Saturday, December 24, 2016

Puisi Bocah Muslimah Di Hari Natal

Puisi Bocah Muslimah
Di Hari Natal

Oleh Denny JA

Ayah,
Akankah Tuhan marah
Aku seorang muslimah
Selamat Natal aku ucapkan
Kepada temanku katolik dan protestan?

Ataukah Tuhan senang
Temanku menjadi riang
karena aku ikut bahagia
di hari Natal mereka?

Pak Ahmad tertegun dan terdiam
Ludahnya tak sengaja tertelan
Apa yang harus ia katakan
Putrinya baru usia belasan?

Ia teringat pohon di belakang rumah
Suatu ketika di malam bulan purnama
Pohon itu membesar menjadi raksasa
Puncaknya menyentuh langit
Di ranting satu bergantung masjid
Di ranting dua bergantung gereja
Di ranting tiga bergantung pura
Di ranting empat bergantung kuil
Di ranting lima bergantung Vihara

Pandangan itu sekejap saja
Datang dan pergi

Haruskah ia ceritakan
Agama banyak aliran
Ulama banyak tak sepaham
Siapa menjadi pegangan?

Ucapkan Natal, haram hukumnya
Ini kata Buya Hamka
Ucapkan Natal, halal hukumnya
Dien Syamsudin yang menyatakannya

Buya Hamka pernah menjadi ketum MUI
Dien Syamsudin pernah? menjadi ketum MUI
Keduanya dihormati
Namun keduanya tak sehati

Pak Ahmad, haji yang taat
Sholatnya tak pernah tinggal walau satu rakaat
Namun sejak Nabi Muhammad wafat
Banyak versi Islam yang terlihat

Ada yang Sunni keyakinannya
Ada Syiah yang dipercaya
Ada Ahmadiyah namanya
Ada Nation of Islam pahamnya
Ada wahabisme alirannya
Ada Islam liberal pandangannya
Ada Muslim progresive namanya
Ada Islam berkemajuan slogannya
Ada pula Islam Nusantara

Masing-masing paham punya ulama
Mereka tak satu muara
Semua menyatakan kebenaran di pihaknya
Siapa yang harus diikutinya?

Wanita dilarang menyetir mobil di Saudi Arabia
Wanita ditasbih Imam Sholat di Amerika
Keduanya mengaku Islam dasarnya
Namun mengapa sungguh beda?

Gay dihukum mati di Timur Tengah
Gay punya mesjid di Eropa
Keduanya mengaku Islam dasarnya
Namun mengapa sungguh beda?

Ayah, ujar putrinya
Yang benar yang mana?
Tuhan marah atau Tuhan suka?
Jika selamat Natal aku ucapkan?

Lembut kepada putrinya
Pak Ahmad berikan mutiara

"Anakku, nabi sudah tiada
Yang tersisa hanya ulama
Namun mereka tiada satu suara
Ulamapun bisa salah"

Ini prinsipnya

"Lakukan saja untuk temanmu
Apapun yang kamu senang dilakukan
oleh temanmu padamu"

"Jangan lakukan pada temanmu
Apapun yang kamu tidak senang dilakukan oleh temanmu padamu"

"Ayah, hatiku senang
ketika teman-temanku riang
walau beda agama
mereka ucapkan kepadaku
Selamat idul fitri
Maaf lahir batin"

"Teman- temanku pasti juga senang
Jika hatiku riang
Ucapkan selamat natal pada mereka
Semoga damai di bumi salamnya"

"Jika itu keyakinanmu
Lakukan tanpa ragu"

Lagu Natal berdentang di luar Jendela
Pak Ahmad mencium  kening putrinya
dan berkata: Alhamdulilah

Di TV terdengar berita
Planet Mars sudah dijelajah Amerika
Jepang mengembangkan robotika

Pak Ahmad sedih melihat Indonesia
Yang masih berkutat soal lama
soal ucapan Natal, halal atau haram?

kembali pak Ahmad ke belakang rumah
Pohon itu kembali mekar raksasa
Bergantungan di rantingnya
Aneka rumah ibadah
Aneka agama

Akhir Desember 2015
Free Hit Counters
Free Counter Locations of visitors to this page

Monday, November 14, 2016

kisah haru perkutut

Namaku perkutut, saya terlahir sebagai burung yang langsing, leher yang kurus dan kaki yang kecil. Temanku namanya balam. balam terlahir gemuk, leher besar, dan kaki yang gemuk. kami berdua adalah sohib sejak kecil hingga dewasa. saat kecil, aku sering ditanya oleh burung burung dewasa, cita citamu apa? Kujawab dengan lepas dan lapang tanpa beban, ingin jadi tetua burung. Eh ternyata balam juga bilang, ingin jadi tetua. Kami bahagia, menerawang, kelak bisa jadi tetua. Tetua adalah cita cita paling tinggi di dunia kami, dunia burung.

Dari kecil hingga beranjak dewasa, kami mengasah kemampuan suara kami, dengan harapan kelak bisa menjadi tetua burung yang hebat. Akupun menjelma menjadi perkutut dengan suara sopran yang indah tiada tara. Temanku, balam, juga menjelma menjadi burung yang suaranya besar, nge bas, juga disukai banyak kawanan burung. Kami bertarung, berkompetisi, namun berteman, dan bahagia. Kami berkeliling nusantara memamerkan suara kami, suara yang bertahun tahun kami asah dengan peluh dan lelah.

Hingga suatu saat setelah dewasa aku menyadari sesuatu yang janggal. Sesuatu yang membuatku bergidik ngeri, karena ternyata, aku, burung perkutut ini, tidak mungkin jadi tetua.  Ada rahasia umum yang berhembus dan beredar luas bahwa berleher langsing dan berkaki kurus, tidak mungkin menjadi tetua. Tetua hanyalah untuk balam yang berkaki gemuk dan berleher besar. Issu ini beredar luas dalam cuitan berbagai jenis burung.

Aku meronta, menantang para kawanan burung dan tetua, ayo..mari kita buka kembali kitab kitab yang ditulis leluhur kita, disana tertulis; untukmu dari generasi ke generasi, burung burung jantan dan betina, kalian bebas bercita cita setinggi langit, tidak akan dibedakan menurut ukuran badan, leher dan kaki. Terbanglah dengan bebas, jagalah nusantara, asahlah kemampuan suaramu, yang terbaiklah yang akan menjadi tetua.

Namun, cuitan cuitan burung-burung yang bergerombol itu semakin nyaring mencemooh. Kamu terlahir dengan kaki kurus dan leher kecil, kamu tidak mungkin jadi tetua burung. Tetua hanya untuk balam yang berkaki gemuk dan berleher besar.

Tetapi aku tidak pernah memilih untuk memiliki kaki yang kurus dan leher kecil. Itu adalah pemberian yang agung pencipta belantara nusantara!! Balam juga tidak pernah memilih sesuatu yang dimilikinya sejak lahir yang memuluskannya menjadi tetua.

Maaf leluhur kami, leluhur nusantara, tetua yang menulis kitab agung kami, aku dengan berat hati meralat cita citaku itu. Aku tidak mau lagi bercita cita setinggi langit, seperti pesanmu itu. Maaf, demi pulau pulau, demi langit, dan demi lelaut nusantara, pahlawan kami yang mendirikan peradaban para burung, yang pernah dengan penuh gemuruh menyeru, gantungkanlah cita citamu setinggi langit. Tetua hanya untuk balam, bukan untuk perkutut.


@national university of singapore, 15/11/2016

Thursday, October 27, 2016

Utjapan Penghormatan kepada SM Raja** (doa terakhir dari 4 bagian doa)

Singamangaraja, Singa mangalompoi,
Raja natumindi, raja nalumobi,
Naso boi tindian, naso boi lompoan
Raja natinongos ni Debata, na maringanan di pusok ni tano,
tano Bakkara, Bakkara tobing, bakkara situtu
Marhirehon ombun, marondinghon dolok,
parbinanga siboltak langit, nahundul dibale bale pasogit,
Sian ninggor sitordingon, bondar silangka langkaon.
Pargantang tarujuan, parhatian pamonoran,
pangidoan tua, pangidoan sangap,
gabe ni na niula, sinur ni na pinahan
Parsolup siopat jual, parhatian sibola timbang
parninggala sibola tali, ima raja panungkunan, raja pandapotan
raja sioloan ni jolma sibirong mata.
**"Utjapan Penghormatan kepada SM Raja" dalam Madjallah Soara Batak (1917), ditulis ulang oleh Adniel Lumbantobing(1953)Free Hit Counters
Free Counter Locations of visitors to this page

Wednesday, April 20, 2016

identitas

tadi pagi naik taksi dari changi ke salah satu kedutaan di singapore. perbincangannya cukup menarik. si sopir taksi yang kebetulan perempuan, dipercakapan kami, mengatakan bahwa in away, singapura yg tidak punya inhabitan asli yang dominan membuat tidak adanya ikatan identitas bersama, sehingga warga kehilangan orientasi soal kebersamaan melampaui peraturan kewargaan yg ditetapkan negara. singapura maju, tapi kehilangan elan vital bernama identitas bangsa. dia bilang, kalau saya tua, saya mau kembali ke kampung nenek saya di china daratan. padahal, kedua orang tuanya adalah orang singapura.

ketika pulang dari kedutaan menuju changi, saya kembali naik taksi. saya sengaja memuji singapura sebagai eropah kecil, dengan tata transportasi yg nyaris sempurna. yaya.. kata dia..lihatlah airport kami changi,sebentar lagi terminal 4 akan selesai dibangun. ini menjadi bandara terbesar didunia. katanya. saya juga bilang, dibanding dibandingin jakarta, jakarta itu ngga ada apa apanya. satu kilo meter bisa satu jam saking macetnya.. iya kata dia. negara kami maju.

tapi ketika saya masuk ke hal yg lebih dalam..apa yg kamu sukai dengan singapura???? dia bilang tak ada. saya sebenarnya tidak suka. sedikit sedikit pajak, pajak dan pajak, setiap buka pintu rumah, 30 dollar pasti keluar. coba kamu buka pintu rumah di indonesia, pasti ngga keluarin duit..katanya. dia juga mengeluhkan banyaknya peraturan2 yg semakin membatasi warga.

jika kamu ada pilihan didunia ini mau tinggal dimana? saya tanya. dia jawab; di thailand.. kalau saya punya uang saya akan ke sana, keluarga ibu saya masih ada di thailand, saya mau beli tanah, dan bertani disana nanti. katanya. padahal kedua orang tuanya adalah orang singapura.

bagaimana dengan kita, identitas nusantara????

salam tanda tanya, 20 april 2016


Free Hit Counters
Free Counter Locations of visitors to this page

untuk kita kita

aku sedikit galau kalau apa yg kalian sebut, kita itu flat di republik ini. apa benar ucapan dengan tindakan. aku ingin buktikan betulkah kita ini flat dari merauke, makasar, pontianak, medan hingga sabang?
kita lihat nanti, aku akan uji ucapan kalian ini.

Free Hit Counters
Free Counter Locations of visitors to this page

Thursday, January 14, 2016

Sesat..

hari ini semua media ribut soal sesat menyesatkan.

sejarah bercerita begini soal sesat-menyesatkan. Sejarah peradaban awal timur tengah dan yunani kuno; menulis pikirannya-atau nulis buku- ekslusif hanya tugas raja dan penasihat raja. Bagi siapa yang kedapatan menulis buku adalah sundal sesat, dihukum mati.

Ketika socrates berbicara berbeda dengan langgam filsafat raja, socrates juga disebut sesat dan harus mati dibunuh.  400 tahun berikutnya, Yesus, seorang anak pekerja logging, harus mati dibunuh karena berbeda penjelasan tentang buku yang ditulis yesaya.
Lima abad berikutnya, menyebut bumi bulat seperti Galileo adalah sesat, Galileo pun dihukum mati. 

Saya melompat saja ke rumah kita; soekarno juga harus dibunuh perlahan lahan, dianggap sesat, hanya karena melihat apa yang tidak mampu dilihat orang pada jamannya: sebuah indonesia raksasa yang tidak perlu mengekor ke blok barat atau ke timur. Mimpi sukarno terlihat jelas di patung yang dia citrakan sebagai manusia indonesia; patung dirgantara pancoran dan patung pemuda membangun di bunderan senayan.


Hari ini kita tahu mereka keliru; menulis buku bukanlah pekerjaan sesat, berfilsafat kritis juga adalah kecerdasan mulia, dan bumi ternyata benar bulat. Nah..soal indonesia sebagai raksasa  (seperti yang soekarno gambarkan di tugu-tugu dan dibuku2 yg ditulisnya)...sepertinya masih lebih banyak yg tidak percayahh...buktinya banyak pemimpin kita masih di level mental korupsi..karena tidak yakin dirinya lebih besar dari sekedar penyamun. Selamat pagi.
Free Hit Counters
Free Counter Locations of visitors to this page