Monday, November 14, 2016

kisah haru perkutut

Namaku perkutut, saya terlahir sebagai burung yang langsing, leher yang kurus dan kaki yang kecil. Temanku namanya balam. balam terlahir gemuk, leher besar, dan kaki yang gemuk. kami berdua adalah sohib sejak kecil hingga dewasa. saat kecil, aku sering ditanya oleh burung burung dewasa, cita citamu apa? Kujawab dengan lepas dan lapang tanpa beban, ingin jadi tetua burung. Eh ternyata balam juga bilang, ingin jadi tetua. Kami bahagia, menerawang, kelak bisa jadi tetua. Tetua adalah cita cita paling tinggi di dunia kami, dunia burung.

Dari kecil hingga beranjak dewasa, kami mengasah kemampuan suara kami, dengan harapan kelak bisa menjadi tetua burung yang hebat. Akupun menjelma menjadi perkutut dengan suara sopran yang indah tiada tara. Temanku, balam, juga menjelma menjadi burung yang suaranya besar, nge bas, juga disukai banyak kawanan burung. Kami bertarung, berkompetisi, namun berteman, dan bahagia. Kami berkeliling nusantara memamerkan suara kami, suara yang bertahun tahun kami asah dengan peluh dan lelah.

Hingga suatu saat setelah dewasa aku menyadari sesuatu yang janggal. Sesuatu yang membuatku bergidik ngeri, karena ternyata, aku, burung perkutut ini, tidak mungkin jadi tetua.  Ada rahasia umum yang berhembus dan beredar luas bahwa berleher langsing dan berkaki kurus, tidak mungkin menjadi tetua. Tetua hanyalah untuk balam yang berkaki gemuk dan berleher besar. Issu ini beredar luas dalam cuitan berbagai jenis burung.

Aku meronta, menantang para kawanan burung dan tetua, ayo..mari kita buka kembali kitab kitab yang ditulis leluhur kita, disana tertulis; untukmu dari generasi ke generasi, burung burung jantan dan betina, kalian bebas bercita cita setinggi langit, tidak akan dibedakan menurut ukuran badan, leher dan kaki. Terbanglah dengan bebas, jagalah nusantara, asahlah kemampuan suaramu, yang terbaiklah yang akan menjadi tetua.

Namun, cuitan cuitan burung-burung yang bergerombol itu semakin nyaring mencemooh. Kamu terlahir dengan kaki kurus dan leher kecil, kamu tidak mungkin jadi tetua burung. Tetua hanya untuk balam yang berkaki gemuk dan berleher besar.

Tetapi aku tidak pernah memilih untuk memiliki kaki yang kurus dan leher kecil. Itu adalah pemberian yang agung pencipta belantara nusantara!! Balam juga tidak pernah memilih sesuatu yang dimilikinya sejak lahir yang memuluskannya menjadi tetua.

Maaf leluhur kami, leluhur nusantara, tetua yang menulis kitab agung kami, aku dengan berat hati meralat cita citaku itu. Aku tidak mau lagi bercita cita setinggi langit, seperti pesanmu itu. Maaf, demi pulau pulau, demi langit, dan demi lelaut nusantara, pahlawan kami yang mendirikan peradaban para burung, yang pernah dengan penuh gemuruh menyeru, gantungkanlah cita citamu setinggi langit. Tetua hanya untuk balam, bukan untuk perkutut.


@national university of singapore, 15/11/2016