Tuesday, June 13, 2006

Jenda Tarigan, ½ Dewa dari Tanah Karo

Istri saya, sudah puluhan tahun hilang ingatan, matanya buta, dan sudah tidak waras, dia tidak tahan menanggung penderitaan yang kami alami. Kami berdua tinggal digubuk kecil ini, jauh dari penduduk desa. Saya sendirian harus memenuhi kebutuhan kami berdua.

Jenda,81 tahun, yang terlihat masih kuat dan lebih muda dari umurnya itu, harus bekerja ekstra mengurus istrinya sendirian, Namsam br Ginting, 79 tahun. Merawat, memberikan makan, menggantikan baju, bahkan memandikan istrinya sebagai pekerjaan sehari-hari. Sekali dalam seminggu berangkat ke pasar Kabanjahe untuk belanja keperluan berdua. Jenda sebenarnya ingin sekali menuntut pemerintah atas perlakuan yang diterimanya, tetapi oleh karena beban luar biasa yang harus ditanggung sendiri itu, Jenda memilih untuk merawat dan memenuhi nafkah istrinya.

Sulit dibayangkan bahwa Jenda Tarigan, pimpinan PKI Tanah Karo, masih hidup sehat sementara puluhan bawahannya tewas dibantai oleh militer tahun 1965 di Tanah Karo. Jenda saat ini menghabiskan waktunya di sebuah desa di lereng gunung Sinabung. Berikut kisah perjalanan dan pandangannya seputar peristiwa 65 .

Tertangkap setelah di Hutan selama 11 Tahun

Sebenarnya kami memilih menyingkir ke desa karena garis perintah partai, bukan karena takut, jadi kita patuhi garis dari komite sentral di Jakarta. Jabatan saya disamping saya adalah orang pertama PKI di kabupaten Karo, saya juga anggota CDB Propinsi, jadi tahu semua surat menyurat partai. Sebenarnya kami memiliki kekuatan jika ada perintah untuk melawan. Namun karena pilihan menyingkir itu kami jadi menderita sampai sekarang. Menderita apa yang tidak layak kami terima, karena dituduhkan melakukan sesuatu yang tidak pernah kami lakukan.

Paling lama saya di hutan Sibayak ini sama hutan Sinabung . Pelarian di Hutan mula-mula 4 orang. Sudah itu tiga orang tertangkap, tinggal saya sendiri. Saya pun dapat juga akhirnya tahun 1976. Jadi 11 tahun saya di hutan, sejak 1965. saya disidang tahun 1978
Pertama kali saya lari dari dari kantor (sekretariat PKI Kab Karo-red), terus ke rumah, pertama kali saya lari ke desa raja Bernah, di bawah gunung Sibayak. Saya bisa tertangkap, karena ada satu anak muda yang kecil umur sebelas tahun, dia nampak kami, waktu itu kami 2 orang, terus dikasih tahu kami ke kepala kampung, di daerah Sukanaluh. Terus kami dicari sama masyarakat dan militer, terus disergapnya kami dalam satu gubuk di desa Sukanaluh. Malam itu jam dua.

Penangkapannya, waktu itu malam hari, sudah saya dengar datang berdesir desir (suara rumput) itu. Mereka saya tahu aparat keamanan, terus saya buka pintu, lari saya, jangan lari, katanya. Begitupun saya tetap lari, terus dikejarnya dari belakang. Lalu jangan lari katanya lagi, sambil ditembak keatas, lari juga saya, lalu ditembaknya saya. Kena kaki saya, disini ( menunjuk paha), tidak tembus, pelurunya (bersarang) di dalam . Peluru itu sudah tidak ada sekarang, sudah dioperasi waktu itu. Jadi, begitupun sudah kena, saya lari terus, sudah banyak darah yang keluar, tak mau saya berhenti, dari pada menyerah lebih baik mati saya pikir. Lama kelamaan dikejarnya terus, akhirnya sudah dekat dipukulnya kepala saya, pake gagang senjata, jatuh. Barulah diikatnya, baru dibawanya ke kantor polisi Kabanjahe. Sampai di kabanjahe, dibawa ke rumah sakit, dioperasinya peluru itu. Sudah itu baru aku dibawa kerumah sakit MOBRIG ( Mobil Brigade, sekarang Brimob) di Medan. Sudah itu sembuh, baru dibawa ke jalan Gandi, disitulah saya lama ditahan.

Saya diadili dengan saksi yang meringankan dari Ketua PR , Ambil Ginting. Waktu itu hukuman saya divonis 17 tahun, tapi yang saya jalani 15 tahun. Sudah itu saya dibawa ke Suka Mulya, terus ke penjara jalan Listrik.

Setelah Keluar dari Penjara
Setelah keluar dari penjara, kondisi keluarga sudah morat marit lah, istri saya buta huruf, matanya juga buta, karena peristiwa itu dia stress, anak anak semua udah berpencar pencar, lantaran hidupnya sudah terlantar. Ibunya sudah sakit saraf. Matanya sudah tidak beres. Ada anak dibawa keluarga yang satu, dan ada yang dibawa ke tempat lain, begitu.

Namun begitu, keberadaan saya sebagai orang PKI, dapat mereka terima sebagai bapak, tetapi tidak mereka terima sebenarnya mendapat stigma yang seberat itu, sebagai pembunuh dan sebagainya. Umumnya semua keluarga menerima. Maka itu, sebenarnya keluar dari penjara , ada gereja yang menawari kalau mau tinggal ditempat yang disediakan khusus bagi mantan tahanan, itu punya yayasan gereja. Saya Tanya semua keluarga, bagaimana saya bilang, ngga mereka bilang, bapak dirumah saja, katanya. Bapak musti kemari , katanya. Saya diterima dengan baik.

Tetangga dan masyarakat disini umumnya juga menerima saya secara diam-diam( di desa Gambir), karena (jika secara terbuka ada penerimaan terhadap saya) takut sama pemerintah. Ada yang bilang sama saya, sama Suharto nya dia takut, kalau sama saya dia tidak takut. Saya ada cerita pelarian, pernah itu waktu kita masih pelarian di hutan, ada orang yang melihat, dipikirnya babi hutan, jadi diajaknya orang orang kampung. Terus mereka melihat saya, terus dibilang, eh kau nya itu silih, oh baguslah kau masih selamat, terus dikasihnya uang dikasihnya rokok, lantaran senang dia. Itulah makanya masyarakat tidak ada masalah dengan aku. Mereka terus mengajak saya makan malam. Jadi sebenarnya mereka tidak takut sama kita tapi karena takutnya dia sama Suharto, makanya dia ngikut. Begitu. Dalam hati apa dia sama kita, sangking takutnya, macam itu orang orang kampung itu, bawa parang itu semua, tapi karena lihat aku, wah wah terus katanya dikasih rokok. Malah malam diantar nasi sama beras.

Persepsi seputar G 30 S
Bagi saya peristiwa itu juga belum jelas. Ada yang mengatakan bahwa itu usaha-usaha PKI, padahal PKI jelas jelas tidak ada instruksi untuk melakukan perlawanan, untuk melakukan kup. Itu jelas, saya sebagai orang pertama di kabupaten ini jelas itu. Tidak ada instruksi dari pimpinan daerah mengatakan bahwa kita akan begitu ( melakukan kup), itu tidak ada.

Justru setelah peristiwa 1 Oktober itu ( maksudnya peristiwa 30 September 1965 pembunuhan 7 militer di Jakarta) . Apa kata CDB? Instruksi dia bilang waktu itu,(oleh Rakut Sembiring, CDB Sumatera Utara,), dia bilang bahwa ini peristiwa Angkatan Darat, jadi maka itu diantara orang orang itu ( diantara kekuatan keuatan politik masa itu) dalam hal ini kita mendukung dan berpartisipasi pada prior yang maju. Maksudnya yang maju adalah yang mendukung Sukarno. Jadi tidak ada kita melakukan itu (kup). Itulah perintah yang sampai kepada kita sebagai pimpinan kabupaten.

Jadi akhirnya datang lagi lah CDB, katanya kita patuh sama Sukarno. Kita tidak bisa melakukan apa-apa. Sementara dilapangan kita sudah kucing kucingan, kita sudah dicari cari aparat. Sampai waktu itu saya bilang juga sama Rakut, kalau begitu kita nanti, akhirnya ditangkapi, saya bilang. Kalau orang sudah kejar kejar kita, bagaimana saya bilang. Tapi bagaimana? Katanya, CC bilang bahwa kita patuh pada Sukarno sebagai presiden republik Indonesia. maka itu kita patuh sama dia. Lain nanti kalau situasi sudah berubah, kita tunggu lagi dari atas, katanya. Itu saya waktu itu bertengkar sama CDB, saya debat dia. Masa kita lari-lari saja, habis kita, saya bilang. Kita tidak bisa berbuat diluar itu katanya, kita harus patuh pada CC katanya.

Karir Organisasi

Awal mula saya aktif di organisasi, mula-mula saya memimpin Pandu Indonesia, itu sebelum Indonesia merdeka sudah ikut berjuang. Sudah itu beralih menjadi pemuda sosialis Indonesia (pesindo), sudah itu beralih lagi ke Pemuda Rakyat (PR) ,dari pemuda rakyatlah saya menjadi pimpinan partai komunis. Kalau saya tidak salah, tahun 59 barangkali mulai jadi ketua partai. Di kabupaten istilahnya CS atau Komite Seksi. Di DPRD kabupaten menjabat satu periode. Mulai 58 hingga 65 itu. Kami ada tujuh orang pimpinan di tanah Karo, cuma saya dan Kumpul Ginting yang selamat. 5 orang ditangkap dan dibunuh.

Saya pendidikan politik dulu di Sentral Komite. Sekolah partai sentral di Jakarta. Lamanya 4 bulan. Baru saya jadi pimpinan inti di sini. Selain di DPRD dan partai, saya di Front nasional juga, disitu aku ketua. Front nasional tanah Karo itu ada 4 partai besar; PNI, PKI, Murba, dan Parkindo.

Keseharian

Saya bungkuk seperti ini sekarang karena disiksa dulu di tahanan, sekarang disini pun, dibuah zakar saya ini, bengkak, karena disiksa. Aku kena usus turun di tahanan. Terlalu banyak disiksa. Saya dipukul memakai kayu, jenis broti. Sama tahanan lain ada saya lihat dimasukkan kedalam air semalaman, ada yang dilistrik.

Sekarang, sehari hari saya keladang lah. Ibu tidak bisa bekerja apa-apa lagi, ngasih makan dia pun saya. Saya jadi bapak rumah tangga-lah,heehee. Masak, mencuci, ke ladang, begitu. Juga memandikan dia setiap hari. Kebutuhan bisa dikatakan cukup makan lah.

Harapan saya ke depan, bagaimana supaya nama baik dipulihkan. Kita tidak ada terlibat dan tidak ada melakukan kudeta itu. Untuk itu harapan kita, supaya nama baik kita dipulihakan sebagai warga negara . Kalau masa kami dulu, sedikitpun tidak ada keinginan untuk hanya uang. Kami berjuang untuk rakyat, malahan kalau ada yang mengatakan kami orang yang beruang, kami malu, karena kami sendiri sangat berat kondisi keuangannya, biarpun anggota DPRD. Kalau dulu dapat gaji dibelikan pupuk, dibelikan cangkul untuk rakyat. Kalaupun ada honorer kami itu untuk beras. Kami bagikan untuk rakyat. Itu saja. Kalau sekarang sangat jauh beda, jadi anggota dewan berarti ada mobil dan kaya raya.

By: king/studi bakumsu

No comments: