yang kami rasa mempunyai simpati terhadap Baperki dan cukup luas pandangannya untuk mengerti betapa gawatnya situasi bagi orang Tionghoa. Diantara menteri yang kami kunjungi adalah Wakil Perdana Menteri I Subandrio.
Siauw menyatakan: “Saya ketua umum Baperki. Saya bertanggung jawab atas tindak tanduk Baperki. Saya minta sekarang ditangkap dan minta hakim membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan terhadap Baperki itu benar”. Subandrio hanya menjawab dalam bahasa Ngoko: “aku pahami bahwa kalian khawatir, tapi ketahuilah bahwa aku sendiri takut sebab tidak tahu apa dampak kejadian ini semua. Hanya satu yang kalian boleh tahu. Kalau aku berjumpa dengan Aidit akan kucaci-maki dia”.
Usaha Siauw untuk meredakan arus anti-Tionghoa gagal. Pada bulan November 1965, Siauw Giok Tjhan ditahan. Saya sebagai salah seorang pemimpin Baperki juga ditahan pada bulan yang sama.
Pada waktu saya meringkuk sebagai tahanan politik , lebih dulu di Kilidikus (Kompi Penyelidik Khusus) Lapangan Banteng, kemudian di penjara Salemba dari akhir 1965 sampai 1966, saya hanya satu kali diperiksa dalam rangka apa yang dinamakan penumpasan G30S.
Pemeriksaan itu yang dinamakan interogasi bagi saya merupakan pengalaman sejarah yang dengan gamblang membuktikan bahwa Orde Baru (Orba) diilhami oleh ideologi Nazi Jerman. Istiláh Orde Baru ternyata merupakan terjemahan konsepsi Hitler untuk mewujudkan Neuordnung Europas: Orde Baru Eropa.
Dalam interogasi itu kepada saya diberlakukan azas sebuah negara totaliter : pembalikan fakta dan adanya pelanggaran kaidah negara hukum bahwa penguasalah yang harus membuktikan bahwa seorang terdakwa telah melanggar hukum.
Saya ditanya apa sebab saya ditahan, bukan jaksa yang memberitahukan kepada saya mengapa saya ditahan. Jawab saya singkat: saya tidak tahu. Tanya jaksa: kalau begitu jawablah apa sebab Baperki dilarang oleh semua Pepelrada. Jawab saya: saya tidak tahu tapi saya bisa menerka. Kemudian sang jaksa menyetujui saya untuk bercerita sbb:
Dasar moral kaum Nazi untuk membasmi seluruh umat Yahudi bisa diketemukan dalam buku penyair resmi partai Nazi NSDAP, namanya Dietrich Eckart dan buku yang saya maksudkan berjudul : Der Bolschewismus von Moses bis Lenin, bolsyewisme (komunisme) - sedari nabi Musa sampai Lenin. Dalihnya berbunyi bahwa Yahudi dan komunis itu sinonim. Tidak peduli dia bankir raksasa bernama Rothschildt atau penyair termashur Heinrich Hein mereka komunis, sebab YAHUDI.
Sejalan dengan paham rasis ini sekarang di Indonesia sedang didalihkan bahwa karena RRT negara komunis maka semua orang Tionghoa adalah komunis dan pemimpin-pemimpin masyarakatnya - dalam hal ini terutama yang dari Baperki harus diamankan.
Betapa ganjil prasangka ras ini dapat dilihat dari cora-tcoret pada dinding-dinding kota Jakarta yang berbunyi: “Baperki cukong atau kasir PKI”, tapi sekaligus juga: “Baperki antek atau jongos PKI”. Saya simpulkan bahwa anti-semitisme Nazi sama dengan anti-sinicisme ORBA dengan satu kekecualian. Nazi Jerman dalam undang-undangnya dan pengumuman resmi tidak menggunakan istilah hina Saujude melainkan hanya Jude. Sedangkan oleh ORBA istilah hina Cina digunakan secara resmi, bukan Tionghoa.
Siauw dibebaskan pada bulan Mei 1978 tanpa prose pengadilan apapun. Kartu Penduduknya dibubuhi tanda ET (Eks Tapol). Pada bulan September 1978, ia pergi ke negeri Belanda untuk berobat. Penderitaan di penjara yang berkepanjangan telah mengakibatkan satu matanya buta, satu matanya yang lain hanya memiliki visi 70% dan ia memiliki sakit jantung yang cukup parah.
Pada waktu ia wafat, kelompok yang mendukung assimilasi kelihatannya menang di atas angin. Akan tetapi, kelompok ini ternyata gagal melahirkan tokoh berkaliber Siauw Giok Tjhan yang memiliki visi politik yang luas dan besar. Memang, di zaman Orde Baru yang diciptakan Soeharto, tidak akan mungkin tumbuh pemimpin berkaliber Siauw Giok Tjhan. Yang mungkin tumbuh adalah cukong-cukong yang menjadi kronies pimpinan Orde Baru.
Perjuangan Siauw untuk terwujudnya nasion Indonesia yang ia selalu katakan sebagai nasion yang tidak mengenal diskriminasi rasial dan terwujudnya masyarakat di mana setiap orang bebas dari rasa takut di anak-tirikan, adalah perjuangan, yang menurut Siauw sendiri, memerlukan waktu panjang. Keyakinan ini, yang ia dengan teguh pertahankan hingga detik terakhir dalam hidupnya, membuat Siauw seorang “nation-builder” yang gugur sebagai seorang patriot Indonesia. Ia adalah seorang sosialis yang ingin membawa golongannya berintegrasi ke dalam tubuh nasion Indonesia tanpa menanggalkan kebudayaannya.
Monday, March 10, 2008
reminder for project on May - Dec 08
i found that what i have done
is not what i have planned yester year.
i am strugglin with my very heavy study
load which is never thought before.
actually my plannin was
to write all of my experiences in
the more theoretical or conceptual ways as long my study period.
ok, but i still committ in doing that next month.
this month, hopefully, i will finish the hardest part
of the study. april next month i will attend the
last term, besides doing my research.
seems it will be less heavy than before..
what i want to write will be about 6 month staying in simalungun, 10 years ago..
studying in university, building student movemnt, social movement in indonesia, workin in ngo, north sumatera maping in term of social and political map, west coast and east coast, developmnt model in indonesia,
and writing someting related to credo in my life...childhood..family..progress..and my option and position to certain thoughts.
hopefully will be reached.
kingkong, march 10,08.
...thts sucks..tommorrow i have a presentation in class..!!!
is not what i have planned yester year.
i am strugglin with my very heavy study
load which is never thought before.
actually my plannin was
to write all of my experiences in
the more theoretical or conceptual ways as long my study period.
ok, but i still committ in doing that next month.
this month, hopefully, i will finish the hardest part
of the study. april next month i will attend the
last term, besides doing my research.
seems it will be less heavy than before..
what i want to write will be about 6 month staying in simalungun, 10 years ago..
studying in university, building student movemnt, social movement in indonesia, workin in ngo, north sumatera maping in term of social and political map, west coast and east coast, developmnt model in indonesia,
and writing someting related to credo in my life...childhood..family..progress..and my option and position to certain thoughts.
hopefully will be reached.
kingkong, march 10,08.
...thts sucks..tommorrow i have a presentation in class..!!!
Saturday, March 08, 2008
Denial
hari ini aku membaca sekilas sebuah buku
yg bagus, judulnya, states of denial, knowing about
atrocities and suffering (bisa diterjemahkan
kira-kira: teori Pengingkaran: mengetahui kebiadaban
dan penderitaan). ditulis oleh stan cohen.
sederhananya, teori denial ini berfokus pada
beberapa jenis pengingkaran:
-tidak tahu dengan kenyataan (karena berbagai
keterbatasan informasi dan pengetahuan),
-pura-pura tidak tahu dengan kenyataan, dan
-konspirasi untuk menutup kenyataan.
kenyataan yang dia maksud, dia jelaskan seperti
kelaparan, genosida, berita-berita kekerasan/kematian
di televisi/koran setiap hari, kejahatan konspiratif,
dll yang terhadi sehari-hari di berbagai tempat saat
ini.
beberapa bentuk denial dia jelaskan
-literal: "oh itu ngga benar, berita2 itu bohong..
-interpretatif denial: "oh mungkin itu benar, tapi
tidak seperti yang kamu ceritakan, kamu membesar2kan.
-implikatori denial: " oh iya, itu benar terjadi,
tetapi so what? apa urusannya dengan saya? cape deh..
denial juga bisa berbentuk personal ( ketidakmampuan
menerima kenyataan, sehingga menganggap dan berusaha
menyakinkan dirinya, bahwa kenyataan itu tidak pernah
ada), dan berbentuk kollektif didukung oleh text,
pengetahuan, dan kadang kekuasaan, jadi secara
kollektif berfikir yah, memang hidup ini indah,
baik-baik,enak...kelaparan itu ngga eksis, kehancuran
hutan itu ngga benar, perubahan iklim itu cuma
hayalan,,nikmatilah hidup ini....
kesimpulan
dalam berbagai hal, saya setuju dengan Cohen,
sedikit curhat, gimana aku studi ttg pembangunan
di dunia ketiga lintas disiplin, agak megaloman
memang, menjelajahi
negara-negara selatan, kata lain utk
afrika,india,asia,amerika latin, dan melihat apa yg
Cohen sebut sebagai 'kenyataan' itu.
situasinya sebenarnya jauh lebih "angker" dari yang
ku bayangkan sebelumnya.
jika di indonesia dulu sudah berfikir bahwa,
benar dunia ini sudah rusak parah, tapi masih
punya waktu untuk memperbaikinya, kalau sekarang,
aku sedang mempertanyakan, masih ada ngga waktu
untuk memperbaiki keparahan ini? sekedar informasi,
beberapa intelektual ngobrol, jika dalam hitungan2
tahun, hitungan penyelamatan bumi tinggal sekitar
20 tahunan saja!!! bayangkan ( 20 th lagi aku
masih berumur 50, mungkin masih hidup, jadi punya
kesempatan melihatnya..,), jika beberapa profesor
sudah begitu, apalagi aku?? terkadang berfikir begitu.
ngga bisa lagi bilang, oh, dunia ini indah,
menyenangkan, sesekali liburan ke bali, ke danau toba
na uli, ke bogor, keberastagi.., sesekali memancing
ikan di sungai..
aku pikir, bentuk -bentuk pengingkaran dan ketidak
tahuan, serta pura pura tidak tahu dengan realitas ini
menjangkiti banyak orang....
ngga tahu untuk apa duit dikumpuli setinggi langit,
tiap hari kerangka besi bangunan pencakar langit
ditanam kebumi, sembari dilain tempat pohon-pohon
dicabuti sampai ke akar2nya, limbah terus mengotori
laut, udara, dan sungai..untuk apa???
ini kedengarannya romantisisme seorang yang akil
balik,
hei, anak muda, berhentilah dengan romantisismemu itu,
pikirkan lah perutmu, keluargamu, tabunganmu...
saurlin, the hague.
yg bagus, judulnya, states of denial, knowing about
atrocities and suffering (bisa diterjemahkan
kira-kira: teori Pengingkaran: mengetahui kebiadaban
dan penderitaan). ditulis oleh stan cohen.
sederhananya, teori denial ini berfokus pada
beberapa jenis pengingkaran:
-tidak tahu dengan kenyataan (karena berbagai
keterbatasan informasi dan pengetahuan),
-pura-pura tidak tahu dengan kenyataan, dan
-konspirasi untuk menutup kenyataan.
kenyataan yang dia maksud, dia jelaskan seperti
kelaparan, genosida, berita-berita kekerasan/kematian
di televisi/koran setiap hari, kejahatan konspiratif,
dll yang terhadi sehari-hari di berbagai tempat saat
ini.
beberapa bentuk denial dia jelaskan
-literal: "oh itu ngga benar, berita2 itu bohong..
-interpretatif denial: "oh mungkin itu benar, tapi
tidak seperti yang kamu ceritakan, kamu membesar2kan.
-implikatori denial: " oh iya, itu benar terjadi,
tetapi so what? apa urusannya dengan saya? cape deh..
denial juga bisa berbentuk personal ( ketidakmampuan
menerima kenyataan, sehingga menganggap dan berusaha
menyakinkan dirinya, bahwa kenyataan itu tidak pernah
ada), dan berbentuk kollektif didukung oleh text,
pengetahuan, dan kadang kekuasaan, jadi secara
kollektif berfikir yah, memang hidup ini indah,
baik-baik,enak...kelaparan itu ngga eksis, kehancuran
hutan itu ngga benar, perubahan iklim itu cuma
hayalan,,nikmatilah hidup ini....
kesimpulan
dalam berbagai hal, saya setuju dengan Cohen,
sedikit curhat, gimana aku studi ttg pembangunan
di dunia ketiga lintas disiplin, agak megaloman
memang, menjelajahi
negara-negara selatan, kata lain utk
afrika,india,asia,amerika latin, dan melihat apa yg
Cohen sebut sebagai 'kenyataan' itu.
situasinya sebenarnya jauh lebih "angker" dari yang
ku bayangkan sebelumnya.
jika di indonesia dulu sudah berfikir bahwa,
benar dunia ini sudah rusak parah, tapi masih
punya waktu untuk memperbaikinya, kalau sekarang,
aku sedang mempertanyakan, masih ada ngga waktu
untuk memperbaiki keparahan ini? sekedar informasi,
beberapa intelektual ngobrol, jika dalam hitungan2
tahun, hitungan penyelamatan bumi tinggal sekitar
20 tahunan saja!!! bayangkan ( 20 th lagi aku
masih berumur 50, mungkin masih hidup, jadi punya
kesempatan melihatnya..,), jika beberapa profesor
sudah begitu, apalagi aku?? terkadang berfikir begitu.
ngga bisa lagi bilang, oh, dunia ini indah,
menyenangkan, sesekali liburan ke bali, ke danau toba
na uli, ke bogor, keberastagi.., sesekali memancing
ikan di sungai..
aku pikir, bentuk -bentuk pengingkaran dan ketidak
tahuan, serta pura pura tidak tahu dengan realitas ini
menjangkiti banyak orang....
ngga tahu untuk apa duit dikumpuli setinggi langit,
tiap hari kerangka besi bangunan pencakar langit
ditanam kebumi, sembari dilain tempat pohon-pohon
dicabuti sampai ke akar2nya, limbah terus mengotori
laut, udara, dan sungai..untuk apa???
ini kedengarannya romantisisme seorang yang akil
balik,
hei, anak muda, berhentilah dengan romantisismemu itu,
pikirkan lah perutmu, keluargamu, tabunganmu...
saurlin, the hague.
Tuesday, February 26, 2008
Komentar2 terhadap "Membaca generasi kita"
Berikut ini ada sekitar 11 tulisan komentar terhadap tulisan "membaca generasi kita" yang aku posting di beberapa milis. tulisan ini, bagaimanapun, harus diakui sedikit
nyeleneh, dan oleh karena itu memprovokasi orang utk menanggapinya, ada yg emosional,
tetapi ada juga yg tetap konstruktif...
perdebatan, pasti menghasilkan ide yg lebih cemerlang..!! selamat membaca.
1. Tanggapan Ivay, Pasca Sarjana UI, Hubungan Internasional:
Dear teman-teman,
Pada dasarnya saya setuju dengan apa yang ditulis oleh saudara Saurlin dibawah ini.
Hanya saja perlu di hightlight beberapa hal:
1. Masalah dengan generasi muda Indonesia yang sekarang tanpa rasa nasionalisme?
Sebenarnya masalah ini bukan hanya masalah Indonesia saja, tetapi semua Negara pada umumnya apakah karena sudah tidak mengalami perjuangan membela kemerdekaan secara langsung atau karena perubahan zaman yang makin rusak alias Globalisasi per se Liberalisme. AS dan Eropa bahkan telah memprediksi adanya” generation lost” dan mereka ketakutan dengan kondisi generasi muda Negara Berkembang khususnya China , generasi muda yang pintar dan pekerja keras. Meskipun, tidak sedang membenarkan kondisi generasi muda di Indonesia saat ini. Fyi, generasi muda Westerner banyak yang tidak tahu dimana Indonesia kalau tidak karena Tsunami 2004 kemaren.
2. Ada apa dengan UI?
Para pejabat atau pemimpin di INdonesia maupun di banyak perusahaan-perusaha an di Indonesia pada dasarnya berasal dari alumni Universitas favorit seperti UI, ITB, UGM, Trisakti, Atmajaya, Parahiyangan, dll. Kalau anda sebagai seorang HRD Specialist, mana yang akan anda pilih untuk menduduki satu pos di perusahaan anda? Jujur saja, itu yang mendorong mengapa banyak orang berlajar keras agar bisa masuk salah satu universitas terbaik/favorit di negeri ini.
Tapi mengapa UI menjadi sorotan utama dan dianggap biang kerok?
Lalu bagaimana dengan pemimpin-pemimpin dari univesitas lain? Yang sekarang juga menjadi pemimpin dibidang lain? Di Aceh, di Sumatera Barat, di Sulawesi, di Papua, bahkan di Sumatera Utara? Indonesia kan bukan hanya Pulau Jawa, meskipun memang sistim pemerintahan tetap dikomando dari pusat meski yang namanya otonomi daerah sedang beroperasi. Golongan pengusaha misalnya bukankah itu juga lapisan yang membuat sistim pemerintahan yang korup juga berkembang pesat. Apakah semua pengusaha dari UI?Bagaimana dengan para Bupati/Camat yang ditempa di IPDN?
Opini yang memojokkan satu institusi/lembaga kurang masuk akal, karena bagaimanapun, masih banyak orang-orang yang berjiwa nasionalis di sana . Meskipun harus diakui jumlahnya tidak banyak dan suara mereka “tertelan” oleh derasnya arus kepemimpinan sableng pemimpin masa kini. Mereka akhirnya memilih posisi lain agar nasionalisme/ idealisme mereka tetap bisa dijaga kemurniaannya. Sebagai informasi, tulisan-tulisan yang sering dimuat di kolom opini Harian Kompas kebanyakan dari orang-orang UI yang nasionalismenya perlu diacungkan jempol.
Saya tidak sedang membela UI karena saya sedang menimba ilmu disana saat ini....
2. tanggapan Joy Harold, Jakarta, akuntan: Hopless dengan Jakarta
Brur King,
Aku udah Hopeless melihat tingkah laku generasi muda di Jakarta ini.
Hampir dari semua generasi muda yang sempat aku diskusi sama mereka, ngga tau apa yang musti mereka lakukan untuk memperbaiki bangsa ini. Bukannya mereka ngga tau keadaan, tapi tau dan tidak mau tau. Lebih dalam lagi aku tanya tujuan hidup sama mereka, memang pertanyaan ini mendasar, dan sulit jawabnya, tapi sebagian besar dari mereka juga ngga tau apa itu tujuan hidup. Statement mereka kalo disimpulkan cuman satu : Goin with the flow alias ngikutin arus. Nah sedikit aku tantang, bukannya arus jaman ini menuju kehancuran moral, pemunduran daya pikir kritis, dan kealpaan pengenalan diri sendiri. Tetep mereka tidak bisa mengerti bahasa2 tersebut. Contoh paling gampang aku tanya sama mereka siapa idola mereka, ada yang selebritis, ada yang olahragawan ada juga sih pejuang2 nasionalis kita jaman kemerdekaan, tapi kalo di tanya dasar apa yang membuat idola2 mereka bisa jadi terkenal, tetap mereka ngga tau. Mungkin Given, atau mungkin otak dan kemampuan mereka yang begitu luar biasa dahsyat sehingga idola2 itu ngga bisa didekatin dengan cara dasar manusia mengenali kehidupan mereka: Tujuan Hidup.
Setuju aku kalo disebut lulusan universitas2 besar di Indonesia sekarang ngga ada gunanya. Tetapi ngga semuanya begitu. Akan tetapi, sebagian besar yang begitu. Kelakuan para lulusan dari Univeritas yng Kredibel, didunia kerja lebih sableng dari generasi2 tua mereka. Kenapa lebih sableng karena mereka menggunakan otaknya yang cemerlang itu untuk melanggengkan nafsu2 serakah tikus2 tua, pengusaha, DPR
Pegawai Negeri dll. Nah kalo mereka nanti mereka jadi pemimpin bgm lagi ?, yang pasti akan lebih rakus dan serakah dari generasi sebelumnya, mereka lebih tahu cara untuk curang.
Aku melihat sendiri dan menyaksikan sendiri tikus2 tua menyetir para intelektual muda untuk berpikir miring. Sekarang moral menjadi kabur bagi generasi muda. karena yang tua ngajarin moral bejat sama mereka. Yah di rumah, sekolah, kampus, tempat kerja, tempat main, jadi tempat yang sama2 mengaburkan. Kita ngga bisa serta-merta nyalahin mereka. Karena siapa juga yang bisa bertahan dalam kondisi seperti itu, apa bukti nyata yang mereka bisa saksikan tentang nasionalisme, apa yang bisa mereka rasakan dalam hati mereka sehingga ada kesadaran bahwa mereka itu adalah generasi muda penerus bangsa ini. Kalo kita bicara perjuangan kemerdekaan 45, udah basi. Kalo kita ngomongin tokoh dunia2 seperti Gandhi, Marthin Luther, Mother Teresa, itu sangat asing bagi mereka, dalam artian mereka hanya mengenal sejarahnya saja. Pikiran2 tokoh2 itu tak terikuti mereka, habis tidak ada di kurikulum sejarah.
Kita udah ngga bisa nyalahin sejarah, karena toh ngga ada efeknya kalo tidak ada perubahan. Perubahan bagi generasi muda sudah sering terjadi tapi secara spontanitas, habis itu, yah habis, karena tidak mengakar (reformasi 97, Malari dll). Terus kemanakah perginya semangat reformasi itu?. Itu yang musti di cari, perubahan sosial
dan ekonomi udah mengarah seperti tahun 97. Mudah2an jangan terjadi perubahan spontanitas seperti kemarin. Dampaknya akan lebih buruk bagi generasi seterusnya.
Kita musti teruskan perjuangan, dari kelompok2 kecil, bukan aja di daerah, kenapa ngga di Jakarta. mudah2an bisa. kami yang di Jakarta bisa juga berjuang. Coba kita cari kelompok2 kecil di daerah yang se ide.
salam,
J Harold.
3. Jerry, auditor, jakarta:
Wuah,
Kayanya mantap nih.
Udah bisa gak aku cari ban mobil dan bensin sebotol.
Buat kita bakar di jalanan.
Hehehe... (kidding) jangan serius kali bacanya... :p
...
Salam,
Jerry
4. Reagen, Alumni FE USU:
Nasionalisme, yang kulihat sih nasinalisme kita sekarang ini sifatnya hanya rekaksioner , ketika lagu daerah, ambalat kita di caplok oleh Malaysia kita langsung berkoar-koar menyatakan kami siap angkat senjata melawan malysia. inilah nasionalime yang tidak berakar hanya panas-panas tahi ayam. tidak mengerti arti dari pada nasionalisme itu sendiri,nasionalism e yang sempit. sulit sekali kurasa tuk mebangun rasa nasionalisme pemuda-pemuda sekarang, karena pikiran mereka sudah terkontaminasi oleh arus globalisasi dan penggunaan teknologi yang konsumtif, sementara tidak punya fondasi yang kuat untuk meng Counter arus globalisai dan kemajuan teknologi, salah-satu cara yang masih mungkin adalah adanya satu topik mata pelajaran "nasionalisme" dari TK sampai perguruan tinggii sehingga akan lahir pemikiran "kami adalah negara yang mempunyai martabat yang sama dengan negara lain, aku akan mengorbankan jiwa dan ragaku demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsaku,tidak ada lagi kemiskinan!! !, tidak ada lagi kelaparan!!! , tidak ada lagi Penindasan!! !. ,dengan demikian generasi ini sedikit lebih mengetahui dan memiliki akar akan arti penting sebuah nasionalisme, kalau tidak maka negri ini akan kehilangan generasi-generasi yang punya rasa nasionalisme seperti yang diceritakan King bukan pada saat lagu daerah di caplok rakyat mau angkat senjata(nasionalism e reaksioner), dengan demikian negrii ini tidak menjual diri lagi seperti WTS di pinggir jalan kepada KAPITAL. tapi bagaimana caranya menambah korikulum baru ini? tunggu aku dulu lah jadi mentri pendidikan,he. ... Kalau aku melihat jakarta sibuk dengan bisnis, bagaimana mencari untung yang sebesar-besarnya tak pentng ama orang-orang yang kelaparan, tergusur,tertindas sapa lo sapa gua... semoga forom ini semakin menarik orang yang gelisah maupun yang tidak gelisah tuk sama-sama merefleksikan kondisi bangsa kita yang kian hari semakin carut marut.
from: reagen,nasionalis muda
5.Tanggapan Heru, TU Delf, NL:
Re: [Stuned2007] membaca generasi kita
Dear Pak Perigi,
Refleksi yang menarik, tapi ada beberapa statement anda yang menggeltik saya untuk menanggapi.....
“…………..goblok karena bercita-cita jadi pegawai negri, pegawai beacukai, pegawai depkeu, dan kemudian dapat gaji, nikah, punya anak, dan orang tuanya punya cucu yg manis-manis.
(yah..memang masih ada satu dua orang yg tidak begitu)………”
Saya jadi ingin tahu nih.............
Apa salahnya dengan bercita cita menjadi pegawai negeri...pegawai ini ..itu dll... ?
Bukankah setiap individu punya tujuan hidup, bakat-minat, dan pilihannya masing masing...
Jika dihubungkan dengan tanggungjawabnya dalam kehidupan berbangsa bernegara...,
apakah yang memilih sebaliknya (tidak menjadi pegawai negeri) akan menjadi lebih baik menurut opini anda?
Pendapat saya, setiap orang memiliki perannya masing2 dan siapapun bisa memberikan kontribusi positif pada bangsa atau lingkungan kita dimanapun dia berada, apapun profesi dia, apapun pilihan hidup mereka......
Yang membedakan hanya ‘mental model’... dan ‘moral’ ...dan ‘komitmen’ ...tiap individu...
Samasekali ngga ada hubungannya apakah dia itu..... pegawai negeri....LSM......swasta..... watawan....... guru .... seniman .... pemusik..... peneliti ......presiden
Jadi saya kira ... mungkin agak kurang tepat mengatakan anda salah atau goblok kalo bercita cita jadi pegawai negeri..... apapun cita cita dan pilihan profesi seseorang ngga ada yang salah....dan bukan suatu kebodohan
Oh ya saya bukan pegawai negeri ... ;-)
Salam hangat... dan keep on writing and posting ! ... :-P
S. Heru Prabowo
MSc. Strategic Product Design
Faculty of Industrial Design Engineering
Technische Universiteit DELFT
Leeghwaterstraat 61
2628 CB, Delft
The Netherlands
Phone : +31 6266 43365
6.Tanggapan dr. Suyanto, amsterdam
Bersama membangun bangsa (tanggapan ke Pak Perigi)
Dear Bang Saurlin, Horas
Sudah lama pula aku tak jumpa kau, bagaimana kabar, ? baik kan
Menarik artikelmu, aku tak terkejutlah dengan gaya tulisan kau tuh, anak medan memang langsung langsung saja, aku pun terasa ditusuk nya oleh kau, karena bagaimanapun aku ini alumni universitas terkenal, kan dan PNS pula tuh,
tapi itu kan demi kebaikan kita juga, aku maklum.
Gara gara dimulai saudara seperjuangan kita di Mampang si Heri , jadi aku terpancing juga kasih komentar tentang tulisan kau.
Aku tak sepenuhnya setuju dengan tulisan kau.Tapi esensi tulisan kau , itu aku setuju. Sedikit direvisi saja.
Menurutku semua dari kita memiliki tanggungjawab memperbaiki negara, dengan caranya masing masing. Ada yang dari birokrat keuangan macam teman kita Si Sunadi, pendidikan macam Si Wawan, ngurusin orang sakit jiwa macam si Irni, Lsm macam si Endang, si Arfi yang jagain hutan kalimantan (sori yang tidak disebutin lainnya), atau Heri in the midle, aset negara yang tidak bercita cita jadi PNS, tapi bekerja untuk bangsa.
Yang penting semua bersedia memikirkan demi kemajuan bangsa ini, dan dibawa kemana arah nya.
Berikut ini aku lampirkan berita dari koran lokal, Riau Post 20 Januari, saat Presiden menghadiri Perayaan Imlek Nasional.
Tema yang diangkat dalam perayaan Imlek Nasional kali ini disesuaikan dengan kondisi sekarang. Yaitu "Rakyat adalah Pokok Negara, Tokoh Kokoh Negara Sejahtera." Tema ini, menurut Budi, diangkat pada satu episode kehidupan Konghucu 2500 tahun lalu. Intinya adalah rakyat sebagai komponen terpenting dari suatu negara. Disamping wajib diberdayakan, rakyat dididik pengetahuan maupun budi pekertinya, juga punya tanggung jawab atas negara sendiri. "Jadi, disamping pemerintah wajib untuk memberdayakan rakyat, rakyat sendiri juga harus timbul kesadaran untuk bangkit. Sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama kita berharap menjadi masyarakat madani, masyarakat yang punya kemampuan dan tanggung jawab seperti itu,"
Sekian dulu ya, kalau kau ke Amsterdam, singahlah ke tempat aku, dah lama kita tak diskusi. Masih ingat nya aku saat kita sama sama menjelajahi jakarta dengan bus way, hehe.
dr suyanto
Royal Tropical Institute
Policy and Heath Development
Amsterdam
7. klarifiksi dari penulis:
"sisi lain dari tulisan yang salah kaprah"
dear teman2,
terimakasih banyak buat heri dan suyanto,
kita akan lebih baik dan lebih tajam jika saling
mengingatkan sesama teman..
oleh karena pemilihan kata-kata yg kurang pas itu,
dan jika oleh karena itu merusak komunikasi kita,
penggalan kalimatku yg dikutip teman2 itu aku anggap
sebagai salah, dan minta maaf jika ada yg tersinggung.
personal blaming tentu tidak terlalu tepat, system
yang diciptakan sedemikian rupa, memang telah
menyebabkan kehadiran "orang orang idealis" dari
dalam menjadi hampir mustahil, kalau tidak
akan mengalami sosial eksklusi dan diskriminasi
sistemik. itu kata2 yg lebih tepat.
itu adalah ekor tulisan dari kepala (yg lebih
membutuhkan elaborasi), yakni mempertanyakan
sebuah generasi. pertanyaan sebuah generasi terhadap
generasi yang lain. sebuah generasi yg berani berkata:
kami telah meletakkan dasar bangsa ini; nah,
kamu, generasimu, apa yg kau letakkan utk
keberlanjutan dan kelestarian bangsa ini?
begitulah, mohon tidak mempersonifikasi apalagi
dengan menyebut nama teman2, ini adalah pertanyaan
yg tidak harus dihubungkan dengan posisi kita
secara personal saat ini di indonesia..
kita sedang berjarak dengan peran dan posisi
masing masing di indonesia, oleh karenanya
berjarak dengan realitas sehari2.
sehingga lebih objektif melakukan kritik (dan
otokritik).
aku pikir media informal seperti milis ini
menarik bagi kita membicarakan sesuatu
dengan telanjang, tidak perlu malu2,
merusak wibawa, bla-bla..heheee...
ngomong sekeras dan setajam apapun kita dimilis
ini ngga bakalan ada perubahan real kok,
ngga bakalan ada pemotongan beasiswa..hehehe
apalagi ngomong yang halus-halus...hehehe..
aku kira di rules and regulation stuned
tidak tercantum pasal "jika kedapatan
memposting tulisan yg gila,
maka beasiswa akan dihentikan sejenak
menunggu yang bersangkutan memberikan
klarifikasi..hehe
kecuali karena tulisan ini, muncul yurisprudensi...:)
salam dialektika,
perigi.
8. tanggapan erlan, twente univ, NL
Re: [Stuned2007] sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
Menanggapi tulisannya Pak Stevie,
Sebenarnya saya bukan termasuk orang yang suka menanggapi tulisan orang lain, tetapi kali ini saya sangat tergelitik dengan ide-ide dan pandangan yang dikemukakan pak Stevie.
Pada intinya saya sangat setuju dengan apa yang diungkapkan Pak Stevie ttg tanggapan dari persoalan 'idealisme' dari dua kubu yang berbeda dan bagaimana sebuah 'idealisme' itu berevolusi dalam diri seseorang. Yang perlu kita ketahui disini (dan harus kita renungi) adalah sampai dimanakah kita dan berada dimanakah posisi 'idealisme' kita.
Untuk itu, tulisan Pak Stevie ini bisa dijadikan kerangka pikir kita dalam mengevaluasi diri (termasuk saya tentunya...)
Sebagai langkah awal (dan juga untuk berlatih mengenali posisi idealisme kita), bisa teman-teman mulai dari mencermati tulisan-tulisan yang ada dalam milist ini. Saya sangat yakin bahwa rekan-rekan di milist ini akan dapat dengan SANGAT MUDAH menilai sampai dimanakah 'idealisme' (sebagian besar) kita berada saat ini.
Selamat menganalisa!
NB: dan bila sudah tahu hasilnya tentu ada langkah konkrit untuk menindaklanjutinya kan?
Salam
Erland
Public Administration 2007/2008
University of Twente
Enschede
The Netherlands
9. tanggapan heru
Re: [Stuned2007] sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
Dear Pak Perigi,
Salut atas self-critic nya yang cukup terbuka,
Mungkin sedikit koreksi ngga penting dari saya, saya Heru Prabowo bisa dipanggil Stevie disini, saya bukan Heri Prabowo
Kita sama sama di TU DELFT, tapi dua orang yang berbeda......
Pak Heri di CivielTechniek saya di IndustrieelOntwerpen
Gara gara nama yang hampir mirip ini juga surat Residence Permit kami pernah tertukar,
di Dutch class saya juga pernah ditanya kenapa subscribe user name komputer sampai 2 kali dan dosen sempat tidak percaya kalau ada last name yang mirip tanpa mempunyai hubungan famili samasekali.........
bukan demikian pak Heri ? ;-)
Oh ya sekedar menambahkan catatan anda.....tentang “idealisme”......
Dalam pandangan saya,
seseorang dalam proses pendewasaannya akan belajar dan mengetahui bahwa secara normatif - teoritis ada suatu kondisi ideal yang semestinya (mungkin) bisa diwujudkan............
namun dia menemukan pada kenyataannya ada ‘gap’ antara kondisi ideal dengan realita yang ada.........
maka sebagian orang seorang akan menjadi idealis
Idealis.....
adalah seseorang yang meyakini bahwa kondisi ideal itu harus terjadi.
(namun sayangnya secara umum tanpa melihat lebih jauh kompleksitas masalah atau
at least ...mencoba memandang dari perspektif yang berbeda...)
... tidak ada solusi yang ditawarkan untuk menjembatani ‘gap’ ini
sikap yang muncul adalah....... frustasi.....emosi......kemarahan.... pemberontakan ..... perlawanan.....sikap anti kemapanan....memaksakan pendapat........dsb.
Ini umum terjadi pada mahasiswa ... anak muda .... atau mereka siapapun yang tidak mau memandang dari wawasan yang lebih luas....
Bagi mahasiswa, saya kira ini wajar..... sebagai bagian dari suatu ‘learning process’
sebab sebagai mahasiswa muda yang baru mulai belajar, dia baru saja 'aware' bahwa antara kondisi ideal dan realita terdapat gap yang sangat besar.......
"keterkejutan" ini membangkitkan sikap emosional dan kemarahan......
tapi sayangnya cuma berhenti sampai disini............
maka dari itu saya yakini........... bukan disini sebenarnya posisi seorang intelektual.....
Seiring dengan berjalannya waktu....bertambah mature level intelektual seseorang dan ...bertambahnya wawasan dari melihat banyak ragam masalah .. kehidupan......dan dunia ,
pada umumunya.....idealisme seseorang akan mengalami perubahan.. pada level tertentu....
sering kita dengar..”..saya sudah tidak idealis lagi...” . atau ...” apa yang terjadi dengan “idealisme” para aktifis mahasiwa 60’an ketika mereka menjadi pejabat.......”
secara umum seseorang akan menjadi lebih "realistis"...........
sudut pandang yang realistis bisa berwujud mungkin pada sikap yang optimis atau skeptis....
idealis - realistis - optimis........
seseorang tahu bagaimana kondisi ideal yang seharusnya.... dia melihat ‘gap’ itu ada pada kondisi realita....... dia masih percaya bahwa situasi ideal masih bisa diwujudkan.......... namun dia aware ...menyadari kompleksitas masalahnya....... menyadari bahwa perlawanan dan sikap radikal tidak selalu menyelesaikan masalah ........
.....dia mencoba mencari jawabannya.....melalu pengetahuannya
.....untuk menjadi lebih bijak dia akan mencoba melhat dan menimbang dari beragam perspektif yang ada
dan pada akhirnya mencoba menawarkan solusinya........
( tidak jauh berbeda dengan “science method” kan....?)
Dalam pandangan saya.....
sebagai intelektual semestinya disinilah posisi kita seharusnya..........
sering kita dengar...
" anda jangan cuma bisa mengkritik.......anda jangan cuma bisa menyalahkan...... apa solusi yang anda tawarkan.....??? ..... mari kita duduk diskusikan
kalau anda cuma bisa mengkritik semua orang juga bisa melakukannya.......lalu apa bedanya anda sebagai intelektual dan yang bukan.......?? "
Secara umum,
Untuk mewujudkan ‘perubahan ke arah yang lebih baik’ seseorang akan selalu memposisikan dirinya berdasar pada dua sikap hidup ini:
idealis murni dengan melakukan perlawanan atau pemberontakan terhadap sistem yang ada........ meruntuhkan sistem yang ada dan membangun “sistem baru yang lebih baik” menurut pandangan dia .....adalah tujuannya....
idealis - realistis - optimis dengan tetap berada pada sistem, dan bekerja untuk melakukan perbaikan ke arah ‘perubahan yang lebih baik’ sesuai dengan peran dan expertise masing2 individu...dengan menawarkan solusi melalui pemikiran dan karya-karyanya.....
Ngga ada yang salah dengan pilihan sikap hidup mana yang dipilih untuk mewujudkan ‘perubahan’ yang diinginkan.
Sejarah juga membuktikan dua kubu sikap ini selalu ada dan akan selalu ada.........
Tapi pertanyaan untuk dipikirkan oleh kita.......
(yang merasa) sebagai seorang intelektual yang “well-educated’, yang suatu saat akan mewarisi tongkat estafet kepemimpinan (dimanapun kita berada dan apapun profesi kita) dalam menentukan arah kebijakan kebijakan strategis untuk kebaikan banyak orang dan kemajuan bangsa......adalah...
dimanakah kita sebaiknya memposisikan diri dan bagaimana kita menghadapi dua kubu yang berbeda prinsip ini .... ketika kita menawarkan suatu ..."perubahan"......?
salam hangat,
Stevie
S. Heru Prabowo
MSc. Strategic Product Design
Faculty of Industrial Design Engineering
Technische Universiteit DELFT
Leeghwaterstraat 61
2628 CB, Delft
The Netherlands
Phone : +31 6266 43365
10. tanggapan penulis:
Re: sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
terimakasih buat tanggapannya,
ohya, sdr. stevie heru, butiran pikiran anda itu menarik,
banyak istilah yg menarik,
banyak titik titik juga, hehehe
dan juga apresiasi saya buat sdr. rachmad erland, yg untuk
pertamakalinya menanggapi tulisan orang lain.
back to topic,
sdr. stevie, tanggapannya tidak menyentuh apa yg saya promosikan,
mempertanyakan eksistensi sebuah generasi.
justru melebar pada elaborasi 'idealisme' pragmatisme, optimis..
dan lain-lain disertai titik titik, juga penjelasan psikologis
semata atas pilihan2 yg anda sebutkan. bahkan saya tidak menyebut
satu katapun tentang idealisme.
posisi, peran, dan signifikansi sebuah generasi dalam mengintervensi
gerak sejarah(weleh...opo mene..). perdebatan ini sudah mulai muncul
di indonesia 5 tahun terakhir, setelah 'reformasi' dianggap gagal,
dibajak, ditumis, dan kemudian digoreng pake sambal, hehehe.
tahun 2003 bulan oktober, sekelompok pemuda, di Jakarta (dengan 'J'
besar), dimotori Rizal Ramli mendeklarasikan Komite Bangkit
Indonesia, dengan mempromosikan pertanyaan yg kurang lebih sama
dengan pertanyaan diatas: "kevakuman generasi" . tapi tentu deklarasi
diakhiri dengan lagu indonesia raya, dan pulang kerumah masing-
masing. bener2 pulang dan ngga kembali..
kemudian,tahun lalu,(lagi lagi di jakarta..tau sendirilah..:))
sekelompok muda, dimotori oneng,fajrul rachman,faisal basri,dll,
mencetuskan ikrar kaum muda indonesia. hemat saya, ini juga tidak
berbeda,setelah menghormat bendera di gedung arsip nasional, ya
pulang, tidur dengan tenang, dialam baka.
aku menghargai upaya-upaya untuk melahirkan bayi 'generasi' seperti
itu sebagai anti tesis terhadap kelompok korup tua bangka lama yang
masih berkuasa. tetapi adakah, (sebagaimana pertanyaan kritis
terhadap eksistensi generasi) signifikansi dari kedua ikrar tersebut?
salam,
perigi.
11. tanggapan heru:
Re: [Stuned2007] Re: sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
iya pak Perigi, mungkin sebenarnya saya tidak menanggapi secara menyeluruh ya... jadi header subjectnya salah, saya hanya menambahkan tepatnya... karena anda sempat menulis tentang mustahilnya kehadiran "orang orang idealis dari dalam sistem"... jadi saya ingin menambahkan sedikit refleksi ttg idealisme..... semoga berkenan...;-)
OK semoga sukses dan terus berkarya dengan pemikiran2 nya !
salam,
Stevie
nyeleneh, dan oleh karena itu memprovokasi orang utk menanggapinya, ada yg emosional,
tetapi ada juga yg tetap konstruktif...
perdebatan, pasti menghasilkan ide yg lebih cemerlang..!! selamat membaca.
1. Tanggapan Ivay, Pasca Sarjana UI, Hubungan Internasional:
Dear teman-teman,
Pada dasarnya saya setuju dengan apa yang ditulis oleh saudara Saurlin dibawah ini.
Hanya saja perlu di hightlight beberapa hal:
1. Masalah dengan generasi muda Indonesia yang sekarang tanpa rasa nasionalisme?
Sebenarnya masalah ini bukan hanya masalah Indonesia saja, tetapi semua Negara pada umumnya apakah karena sudah tidak mengalami perjuangan membela kemerdekaan secara langsung atau karena perubahan zaman yang makin rusak alias Globalisasi per se Liberalisme. AS dan Eropa bahkan telah memprediksi adanya” generation lost” dan mereka ketakutan dengan kondisi generasi muda Negara Berkembang khususnya China , generasi muda yang pintar dan pekerja keras. Meskipun, tidak sedang membenarkan kondisi generasi muda di Indonesia saat ini. Fyi, generasi muda Westerner banyak yang tidak tahu dimana Indonesia kalau tidak karena Tsunami 2004 kemaren.
2. Ada apa dengan UI?
Para pejabat atau pemimpin di INdonesia maupun di banyak perusahaan-perusaha an di Indonesia pada dasarnya berasal dari alumni Universitas favorit seperti UI, ITB, UGM, Trisakti, Atmajaya, Parahiyangan, dll. Kalau anda sebagai seorang HRD Specialist, mana yang akan anda pilih untuk menduduki satu pos di perusahaan anda? Jujur saja, itu yang mendorong mengapa banyak orang berlajar keras agar bisa masuk salah satu universitas terbaik/favorit di negeri ini.
Tapi mengapa UI menjadi sorotan utama dan dianggap biang kerok?
Lalu bagaimana dengan pemimpin-pemimpin dari univesitas lain? Yang sekarang juga menjadi pemimpin dibidang lain? Di Aceh, di Sumatera Barat, di Sulawesi, di Papua, bahkan di Sumatera Utara? Indonesia kan bukan hanya Pulau Jawa, meskipun memang sistim pemerintahan tetap dikomando dari pusat meski yang namanya otonomi daerah sedang beroperasi. Golongan pengusaha misalnya bukankah itu juga lapisan yang membuat sistim pemerintahan yang korup juga berkembang pesat. Apakah semua pengusaha dari UI?Bagaimana dengan para Bupati/Camat yang ditempa di IPDN?
Opini yang memojokkan satu institusi/lembaga kurang masuk akal, karena bagaimanapun, masih banyak orang-orang yang berjiwa nasionalis di sana . Meskipun harus diakui jumlahnya tidak banyak dan suara mereka “tertelan” oleh derasnya arus kepemimpinan sableng pemimpin masa kini. Mereka akhirnya memilih posisi lain agar nasionalisme/ idealisme mereka tetap bisa dijaga kemurniaannya. Sebagai informasi, tulisan-tulisan yang sering dimuat di kolom opini Harian Kompas kebanyakan dari orang-orang UI yang nasionalismenya perlu diacungkan jempol.
Saya tidak sedang membela UI karena saya sedang menimba ilmu disana saat ini....
2. tanggapan Joy Harold, Jakarta, akuntan: Hopless dengan Jakarta
Brur King,
Aku udah Hopeless melihat tingkah laku generasi muda di Jakarta ini.
Hampir dari semua generasi muda yang sempat aku diskusi sama mereka, ngga tau apa yang musti mereka lakukan untuk memperbaiki bangsa ini. Bukannya mereka ngga tau keadaan, tapi tau dan tidak mau tau. Lebih dalam lagi aku tanya tujuan hidup sama mereka, memang pertanyaan ini mendasar, dan sulit jawabnya, tapi sebagian besar dari mereka juga ngga tau apa itu tujuan hidup. Statement mereka kalo disimpulkan cuman satu : Goin with the flow alias ngikutin arus. Nah sedikit aku tantang, bukannya arus jaman ini menuju kehancuran moral, pemunduran daya pikir kritis, dan kealpaan pengenalan diri sendiri. Tetep mereka tidak bisa mengerti bahasa2 tersebut. Contoh paling gampang aku tanya sama mereka siapa idola mereka, ada yang selebritis, ada yang olahragawan ada juga sih pejuang2 nasionalis kita jaman kemerdekaan, tapi kalo di tanya dasar apa yang membuat idola2 mereka bisa jadi terkenal, tetap mereka ngga tau. Mungkin Given, atau mungkin otak dan kemampuan mereka yang begitu luar biasa dahsyat sehingga idola2 itu ngga bisa didekatin dengan cara dasar manusia mengenali kehidupan mereka: Tujuan Hidup.
Setuju aku kalo disebut lulusan universitas2 besar di Indonesia sekarang ngga ada gunanya. Tetapi ngga semuanya begitu. Akan tetapi, sebagian besar yang begitu. Kelakuan para lulusan dari Univeritas yng Kredibel, didunia kerja lebih sableng dari generasi2 tua mereka. Kenapa lebih sableng karena mereka menggunakan otaknya yang cemerlang itu untuk melanggengkan nafsu2 serakah tikus2 tua, pengusaha, DPR
Pegawai Negeri dll. Nah kalo mereka nanti mereka jadi pemimpin bgm lagi ?, yang pasti akan lebih rakus dan serakah dari generasi sebelumnya, mereka lebih tahu cara untuk curang.
Aku melihat sendiri dan menyaksikan sendiri tikus2 tua menyetir para intelektual muda untuk berpikir miring. Sekarang moral menjadi kabur bagi generasi muda. karena yang tua ngajarin moral bejat sama mereka. Yah di rumah, sekolah, kampus, tempat kerja, tempat main, jadi tempat yang sama2 mengaburkan. Kita ngga bisa serta-merta nyalahin mereka. Karena siapa juga yang bisa bertahan dalam kondisi seperti itu, apa bukti nyata yang mereka bisa saksikan tentang nasionalisme, apa yang bisa mereka rasakan dalam hati mereka sehingga ada kesadaran bahwa mereka itu adalah generasi muda penerus bangsa ini. Kalo kita bicara perjuangan kemerdekaan 45, udah basi. Kalo kita ngomongin tokoh dunia2 seperti Gandhi, Marthin Luther, Mother Teresa, itu sangat asing bagi mereka, dalam artian mereka hanya mengenal sejarahnya saja. Pikiran2 tokoh2 itu tak terikuti mereka, habis tidak ada di kurikulum sejarah.
Kita udah ngga bisa nyalahin sejarah, karena toh ngga ada efeknya kalo tidak ada perubahan. Perubahan bagi generasi muda sudah sering terjadi tapi secara spontanitas, habis itu, yah habis, karena tidak mengakar (reformasi 97, Malari dll). Terus kemanakah perginya semangat reformasi itu?. Itu yang musti di cari, perubahan sosial
dan ekonomi udah mengarah seperti tahun 97. Mudah2an jangan terjadi perubahan spontanitas seperti kemarin. Dampaknya akan lebih buruk bagi generasi seterusnya.
Kita musti teruskan perjuangan, dari kelompok2 kecil, bukan aja di daerah, kenapa ngga di Jakarta. mudah2an bisa. kami yang di Jakarta bisa juga berjuang. Coba kita cari kelompok2 kecil di daerah yang se ide.
salam,
J Harold.
3. Jerry, auditor, jakarta:
Wuah,
Kayanya mantap nih.
Udah bisa gak aku cari ban mobil dan bensin sebotol.
Buat kita bakar di jalanan.
Hehehe... (kidding) jangan serius kali bacanya... :p
...
Salam,
Jerry
4. Reagen, Alumni FE USU:
Nasionalisme, yang kulihat sih nasinalisme kita sekarang ini sifatnya hanya rekaksioner , ketika lagu daerah, ambalat kita di caplok oleh Malaysia kita langsung berkoar-koar menyatakan kami siap angkat senjata melawan malysia. inilah nasionalime yang tidak berakar hanya panas-panas tahi ayam. tidak mengerti arti dari pada nasionalisme itu sendiri,nasionalism e yang sempit. sulit sekali kurasa tuk mebangun rasa nasionalisme pemuda-pemuda sekarang, karena pikiran mereka sudah terkontaminasi oleh arus globalisasi dan penggunaan teknologi yang konsumtif, sementara tidak punya fondasi yang kuat untuk meng Counter arus globalisai dan kemajuan teknologi, salah-satu cara yang masih mungkin adalah adanya satu topik mata pelajaran "nasionalisme" dari TK sampai perguruan tinggii sehingga akan lahir pemikiran "kami adalah negara yang mempunyai martabat yang sama dengan negara lain, aku akan mengorbankan jiwa dan ragaku demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsaku,tidak ada lagi kemiskinan!! !, tidak ada lagi kelaparan!!! , tidak ada lagi Penindasan!! !. ,dengan demikian generasi ini sedikit lebih mengetahui dan memiliki akar akan arti penting sebuah nasionalisme, kalau tidak maka negri ini akan kehilangan generasi-generasi yang punya rasa nasionalisme seperti yang diceritakan King bukan pada saat lagu daerah di caplok rakyat mau angkat senjata(nasionalism e reaksioner), dengan demikian negrii ini tidak menjual diri lagi seperti WTS di pinggir jalan kepada KAPITAL. tapi bagaimana caranya menambah korikulum baru ini? tunggu aku dulu lah jadi mentri pendidikan,he. ... Kalau aku melihat jakarta sibuk dengan bisnis, bagaimana mencari untung yang sebesar-besarnya tak pentng ama orang-orang yang kelaparan, tergusur,tertindas sapa lo sapa gua... semoga forom ini semakin menarik orang yang gelisah maupun yang tidak gelisah tuk sama-sama merefleksikan kondisi bangsa kita yang kian hari semakin carut marut.
from: reagen,nasionalis muda
5.Tanggapan Heru, TU Delf, NL:
Re: [Stuned2007] membaca generasi kita
Dear Pak Perigi,
Refleksi yang menarik, tapi ada beberapa statement anda yang menggeltik saya untuk menanggapi.....
“…………..goblok karena bercita-cita jadi pegawai negri, pegawai beacukai, pegawai depkeu, dan kemudian dapat gaji, nikah, punya anak, dan orang tuanya punya cucu yg manis-manis.
(yah..memang masih ada satu dua orang yg tidak begitu)………”
Saya jadi ingin tahu nih.............
Apa salahnya dengan bercita cita menjadi pegawai negeri...pegawai ini ..itu dll... ?
Bukankah setiap individu punya tujuan hidup, bakat-minat, dan pilihannya masing masing...
Jika dihubungkan dengan tanggungjawabnya dalam kehidupan berbangsa bernegara...,
apakah yang memilih sebaliknya (tidak menjadi pegawai negeri) akan menjadi lebih baik menurut opini anda?
Pendapat saya, setiap orang memiliki perannya masing2 dan siapapun bisa memberikan kontribusi positif pada bangsa atau lingkungan kita dimanapun dia berada, apapun profesi dia, apapun pilihan hidup mereka......
Yang membedakan hanya ‘mental model’... dan ‘moral’ ...dan ‘komitmen’ ...tiap individu...
Samasekali ngga ada hubungannya apakah dia itu..... pegawai negeri....LSM......swasta..... watawan....... guru .... seniman .... pemusik..... peneliti ......presiden
Jadi saya kira ... mungkin agak kurang tepat mengatakan anda salah atau goblok kalo bercita cita jadi pegawai negeri..... apapun cita cita dan pilihan profesi seseorang ngga ada yang salah....dan bukan suatu kebodohan
Oh ya saya bukan pegawai negeri ... ;-)
Salam hangat... dan keep on writing and posting ! ... :-P
S. Heru Prabowo
MSc. Strategic Product Design
Faculty of Industrial Design Engineering
Technische Universiteit DELFT
Leeghwaterstraat 61
2628 CB, Delft
The Netherlands
Phone : +31 6266 43365
6.Tanggapan dr. Suyanto, amsterdam
Bersama membangun bangsa (tanggapan ke Pak Perigi)
Dear Bang Saurlin, Horas
Sudah lama pula aku tak jumpa kau, bagaimana kabar, ? baik kan
Menarik artikelmu, aku tak terkejutlah dengan gaya tulisan kau tuh, anak medan memang langsung langsung saja, aku pun terasa ditusuk nya oleh kau, karena bagaimanapun aku ini alumni universitas terkenal, kan dan PNS pula tuh,
tapi itu kan demi kebaikan kita juga, aku maklum.
Gara gara dimulai saudara seperjuangan kita di Mampang si Heri , jadi aku terpancing juga kasih komentar tentang tulisan kau.
Aku tak sepenuhnya setuju dengan tulisan kau.Tapi esensi tulisan kau , itu aku setuju. Sedikit direvisi saja.
Menurutku semua dari kita memiliki tanggungjawab memperbaiki negara, dengan caranya masing masing. Ada yang dari birokrat keuangan macam teman kita Si Sunadi, pendidikan macam Si Wawan, ngurusin orang sakit jiwa macam si Irni, Lsm macam si Endang, si Arfi yang jagain hutan kalimantan (sori yang tidak disebutin lainnya), atau Heri in the midle, aset negara yang tidak bercita cita jadi PNS, tapi bekerja untuk bangsa.
Yang penting semua bersedia memikirkan demi kemajuan bangsa ini, dan dibawa kemana arah nya.
Berikut ini aku lampirkan berita dari koran lokal, Riau Post 20 Januari, saat Presiden menghadiri Perayaan Imlek Nasional.
Tema yang diangkat dalam perayaan Imlek Nasional kali ini disesuaikan dengan kondisi sekarang. Yaitu "Rakyat adalah Pokok Negara, Tokoh Kokoh Negara Sejahtera." Tema ini, menurut Budi, diangkat pada satu episode kehidupan Konghucu 2500 tahun lalu. Intinya adalah rakyat sebagai komponen terpenting dari suatu negara. Disamping wajib diberdayakan, rakyat dididik pengetahuan maupun budi pekertinya, juga punya tanggung jawab atas negara sendiri. "Jadi, disamping pemerintah wajib untuk memberdayakan rakyat, rakyat sendiri juga harus timbul kesadaran untuk bangkit. Sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama kita berharap menjadi masyarakat madani, masyarakat yang punya kemampuan dan tanggung jawab seperti itu,"
Sekian dulu ya, kalau kau ke Amsterdam, singahlah ke tempat aku, dah lama kita tak diskusi. Masih ingat nya aku saat kita sama sama menjelajahi jakarta dengan bus way, hehe.
dr suyanto
Royal Tropical Institute
Policy and Heath Development
Amsterdam
7. klarifiksi dari penulis:
"sisi lain dari tulisan yang salah kaprah"
dear teman2,
terimakasih banyak buat heri dan suyanto,
kita akan lebih baik dan lebih tajam jika saling
mengingatkan sesama teman..
oleh karena pemilihan kata-kata yg kurang pas itu,
dan jika oleh karena itu merusak komunikasi kita,
penggalan kalimatku yg dikutip teman2 itu aku anggap
sebagai salah, dan minta maaf jika ada yg tersinggung.
personal blaming tentu tidak terlalu tepat, system
yang diciptakan sedemikian rupa, memang telah
menyebabkan kehadiran "orang orang idealis" dari
dalam menjadi hampir mustahil, kalau tidak
akan mengalami sosial eksklusi dan diskriminasi
sistemik. itu kata2 yg lebih tepat.
itu adalah ekor tulisan dari kepala (yg lebih
membutuhkan elaborasi), yakni mempertanyakan
sebuah generasi. pertanyaan sebuah generasi terhadap
generasi yang lain. sebuah generasi yg berani berkata:
kami telah meletakkan dasar bangsa ini; nah,
kamu, generasimu, apa yg kau letakkan utk
keberlanjutan dan kelestarian bangsa ini?
begitulah, mohon tidak mempersonifikasi apalagi
dengan menyebut nama teman2, ini adalah pertanyaan
yg tidak harus dihubungkan dengan posisi kita
secara personal saat ini di indonesia..
kita sedang berjarak dengan peran dan posisi
masing masing di indonesia, oleh karenanya
berjarak dengan realitas sehari2.
sehingga lebih objektif melakukan kritik (dan
otokritik).
aku pikir media informal seperti milis ini
menarik bagi kita membicarakan sesuatu
dengan telanjang, tidak perlu malu2,
merusak wibawa, bla-bla..heheee...
ngomong sekeras dan setajam apapun kita dimilis
ini ngga bakalan ada perubahan real kok,
ngga bakalan ada pemotongan beasiswa..hehehe
apalagi ngomong yang halus-halus...hehehe..
aku kira di rules and regulation stuned
tidak tercantum pasal "jika kedapatan
memposting tulisan yg gila,
maka beasiswa akan dihentikan sejenak
menunggu yang bersangkutan memberikan
klarifikasi..hehe
kecuali karena tulisan ini, muncul yurisprudensi...:)
salam dialektika,
perigi.
8. tanggapan erlan, twente univ, NL
Re: [Stuned2007] sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
Menanggapi tulisannya Pak Stevie,
Sebenarnya saya bukan termasuk orang yang suka menanggapi tulisan orang lain, tetapi kali ini saya sangat tergelitik dengan ide-ide dan pandangan yang dikemukakan pak Stevie.
Pada intinya saya sangat setuju dengan apa yang diungkapkan Pak Stevie ttg tanggapan dari persoalan 'idealisme' dari dua kubu yang berbeda dan bagaimana sebuah 'idealisme' itu berevolusi dalam diri seseorang. Yang perlu kita ketahui disini (dan harus kita renungi) adalah sampai dimanakah kita dan berada dimanakah posisi 'idealisme' kita.
Untuk itu, tulisan Pak Stevie ini bisa dijadikan kerangka pikir kita dalam mengevaluasi diri (termasuk saya tentunya...)
Sebagai langkah awal (dan juga untuk berlatih mengenali posisi idealisme kita), bisa teman-teman mulai dari mencermati tulisan-tulisan yang ada dalam milist ini. Saya sangat yakin bahwa rekan-rekan di milist ini akan dapat dengan SANGAT MUDAH menilai sampai dimanakah 'idealisme' (sebagian besar) kita berada saat ini.
Selamat menganalisa!
NB: dan bila sudah tahu hasilnya tentu ada langkah konkrit untuk menindaklanjutinya kan?
Salam
Erland
Public Administration 2007/2008
University of Twente
Enschede
The Netherlands
9. tanggapan heru
Re: [Stuned2007] sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
Dear Pak Perigi,
Salut atas self-critic nya yang cukup terbuka,
Mungkin sedikit koreksi ngga penting dari saya, saya Heru Prabowo bisa dipanggil Stevie disini, saya bukan Heri Prabowo
Kita sama sama di TU DELFT, tapi dua orang yang berbeda......
Pak Heri di CivielTechniek saya di IndustrieelOntwerpen
Gara gara nama yang hampir mirip ini juga surat Residence Permit kami pernah tertukar,
di Dutch class saya juga pernah ditanya kenapa subscribe user name komputer sampai 2 kali dan dosen sempat tidak percaya kalau ada last name yang mirip tanpa mempunyai hubungan famili samasekali.........
bukan demikian pak Heri ? ;-)
Oh ya sekedar menambahkan catatan anda.....tentang “idealisme”......
Dalam pandangan saya,
seseorang dalam proses pendewasaannya akan belajar dan mengetahui bahwa secara normatif - teoritis ada suatu kondisi ideal yang semestinya (mungkin) bisa diwujudkan............
namun dia menemukan pada kenyataannya ada ‘gap’ antara kondisi ideal dengan realita yang ada.........
maka sebagian orang seorang akan menjadi idealis
Idealis.....
adalah seseorang yang meyakini bahwa kondisi ideal itu harus terjadi.
(namun sayangnya secara umum tanpa melihat lebih jauh kompleksitas masalah atau
at least ...mencoba memandang dari perspektif yang berbeda...)
... tidak ada solusi yang ditawarkan untuk menjembatani ‘gap’ ini
sikap yang muncul adalah....... frustasi.....emosi......kemarahan.... pemberontakan ..... perlawanan.....sikap anti kemapanan....memaksakan pendapat........dsb.
Ini umum terjadi pada mahasiswa ... anak muda .... atau mereka siapapun yang tidak mau memandang dari wawasan yang lebih luas....
Bagi mahasiswa, saya kira ini wajar..... sebagai bagian dari suatu ‘learning process’
sebab sebagai mahasiswa muda yang baru mulai belajar, dia baru saja 'aware' bahwa antara kondisi ideal dan realita terdapat gap yang sangat besar.......
"keterkejutan" ini membangkitkan sikap emosional dan kemarahan......
tapi sayangnya cuma berhenti sampai disini............
maka dari itu saya yakini........... bukan disini sebenarnya posisi seorang intelektual.....
Seiring dengan berjalannya waktu....bertambah mature level intelektual seseorang dan ...bertambahnya wawasan dari melihat banyak ragam masalah .. kehidupan......dan dunia ,
pada umumunya.....idealisme seseorang akan mengalami perubahan.. pada level tertentu....
sering kita dengar..”..saya sudah tidak idealis lagi...” . atau ...” apa yang terjadi dengan “idealisme” para aktifis mahasiwa 60’an ketika mereka menjadi pejabat.......”
secara umum seseorang akan menjadi lebih "realistis"...........
sudut pandang yang realistis bisa berwujud mungkin pada sikap yang optimis atau skeptis....
idealis - realistis - optimis........
seseorang tahu bagaimana kondisi ideal yang seharusnya.... dia melihat ‘gap’ itu ada pada kondisi realita....... dia masih percaya bahwa situasi ideal masih bisa diwujudkan.......... namun dia aware ...menyadari kompleksitas masalahnya....... menyadari bahwa perlawanan dan sikap radikal tidak selalu menyelesaikan masalah ........
.....dia mencoba mencari jawabannya.....melalu pengetahuannya
.....untuk menjadi lebih bijak dia akan mencoba melhat dan menimbang dari beragam perspektif yang ada
dan pada akhirnya mencoba menawarkan solusinya........
( tidak jauh berbeda dengan “science method” kan....?)
Dalam pandangan saya.....
sebagai intelektual semestinya disinilah posisi kita seharusnya..........
sering kita dengar...
" anda jangan cuma bisa mengkritik.......anda jangan cuma bisa menyalahkan...... apa solusi yang anda tawarkan.....??? ..... mari kita duduk diskusikan
kalau anda cuma bisa mengkritik semua orang juga bisa melakukannya.......lalu apa bedanya anda sebagai intelektual dan yang bukan.......?? "
Secara umum,
Untuk mewujudkan ‘perubahan ke arah yang lebih baik’ seseorang akan selalu memposisikan dirinya berdasar pada dua sikap hidup ini:
idealis murni dengan melakukan perlawanan atau pemberontakan terhadap sistem yang ada........ meruntuhkan sistem yang ada dan membangun “sistem baru yang lebih baik” menurut pandangan dia .....adalah tujuannya....
idealis - realistis - optimis dengan tetap berada pada sistem, dan bekerja untuk melakukan perbaikan ke arah ‘perubahan yang lebih baik’ sesuai dengan peran dan expertise masing2 individu...dengan menawarkan solusi melalui pemikiran dan karya-karyanya.....
Ngga ada yang salah dengan pilihan sikap hidup mana yang dipilih untuk mewujudkan ‘perubahan’ yang diinginkan.
Sejarah juga membuktikan dua kubu sikap ini selalu ada dan akan selalu ada.........
Tapi pertanyaan untuk dipikirkan oleh kita.......
(yang merasa) sebagai seorang intelektual yang “well-educated’, yang suatu saat akan mewarisi tongkat estafet kepemimpinan (dimanapun kita berada dan apapun profesi kita) dalam menentukan arah kebijakan kebijakan strategis untuk kebaikan banyak orang dan kemajuan bangsa......adalah...
dimanakah kita sebaiknya memposisikan diri dan bagaimana kita menghadapi dua kubu yang berbeda prinsip ini .... ketika kita menawarkan suatu ..."perubahan"......?
salam hangat,
Stevie
S. Heru Prabowo
MSc. Strategic Product Design
Faculty of Industrial Design Engineering
Technische Universiteit DELFT
Leeghwaterstraat 61
2628 CB, Delft
The Netherlands
Phone : +31 6266 43365
10. tanggapan penulis:
Re: sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
terimakasih buat tanggapannya,
ohya, sdr. stevie heru, butiran pikiran anda itu menarik,
banyak istilah yg menarik,
banyak titik titik juga, hehehe
dan juga apresiasi saya buat sdr. rachmad erland, yg untuk
pertamakalinya menanggapi tulisan orang lain.
back to topic,
sdr. stevie, tanggapannya tidak menyentuh apa yg saya promosikan,
mempertanyakan eksistensi sebuah generasi.
justru melebar pada elaborasi 'idealisme' pragmatisme, optimis..
dan lain-lain disertai titik titik, juga penjelasan psikologis
semata atas pilihan2 yg anda sebutkan. bahkan saya tidak menyebut
satu katapun tentang idealisme.
posisi, peran, dan signifikansi sebuah generasi dalam mengintervensi
gerak sejarah(weleh...opo mene..). perdebatan ini sudah mulai muncul
di indonesia 5 tahun terakhir, setelah 'reformasi' dianggap gagal,
dibajak, ditumis, dan kemudian digoreng pake sambal, hehehe.
tahun 2003 bulan oktober, sekelompok pemuda, di Jakarta (dengan 'J'
besar), dimotori Rizal Ramli mendeklarasikan Komite Bangkit
Indonesia, dengan mempromosikan pertanyaan yg kurang lebih sama
dengan pertanyaan diatas: "kevakuman generasi" . tapi tentu deklarasi
diakhiri dengan lagu indonesia raya, dan pulang kerumah masing-
masing. bener2 pulang dan ngga kembali..
kemudian,tahun lalu,(lagi lagi di jakarta..tau sendirilah..:))
sekelompok muda, dimotori oneng,fajrul rachman,faisal basri,dll,
mencetuskan ikrar kaum muda indonesia. hemat saya, ini juga tidak
berbeda,setelah menghormat bendera di gedung arsip nasional, ya
pulang, tidur dengan tenang, dialam baka.
aku menghargai upaya-upaya untuk melahirkan bayi 'generasi' seperti
itu sebagai anti tesis terhadap kelompok korup tua bangka lama yang
masih berkuasa. tetapi adakah, (sebagaimana pertanyaan kritis
terhadap eksistensi generasi) signifikansi dari kedua ikrar tersebut?
salam,
perigi.
11. tanggapan heru:
Re: [Stuned2007] Re: sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)
iya pak Perigi, mungkin sebenarnya saya tidak menanggapi secara menyeluruh ya... jadi header subjectnya salah, saya hanya menambahkan tepatnya... karena anda sempat menulis tentang mustahilnya kehadiran "orang orang idealis dari dalam sistem"... jadi saya ingin menambahkan sedikit refleksi ttg idealisme..... semoga berkenan...;-)
OK semoga sukses dan terus berkarya dengan pemikiran2 nya !
salam,
Stevie
Subscribe to:
Posts (Atom)