Namaku perkutut,
saya terlahir sebagai burung yang langsing, leher yang kurus dan kaki yang
kecil. Temanku namanya balam. balam terlahir gemuk, leher besar, dan kaki yang
gemuk. kami berdua adalah sohib sejak kecil hingga dewasa. saat kecil, aku
sering ditanya oleh burung burung dewasa, cita citamu apa? Kujawab dengan lepas
dan lapang tanpa beban, ingin jadi tetua burung. Eh ternyata balam juga bilang,
ingin jadi tetua. Kami bahagia, menerawang, kelak bisa jadi tetua. Tetua adalah
cita cita paling tinggi di dunia kami, dunia burung.
Dari kecil
hingga beranjak dewasa, kami mengasah kemampuan suara kami, dengan harapan
kelak bisa menjadi tetua burung yang hebat. Akupun menjelma menjadi perkutut
dengan suara sopran yang indah tiada tara. Temanku, balam, juga menjelma
menjadi burung yang suaranya besar, nge bas, juga disukai banyak kawanan
burung. Kami bertarung, berkompetisi, namun berteman, dan bahagia. Kami berkeliling
nusantara memamerkan suara kami, suara yang bertahun tahun kami asah dengan
peluh dan lelah.
Hingga
suatu saat setelah dewasa aku menyadari sesuatu yang janggal. Sesuatu yang
membuatku bergidik ngeri, karena ternyata, aku, burung perkutut ini, tidak
mungkin jadi tetua. Ada rahasia umum
yang berhembus dan beredar luas bahwa berleher langsing dan berkaki kurus,
tidak mungkin menjadi tetua. Tetua hanyalah untuk balam yang berkaki gemuk dan
berleher besar. Issu ini beredar luas dalam cuitan berbagai jenis burung.
Aku meronta,
menantang para kawanan burung dan tetua, ayo..mari kita buka kembali kitab
kitab yang ditulis leluhur kita, disana tertulis; untukmu dari generasi ke
generasi, burung burung jantan dan betina, kalian bebas bercita cita setinggi
langit, tidak akan dibedakan menurut ukuran badan, leher dan kaki. Terbanglah dengan
bebas, jagalah nusantara, asahlah kemampuan suaramu, yang terbaiklah yang akan
menjadi tetua.
Namun, cuitan
cuitan burung-burung yang bergerombol itu semakin nyaring mencemooh. Kamu terlahir
dengan kaki kurus dan leher kecil, kamu tidak mungkin jadi tetua burung. Tetua hanya
untuk balam yang berkaki gemuk dan berleher besar.
Tetapi aku
tidak pernah memilih untuk memiliki kaki yang kurus dan leher kecil. Itu adalah
pemberian yang agung pencipta belantara nusantara!! Balam juga tidak pernah
memilih sesuatu yang dimilikinya sejak lahir yang memuluskannya menjadi tetua.
Maaf leluhur
kami, leluhur nusantara, tetua yang menulis kitab agung kami, aku dengan berat
hati meralat cita citaku itu. Aku tidak mau lagi bercita cita setinggi langit,
seperti pesanmu itu. Maaf, demi pulau pulau, demi langit, dan demi lelaut
nusantara, pahlawan kami yang mendirikan peradaban para burung, yang pernah dengan
penuh gemuruh menyeru, gantungkanlah cita citamu setinggi langit. Tetua hanya
untuk balam, bukan untuk perkutut.
@national university of singapore,
15/11/2016