Thursday, May 28, 2009
korban Orba penjara 21 tahun, Bertahan dengan Kerajinan Tangan
Dipenjara selama 21 tahun, tidak membuat pak Rani, panggilan akrab Amiruddin Rani, 70 tahun, putus asa. Malahan, penjara dijadikan tempat belajar dan bertahan. Pak Rani adalah salah satu korban stigma PKI oleh pemerintah orde baru.
Saat ini, sehari-hari pak Rani yang tinggal di kampung tengah, dusun perdamaian, desa Tangkahan Durian, kec Berandan Barat, kab langkat ini bekerja sebagai pengukir kerajinan tangan. Kerajinan tangan, yang dipelajari semenjak dipenjarakan, menjadi alat bertahan hidup. “Prinsip saya, tidak mau jadi beban bagi orang lain, sebisa mungkin, saya harus mandiri. Saya tidak mau tergantung, termasuk kepada anak saya satu satunya yang tinggal jauh di Rantau Prapat,”Katanya.
Sehari, pak Rani bisa menyelesaikan sebuah ukiran Rehal, tatakan untuk membaca al-quran yang dipesan oleh langganannya. Satu buah dihargai Rp. 30.000. sebuah papan ukir sepanjang kurang lebih 1,5 meter, seharga 30 000, bisa menghasilkan tiga buah Rehal yang diukir cantik. “Dari satu papan ukir ini, saya mendapatkan untung Rp. 60.000 sehari,”Ujarnya.
Ukiran rehal bukan satu satunya yang dikerjakan oleh Pak Rani. Berbagai jenis ukiran lain juga dikerjakan semacam tempat balai, ukiran perlengkapan untuk pesta pernikahan, dan hiasan dinding. Semuanya adalah hasil kerja kerasnya belajar mandiri di penjara. “Selain itu, saya juga punya tiga ekor induk ayam yang telurnya saya jual,”Tambahnya.
Proses pengerjaan kerajinan ini dilakukan secara manual. Gergaji, ketam, kertas pasir, dan beberapa alat ukir yang menurut beliau, membuat pekerjaan berjalan sangat lambat. “Jika ada modal kecil yang bantu, saya bisa buatkan ukiran rehal lebih cepat. Setidaknya saya butuh gergaji listrik, ketam listrik, bais, dan gergaji bunga, yang harga masing masing sekitar 300 ribu rupiah. Ukiran rehal bisa selesai tiga dalam sehari,”Ungkapnya.
Rumah pak Rani terlihat sangat sederhana, terbuat dari tepas bambu beratap daun rumbia, ukuran 2,5 meter kali 5 meter. Dari luar, dinding dilapisi plastik biru tipis, untuk menghindari tempisan air hujan. Didalamnya terdapat dua bilik, satu bilik untuk tempat tidur dan tempat peralatan-peralatan, satu bilik lagi sebagai dapur dan tempat kerja sehari-hari untuk mengukir.
Ditengah kesederhanaan ini, pak Rani berikrar akan tetap memperjuangkan keadilan atas perampasan hak hidup oleh rejim Orde Baru. Saat ini pak Rani tergabung dalam KKP HAM 65 ( Komite Korban Pelanggaran HAM 65). “Saya dipenjarakan, dikenakan kerja paksa tanpa gaji, hasil kerajinan tangan saya dipenjara juga dirampas semua. Saya merasakan bagaimana sakitnya disiksa di 11 penjara yang berbeda,”Kata mantan ajudan Komandan Batalyon 202 Tebing Tinggi, dengan pangkat terakhir Kopral ini dengan lirih. ( Saurlin Siagian/28 Mei 2009)
Free Counter
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment