saya turut senang dengan hasil pemilu presiden yang memenangkan jokowi, tokoh baru tanpa darah biru, berlatar belakang bersih, anti korupsi, rendah hati, sederhana..dan banyak lagi yang membuat rakyat kecil tidak bisa dibohongi untuk tidak memilihnya. dua kali jokowi terlibat pemilihan langsung yang fenomenal, pemilihan gubernur dengan dukungan hanya partai pdip dan gerindra versus partai partai raksasa, dan pilpres yang tidak jauh beda; intinya koalisi rakyat versus koalisi elit partai partai goliat yg mampu dikalahkan.
saya senang, sekaligus kuatir. ini alasan saya.
senang karena kehadiran jokowi seperti menemukan sumber air dipadang gurun, ditengah kebencian publik terhadap elit yang korup, partai partai yang buruk, serta kebohongan2 yang telanjang dipertontonkan sehari hari oleh para elit politik dan penguasa ekonomi.
senang karena ternyata, apa yang saya tulis sekitar 3 bulan yang lalu, tentang kekuatan kaum muda yang bersih ternyata bisa mengalahkan gerombolan elit yang sudah menjenuhkan. lihat postingan saya di notes facebook: : https://www.facebook.com/notes/saurlin-siagian/belajar-dari-kenya-membangun-mimpi-kaum-muda/10151222374493078. ini adalah era baru politik indonesia, ketika kelas menengah baru yang berjarak dari kekuasaan mencampakkan wajah wajah lama berdarah biru dari panggung politik.
senang, karena masa depan politik indonesia akan diinspirasi oleh kemenangan jokowi. anda tidak harus kaya, anda tidak harus ganteng, atau anda tidak harus darah biru, anda bukan harus militer, bisa menjadi presiden. artinya anak-anak yang saat ini sedang SD hingga kuliah akan terinspirasi dengan kehadiran jokowi kepanggung tertinggi politik nasional. siapapun kamu, kamu bebas bercita cita dinegeri nusantara ini nak..setinggi-tingginya.
tetapi, kenapa saya kuatir? seperti yang saya posting di wall saya tgl 21 juli: "adakah negara dgn sistem kapitalisme yang maju tanpa menjajah dan ekspansi? kapitalisme punya natur akumulasi dan ekspansi, tanpa itu, setiap pertumbuhan akan diikuti oleh titik jenuh yang mengarah pada krisis dan kejatuhan. itulah dilema yang akan dihadapi oleh...malaikat sekalipun, yang akan menjadi presiden indonesia mendatang. sby menikmati pertumbuhan yg nyaman selama 10 tahun terakhir, dan pemimpin berikutnya akan menghadapi, atau setidaknya sibuk menambal krisis disana sini. semoga pemimpin baru tabah menghadapi ini, kecuali sadar dan segera merombak sistem itu secara mendasar"
bagaimana jokowi memuaskan harapan --yang mungkin terlalu tinggi--dari pendukungnya (serta mengatasi gempuran lawan lawannya yang akan sangat kejam pada bulan bulan ke depan), ditengah utang pemerintah yang menumpuk hingga mencapai 2.507, 52 triliun rupiah? plus utang swasta, sehingga total utang luar negeri indonesia menjadi 3.321 triliun rupiah? ternyata pertumbuhan ekonomi yang 'nyaman selama 10 tahun terakhir' menyimpan bom waktu bernama utang. perlu dicatat jumlah total utang tahun 2004 adalah sebesar 1.299 triliun rupiah ( semua data ini bersumber dari BI, yang saya kutip dari tulisan Sigit Budiarto, di Berdikari Online).
pembayaran cicilan utang dan bunganya yang mencapai 369 triliun tahun 2014 akan menyulitkan jokowi untuk mengalokasikan anggaran untuk dana pembangunan kesejahteraan rakyat. selain itu, posisi rupiah yg melemah dan harga minyak bumi yang naik, akan menghancurkan cadangan devisa yang membahayakan perjalanan pemerintahan. Sigit menyarankan tiada jalan selain meminta penghapusan sebagian utang yang dianggap tidak sah karena warisan pemerintah otoriter yang menggunakan uang bukan untuk peruntukannya.
saya juga mengkhawatirkan bagaimana gagasan trisakti bung karno, yang selalu didengung-dengungkan jokowi, bisa diintegrasikan plus dipraksiskan dalam kebijakan ekonomi, politik, dan birokrasi pemerintahan jokowi. harus jujur kita akui belum ada kelompok pemikir dan praktisi, termasuk dikalangan PDIP, yang sungguh sungguh bekerja mendaratkan gagasan besar ini. Saran saya, apapun ceritanya, tidak boleh coba-coba (ntar bisa kollaps), perlu belajar dari negara lain yang sukses dengan kekuatan nasional ekonominya, plus langgeng kebudayaannya, hemat saya paling dekat ada di tiga negara tetangga di Asia: China, Korea Selatan, dan Jepang. atau kepada contoh yang jauh lebih sempurna: Jerman. Tentu belajar dari rakyat dan masyarakat lokal yang terpenting, tetapi pengalaman empat negara "adikuasa" ekonomi itu perlu diambil hikmahnya.
salah satu nutsel dari persoalan ekonomi adalah ketimpangan kepemilikan dan akses terhadap sumberdaya, dimana segelintir elit lokal dan asing mendapat 90 persen dari kepemilikan dan akses terhadap total sumberdaya utama, sementara 90 persen warga berjejal terhadap hanya 10 persen dari total sumberdaya penting yang ada di negeri ini. ketimpangan kepemilikan tanah adalah salah satu yang harus dipecahkan melalui sebuah badan yang menangani reforma agraria, sehingga ribuan konflik yang sudah hampir sampai ke ubun ubun ini tidak berubah menjadi revolusi tanpa kendali. mungkinkah Jokowi berani mengungkit ketimpangan ini? beranikah Jokowi bicara dan otak atik ratusan ribu hektar tanah yang hanya dimiliki satu-dua orang itu? Beranikah jokowi mengotak atik konsesi tambang-tambang mineral penting dan minyak yang sudah dikuasai oleh elit -korporasi asing?
khususnya tri- yang ketiga soal kebudayaan, yakni pembangunan karakter, integrasinya adalah pada sistem pendidikan, sehingga perlu restorasi kurikulum pendidikan yang pada intinya pembangunan karakter dengan warna indonesia.
jokowi dan para menterinya harus fokus mengatasi kekhawatiran ini. inilah pekerjaan tersulit yang akan menentukan apakah si anak miskin yang cemerlang ini tetap dipuji para pendukungnya, dan membuat diam para lawan-lawannya. saya sih berharap, dengan tetap mendapat dukungan para relawannya yang tanpa pamrih, jokowi bisa melewati ini, meski tetap was was!!
tks,
saurlin
Free Counter
Monday, July 28, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment