(Desa Payung, kec. Payung, 17 Nopember 2005)
Informan: PS, eks CGMI Medan, eks Mahasiswa FH USU)
Setelah melewati desa-desa yang terpencil di pegunungan tanah Karo, saya bersama tim mengunjungi rumah seorang tokoh yang menurut korban2 65 adalah salah satu tokoh yang cukup penting. Dia adalah Punanta Sembiring, mantan petinggi CGMI di Sumut. Sekitar pukul 3 sore kami sampai di rumahnya.
Dirumah itu terdapat banyak lukisan beserta peralatan melukis. Punanta ternyata adalah seorang pelukis. Pekerjaan sehari-harinya adalah melukis realitas sehari-hari yang diamatinya di desa-desa tanah karo dengan sangat baik sekali.
Saya Tanya harganya, karena saya memang ingin membelinya. Dia bilang sekitar tiga setengah juta yang paling murah. Wah, aku tidak menanyakan lagi, pun menawarnya, karena tidak punya uang sebanyak itu.
Kemudian kami memperkenalkan diri. Saya jelaskan seluruhnya tujuan kedatangan kami . tidak ketinggalan menceritakan realitas politik nasional yang sedang berubah. Khususnya tentang pembongkaran kembali sejarah peristiwa 65 di Indonesia. Dan menyelipkan diakhir cerita, oleh karena itu jangan lagi trauma.
Oleh karena mempertanyakan keberpuhakan saya, saya ceritakan pula secara pribadi bahwa saya berpihak kepada korban-korban 65, karena hubungan dan pengalaman yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun. Dia juga bertanya apa ada hubungan secara biologis. Saya jawab sebenarnya tidak terlalu ada, tapi kalau dicari-cari, bisa ya dan bisa tidak. Sebab kakek saya, orang tua ibu saya adalah seorang yang ikut menerima cangkul-nya BTI di Asahan, tepatnya di sungai Beluru, tapi itupun saya ketahui dua bulan lalu, ketika pulang kampong dan bertanya kepada ibu saya. Kemudian saya mendengarkan PS untuk bicara.
Saya sudah puluhan tahun di Jawa, sekarang karena sudah tua, saya pulang kemari. Saya bangga jika ada orang-orang yang menaruh simpati kepada korban korban 65, dan memperjuangkannya. Tapi kita masih kali ini bertemu saya sulit percaya sama orang, saya harap nak, kam mengerti, karena apa yang sudah saya alami. Saya bilang dinding juga bisa bicara, dan bisa saja kondisi negara kita ini akan berobah seketika, dan menghabisi kami kembali.
Terus terang saya masih trauma, dan tidak sembarangan menceritakan ini. Walaupun kita justru sudah bicara sekarang, kalau dulu seperti ini kita sudah ditangkap. Beberapa tahun lalu akan pulang dari Jakarta, karena tidak diterima bekerja dimana-mana. Saya kemudian putuskan untuk pulang kampung. Dikampung, tidak ada lagi yang cukup kenal dengan saya. Jadi tidak apa apa lagi.
Suatu waktu, pemuda pemuda desa Payung ini ngumpul. Aku tidak ada disitu dan tidak ikut. Aku di kedai kopi. Tapi ada teman teman yang muda mengajak saya, ngapain saya bilang. Katanya kami lagi merembukkan lapangan bola. Jadi saya ikut, sehingga saya akhirnya ikut nimbrung. Lapangan bola tidak ada lagi di kampong. Saya usulkan kita sewa aja tanah dan kita pake lapangan bola, kita bayar entah berapa, dari pada tanahnya kosong, atau kita minta kepada orang yang punya tanah. Itu saja saran saya.
Ternyata ada orang yang agresif. Itu ada tanah disini katanya, tanah sibayak. Sibayak itu kan orang besar disini, penguasa dijaman Belanda. Saya tidak campur tangan katanya bagaimana kalau itu kita ambil. Sekarang kan sudah jaman merdeka, tidak ada lagi itu raja-raja belanda, sedangkan tanah itu kan tidak mungkin milik orang lingga dari seberang sana, itu tanah desa ini.
Jadi semua orang itu bertepuk setuju. Jadi bagaimana? Besok kita garap itu? Kita ambil? Wah bertepuk semua. Jadi akhirnya besok betul, rakyat kampong ini semua kesana. Cangkul sini, cangkul sana. Ayok, kata orang pula sama saya. Tapi saya Cuma duduk-duduk saja disini ( di kedai).
Kemudian datang polisi, tangkap sana, tangkap sini. Eeeh, gampang saja dituduh dalangnya itu, saya. Gampang saja menuduh saya. Nah maka itu saya bilang kita tetap trauma . itu satu tahun yang lalu, aku baru satu setengah tahun disini. Masih traumalah. Saya mungkin lahir di jaman yang salah.
Perubaan yang kam ceritakan tadi masih angin berhembus saja. Apalagi pikir soal kompensasi, apa segala macam, gampang saja membicarakan itu. Itu kan hanya bisa jika pemerintah menyadari betul betul masalah itu, memang untuk membuat sadar pemerintah perlu ada gerak kita. Saya, biarlah kalian sebut seperti ini, ya memang saya trauma.
PS adalah salah seorang ketua CGMI propinsi Sumatera Utara, saat ini adalah salah seorang sintua(pelayan gereja) di gereja GBKP, pekerjaan sehari-harinya adalah melukis, hasil lukisannya di jual kepada orang-orang tertentu di Jakarta dan Medan. Salah satu karnya saat menjadi TAPOL adalah melukis lambang pramuka yang ada di bumi perkemahan sibolangit bersama seniman terkenal, Puji Tarigan. Sculpture itu menjadi icon penting dipintu masuk tanah karo saat ini.
saurlin,2005.
Tuesday, January 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment