Nak, Keyakinan ini bisalah kamu sebut tahyul, tetapi
keyakinan ini berbeda, sebab aku menyaksikannya dengan mata hatiku . Sebuah generasi
durhaka telah membunuh salah satu “ibu” yang melahirkan bangsamu ini. Kamu anak
durhaka, anak yang tidak tahu berterimakasih, lupa kacang pada kulit, bahkan
membunuh ibumu.
Ini ceritanya nak. Sejak awal abad 19, ada tiga serangkai –tiga
ibu-yang meski sering berselisih, tetapi sama sama bahu membahu mewujudkan
cita-cita pembebasan bangsamu. Dengan susah payah dan banjir darah, akhirnya
pintu rahim pembebasan itu melahirkan dengan sedikit‘dipaksa’ tahun 45. Tiga
ibu inipun mengasuh anak-anak laki-laki yang lahir mungil telanjang. Tidak
disangka, anak anak yang dua dekade kemudian tumbuh besar ini, entah mengapa,
membunuh salah seorang ibu yang melahirkannya.
Anak anak laki laki itu tidak mau mengakui salah satu dari
ibunya, mungkin karena pemahaman yang salah, atau anak remaja itu kena omongan
orang-orang lain, yang dengan lugunya -tanpa sepengetahuannya- berkepentingan
terhadap kehancurannya. Orang orang lain – negeri negeri lain- tidak ingin
melihat mereka menjadi raksasa yang menakutkan banyak tetangganya. Terjadilah pembunuhan terhadap seorang ibu,
seorang yang melahirkan anak durhaka itu. Tiga juta dikubur tanpa bisa bicara
apa apa. Seorang ibu yg berjuang hidup mati dengan darah melahirkannya, ternyata
harus mati dipedang anak laki laki itu sendiri. Bumi pun tertunduk dan
menjanjikan pembalasan.
Inilah kutuk itu: lelah dan jerih payahmu akan sia sia, bahkan darah akan selalu mengalir kembali, kalau kamu tidak mengakui perbuatanmu, dan minta maaf, untuk memulihkan sakit
hati ibu yang tidak tenang di alam sana, ibumu gentayangan. Ibu tidak minta
dihidupkan kembali, hanya sekedar mengakui perbuatanmu, tunjukkan pedangmu yang
berlumuran darah itu, dan minta maaflah, terimalah kenyataan sejarah bahwa dia
juga adalah ibumu, ibu yang melahirkanmu!!itu saja.
Sampai kapanpun, generasi apapun, tidak akan membawa
perubahan apapun, tanpa pengakuan pembunuhan ibumu itu. Rintihan kesedihan dan Airmata
ibumu akan selalu mengalir disebuah dunia yang belum jelas alamnya, dia berada
di ruang “antara”. Ruang itulah yang membuatnya selalu bisa terhubung denganmu,
yang akan selalu menghantui perjalananmu, sejauh apapun kamu pergi.
Hei kamu pemimpin yang akan segera lahir, sebelum memulai
perjalanan, tengoklah kebelakang, salamlah ibu yang menunggu uluran tanganmu,
ciumlah tangannya. Minta maaflah. Mengakui kesalahan adalah sebuah revolusi
batin yang mungkin tidak gampang, tetapi bisa dilakukan. Hanya itu yang
membebaskanmu dari kedurhakaan. Ibu berhati baik, tidak pernah tidak memaafkan
anaknya yang bahkan sejahat-membunuhnya. Niscaya ibu akan mencabut kutukan itu.
Ibu akan melepaskan jeratmu, dan memerdekakanmu.
Menyambut pilpres 9 juli 2014. Saurlin.
Free Counter
No comments:
Post a Comment