Beberapa saat lamanya, Herodes, sang raja diktator kolonial Romawi, mencium bau kebesaran ini yang menyebar dari mulut ke mulut hingga ke istana. Dimana gerangan bayi yang di ekstrim yang satu, lahir secara tidak wajar dikandang binatang, namun diekstrim yang lain sampai menarik perhatian para ahli perbintangan, karena sebuah bintang terang menjadi penanda lahirnya si bayi. Secara buru-buru dan gegabah, sang diktator membuat kebijakan untuk membunuh semua bayi berumur dibawah 5 tahun di seluruh negri.
Sungguh mengerikan titah ini. Catatan kependudukan akan membuktikan bahwa terjadi penurunan drastik jumlah penduduk, terputusnya generasi, dan hilangnya hidup ratusan ribu bayi dalam waktu sekejap. Penyelamatan harus segera dilakukan kepada mahkota kerajaan, pangeran “Kemenyan” itu.
Seperti Sang Putra Mahkota yang diburon itu, di Tapanuli, tepatnya Pollung, pohon-pohon ‘mulia’ ini juga sedang dicari-cari untuk dimusnahkan. Sejak Juli lalu lebih dari 300 HA sudah rata dengan tanah. Sisanya, hanya menunggu waktu. Ini adalah pertarungan antara para pecinta kematian, para herodes-herodes jaman ini, dengan para pecinta kehidupan. Pertarungan antara pecinta uang dan pecinta Tuhan. Pertarungan antara Perusahaan perusak kehidupan bersama para algojonya versus masyarakat adat yang hidup dengan harmoni dan alam.
14 orang harus menjadi tersangka untuk mempertahankan tumbuhan titipan Tuhan itu. Mereka akan menjadi saksi sejarah perjuangan mempertahankan kehidupan. Mungkin mereka bisa menjadi tersangka, atau bisa dipenjara, tetapi sejarah akan menceritakan siapa Herodes-Herodes penghisap darah, dan siapa para pembawa kehidupan bagi umat manusia(kng).
Free Counter
No comments:
Post a Comment