TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
DIJAGA: Personel TNI berjaga di dekat mobil yang dibakar di
kawasan terjadinya bentrok antara warga dengan karyawan PTPN II di
Kutalimbaru, Deliserdang.
BINJAI-Bentrok antara warga dengan karyawan PTPN 2 di Kecamatan
Kutalimbaru masih menyisakan kepanikan dan suasana mencekam. Bahkan, di
beberapa kampung sekitar lokasi bentrok warganya menghilang. Mereka
pergi karena takut ditangkap polisi karena terlibat dalam bentrokan dan
pembakaran truk PTPN 2, Selasa (22/5) lalu.
Di lokasi bentrokan, tepatnya di Desa Salang Paku, Kecamatan
Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang, puluhan personel kepolisian dari
Polresta Medan dibantu petugas Polresta Binjai masih terlihat
berjaga-jaga, Rabu (23/5). Informasi yang diterima Sumut Pos, sejumlah
petugas juga melakukan penyisiran ke perkampungan warga guna mencari
pelaku pembakaran mobil. Tampak sejumlah petugas berpakaian sipil terus
memantau pergerakan warga di kampung tersebut.
Suasana di perkempungan pun tampak lengang. Beberapa warga hanya
berkumpul di beberapa titik. Bahkan, beberapa pria terlihat serius
memandangi setiap orang yang masuk ke perkampungan itu. Tatapan-tatapan
curiga melihat orang asing begitu tampak. Desa Salang Paku pun berubah
drastis layaknya di wilayah konflik.
Hal itupun diakui Ketua Kelompok Tani Maju Jaya, Zakaria. Menurutnya,
memang sejak terjadinya bentrok dengan karyawan PTPN2 Selasa lalu,
sejumlah petugas mulai melakukan penyisiran. Hal itu membuat suasana
semakin mencekam dan penuh dengan kepanikan. “Tapi kami nggak tahu
mereka mencari siapa,” ujarnya.
Dia menambahkan, pascabentrok sejumlah warga yang ikut terlibat dalam
aksi tersebut langsung berhamburan meninggalkan lokasi bentrok. Mereka
takut bakal menjadi sasaran penangkapan petugas kepolisian. “Mereka
sudah pergi semua, saya nggak tahu ke mana,” ucapnya.
Ketika ditanya warga yang terlibat bentrok berasal dari mana, Zakaria
mengatakan seluruh warga berasal dari kampung di sekitar lokasi. “Ya
warga disini semua, kan disini ada beberapa kampung,” sebutnya.
Dia juga mengatakan, pihaknya hanya mempertahankan tanaman jagung
yang ingin di okupasi pihak PTPN2. Pasalnya, lahan eks PTPN2 itu,
merupakan lahan peninggalan orangtua mereka yang dikuasai PTPN2 sejak
berpuluhan tahun. “Sampai kapan pun kita tetap bertahan,” urainya.
Dia menceritakan, aksi penyerangan yang dilakukan warga, bukan tak
beralasan. Soalnya, jika pihaknya tidak menyerang terlebih dahulu,
mereka takut akan mati konyol dihajar pihak PTPN2 yang jelas menang
jumlah. “Kita sudah pengalaman soal ini (penyerangan, Red), karena
sebulan lalu, pihak PTPN2 juga melakukan penyerangan kepada warga saat
melakukan okupasi dan menghancurkan lahan yang mereka tanami,” jelasnya.
Bahkan, Zakaria menduga, kalau pihak PTPN2 juga menyewa preman untuk
memotong tanaman pisang mereka dengan kelewang. Tidak hanya itu, preman
itu juga sempat melepaskan tembakan sebanyak enam kali agar warga tidak
mendekat. “Kami nggak mau mati koyol. Sebab, Kamis (19/4) lalu, mereka
juga melakukan okupasi dengan mengandalkan preman. Bahkan, mereka
melepaskan tembakan sebanyak 6 kali, agar warga tidak mengejar,” ungkap
Zakaria.
Kejadian Selasa lalu, kata Zakaria, warga memang sudah siap
menghadapi karyawan PTPN 2 yang ingin melakukan okupasi. “Kejadian
kemarin juga ada premannya kok. Sebab, aku sempat melihat jika ada
sekitar 25 orang preman Simalingkar, yang membawa parang ikut di dalam
mobil,” timpal seorang warga bernama Iwan.
KPA: Preman Bergabung dengan Karyawan
Sementara, Humas PTPN2 Sei Semayang Eka Dama Yanti, saat dikonfirmasi
mengatakan, memang pihaknya ada melakukan okupasi sebulan lalu. Namun,
saat itu pihaknya menjadi korban. “Memang kita sempat melakukan okupasi
sebulan lalu, tapi kita dihalangi warga saat mencabut dua batang pohon
pisang,” kata Eka.
Soal penggunaan jasa preman juga menjadi catatan pihak Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta. “Informasi dari lapangan, itu para
preman bayaran yang bergabung dengan karyawan,” cetus Deputi Sekretaris
Jenderal KPA Iwan Nurdin kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.
Lantas apa kepentingan mafia tanah? Iwan membeberkan dari aspek
historis masalah tanah di sana. Dipaparkan, lahan-lahan PTPN II itu
dulunya, di era Presiden Soekarno, sebagian sudah dibagikan kepada
rakyat dan sudah disertai Surat Keterangan Pembagian Tanah (SKPT) dan
Surat Land Reform. “Ada yang menyebutnya sebagai tanah suguhan. Di
surat-surat itu tadi sudah disebutkan tanah menjadi hak milik rakyat,”
terang Iwan.
Hanya saja, lanjut Iwan, di awal-awal rezim Orde Baru, rakyat di sana
dituduh komunis sehingga tanah-tanah yang sudah dibagi di era Bung
Karno, dirampas lagi oleh negara dan diterbitkan HGU untuk PTPN-PTPN,
termasuk untuk PTPN II.
Belakangan, rakyat yang merasa dirugikan melakukan gugatan. BPN pun
bersikap, dengan menerbitkan surat perintah agar ditunda dulu
perpanjangan HGU untuk PTPN II. “Sehingga banyak tanah PTPN II tak dapat
diperpanjang HGU-nya karena ada tanah rakyat di situ,” imbuhnya.
Nah, status tanah yang seperti itulah yang dicoba dimainkan para
mafia tanah, yang melibatkan ormas-ormas kepemudaan. “Mereka menebangi
tanaman warga, memagarinya, dan PTPN membiarkan saja. Saya yakin ada
pengusaha-pengusaha hitam. Saya takutnya, ini ada kolaborasi oknum-oknum
di PTPN II dengan pengusaha hitam, yang paham itu tanah sengketa,
lantas mau menduduki. Harapannya, nanti begitu pemerintah bilang
‘kembalikan tanah ke rakyat’, mereka yang justru akan menguasai,” beber
Iwan.
Kecurigaan ini diperkuat dengan fakta di lapangan, lanjut Iwan,
dimana ketika warga yang menduduki lahan, pihak PTPN II cepat sekali
bereaksi. “Tapi begitu para preman yang memagari, didiamkan saja,”
ujarnya.
KPA mendesak agar Pemda dan pihak-pihak terkait secepatnya meneliti
ulang status tanah. Bagi yang sudah menjadi hak milik warga, yang
dibuktikan dengan adanya SKPT, Surat Land Reform, dan Surat Tanah
Suguhan, langsung dikembalikan lahan itu ke rakyat.
KPA juga mendesak aparat kepolisian untuk mengusut dugaan adanya
permainan preman dan spekulan tanah. “Mafia tanah yang luar biasa pat
gulipatnya itu ada di Sumut,” tegasnya. (ndi/sam)
http://www.hariansumutpos.com/2012/05/34368/kutalimbaru-mencekam-warga-menghilang.htm
Free Counter