Monday, April 21, 2008

PPI oh PPI....

Salam kenal dik Saurlin,

Nama saya Tahir Pakuwibowo. Dalam email anda kepada sdr Heri Latief anda menulis "aku minta penjelasan dari mereka yg dulu aktif di ppi awal". Saya tidak merasa pasti apakah saya termasuk grup yang anda maksudkan sebagai orang yang "aktif di ppi awal". Tapi saya dulu aktif di PPI-Tjekoslowakia dan PPI se-Eropa pada dekade yang crucial, tahun 60:an.

Betapapun, saya akan mencoba membantu memberikan beberapa informasi yang saya ketahui tentang hal-hal yang merupakan pertanyaan bagi anda dan mungkin juga bagi banyak kawan-kawan dari generasi muda lainnya. Dalam email yang sama anda menulis: ” ada sesuatu yg salah dengan generasi pendiri dan penerus ppi ... tulisan ini sendiri mencari benang yang putus itu...kapan dimana dan oleh siapa ...”.

Saya rasa sulit sekali menjawab pertanyaan anda ”kapan dimana dan oleh siapa…” benang itu diputuskan? Walaupun pertanyaan ini menarik, tapi saya rasa tidak ada orang yang dengan sengaja secara aktif menetapkan, nah sekarang benang PPI ini akan saya putuskan? Tapi baiklah saya ceritakan sedikit pengalaman saya, mudah-mudahan sedikit membantu menjelaskan sebagian sejarah gerakan mahasiswa Indonesia diluar-negeri.

Pada tahun-tahun 50:an dan 60:an pemerintah Indonesia mengirimkan banyak sekali mahasiswa-mahasiswa keluar-negeri untuk menuntut ilmu, kebanyakan dalam rangka apa yang dinamakan ”pertukaran budaya” (cultural exchange). Kekecualiannya adalah Jepang. Yang dikirim kesana pada waktu itu kebanyakan didasarkan pada pampasan perang. Mahasiswa Indonesia kita temui di hampir semua negeri, baik dinegeri-negeri blok sosialis maupun kapitalis. Tujuannya saya rasa jelas, yaitu untuk mempercepat proses modernisasi Indonesia dengan kader-kader intelektuil didikan dalam maupun luar negeri, kira-kira seperti zaman Meiji di Jepang.

Saya sendiri kebetulan dikirim ke Tjekoslowakia (nama negerinya waktu itu) untuk belajar ekonomi bersama satu grup terdiri dari 30 mahasiswa dari macam-macam jurusan. Ketika kami sampai di Tjekoslowakia pada akhir 1960, sudah terdapat satu struktur organisasi yang bernama PPI dan juga apa yang dinamakan Badan Koordinasi PPI se-Eropa. Ternyata PPI ini terdapat ditiap negeri baik di Eropa Timur maupun Eropa Barat. PPI adalah mesin organisasi yang mepunyai tradisi dan berjalan baik. Yang menjadi pertanda khas dari PPI zaman saya adalah semangat dan dedikasi anggauta-anggautanya untuk menuntut ilmu diluar-negeri dan kemudian pulang kembali ketanah air untuk mengabdikan diri kepada tanah-airnya yang masih muda dan baru saja bebas dari kolonialisme. Paling tidak begitulah kesan yang saya dapatkan.


Tapi perlu dicamkan bahwa perkembangan PPI yang sehat dan kuat waktu itu tidak terjadi dalam vacuum, melainkan merupakan bagian dan pencerminan dari apa yang terjadi ditanah air. Indonesia waktu itu berada dalam era pimpinan Presiden Sukarno, proklamator Kemerdekaan, yang mempunyai visi besar tentang masa depan negeri ini. Dirasakan ditulang-sumsum bahwa Indonesia sedang bergerak menuju kearah sesuatu yang besar. Jangan dilupakan bahwa Indonesia mendapat respek didunia ketiga, dan ini tentu saja menambah kebanggaan dan kepercayaan diri mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Eropa. Fenomena yang sama sebetulnya lebih banyak lagi dapat dikatakan mengenai PPI di Belanda pada masa-masa perjuangan kemerdekaan. Roda sejarah yang bergerak menjelang kemerdekaan Indonesia tak bisa tidak akan menggugah setiap hati nurani putera-puteri Indonesia dan pada gilirannya mempengaruhi perkembangan dan kehidupan PPI pada masa itu.

Pada masa saya masih mahasiswa, diselenggarakan seminar dan konferensi PPI se-Eropah tiap dua tahun sekali dan yang terakhir dilansir pada bulan Agustus 1965 di Bukarest, Rumania. Seminar dan konferensi ini selalu merupakan peristiwa besar buat semua PPI dan diikuti oleh puluhan mahasiswa Indonesia baik dari Eropa Timur maupun Eropa Barat. Bahwasanya PPI dianggap penting juga oleh pemerintah Indonesia waktu itu, diperlihatkan oleh kenyataan bahwa pemerintah mengirimkan Ruslan Abdul Gani ke Konferensi Bukarest sebagai peninjau. Sebuah foto dari peristiwa itu bisa dilihat disini: http://pakuwibowo.multiply.com/photos/album/39/Student_Years#15

Kira-kira sebulan sesudah Konferensi Bukarest, meletuslah peristiwa G30S yang sangat tragis ditanah air dan merupakan suatu shock luar biasa buat siapapun. Akibatnya, PPI-PPI di Eropah terpecah menjadi dua, kelompok penyokong Sukarno yang anti Suharto dan anti pembantaian serta kelompok kedua yang menyokong kediktaturan militer. Sekitar tahun 1967, anggauta-anggauta PPI-kiri yang tidak mau dipaksa sumpah setia kepada jenderal Suharto dicabut paspor dan kewarganegaraannya oleh KBRI sehingga mereka menjadi stateless. PPI-kiri tetap exist sampai permulaan tahun 70:an dan terus melakukan perlawanan terhadap kejahatan rezim Suharto. Tapi akhirnya tidak terdapat lagi "mahasiswa kiri" sebagai kelompok, karena sebagian besar sudah menyelesaikan studinya. Jadi PPI-kiri kehilangan ”raison d´ etré”nya dan karena itu bubar. Bagaimana dengan kelanjutan PPI kanan saya kurang mengetahui.

Apakah rezim Suharto mempunyai visi? Menurut Aditjondro dalam bukunya ”Korupsi Kepresidenan”, ”visi” mereka adalah ”Oligarki berkaki tiga”, yaitu Istana, Tangsi dan Partai (Golkar). Sebagaimana kita semua ketahui, inspirasi yang mereka bisa berikan adalah KKN, memperkaya diri dan penyalah gunaan kekuasaan. Apakah pemerintah sekarang mempunyai visi? Saya tidak melihatnya. Indonesia kelihatannya sedang mengalami krisis kepemimpinan. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia masa kini kelihatannya tidak punya sama banyak semangat dan dedikasi berbakti seperti rekan-rekannya dimasa-masa dulu. Yang dominasi sekarang sayangnya adalah semangat individualisme. Kenbanyakan mahasiswa Indonesia diluar-negeri ongkos-ongkos belajarnya tidak dibayar pemerintah, tapi hasil usaha sendiri atau diongkosi orang tuanya. Mudah-mudahan saya keliru dalam hal ini, tapi kelihatannya kurang ada prasyarat obyektif untuk PPI yang hidup. Kepada rekan-rekan mahasiswa generasi baru dan PPI baru saya hanya bisa anjurkan agar tidak putus asa, teruskan perjuangan untuk demokrasi serta masyarakat adil-makmur, bangkitkan semangat berbakti kepada tanah air dan Rakyat kecil. Good Luck!

//Tahir

Tuesday, April 15, 2008

read the capitalism, an ugly wild view

salah satu watak paling dasar kapitalisme adalah ekspansi.
tidak ada kapitalisme yang tidak melakukan ekspansi.
inilah dilema kapitalisme itu sendiri, ketidakmampuannya
untuk tidak melakukan ekspansi. dia akan mati jika tidak
melakukan ekspansi. kamus berhenti berekspansi adalah kematian bagi dirinya
tidak ada kamus istirahat sejenak.

ini seperti film SPEED yang dibintangi Keanu Reeves dan sandra bullock,
sebuah bus yang sedang melaju kencang yg didalamnya dipasang bom yg
akan aktif jika busnya dihentikan. berhenti adalah kematian.
so, era berhenti sejenak ini kapan terjadi? yg
akan berujung kepada kematiannya?

kapitalisme sebenarnya, sudah mulai capek. pengen berhenti sejenak,
tapi dipaksa tetap berjalan, karena semua pengambil kebijakan, ahli-ahli
penopang kapitalisme, mengerti benar, tidak ada kata berhenti sejenak..
ekspansi atau mati.

untuk melanggengkan paradigma yang sudah menua dan lanjut usia ini,
para penopangnya melakukan serangkaian operasi kosmetik; suntik sana suntik sini,
intervensi sana sini, supaya jangan sampai collaps, setidaknya memperpanjang
sedikit umur kematiannya.

itulah sebabnya, ada the ten commandments of washington consensus 1989
atau ada the post washington consensus 98. intinya, ngga penting rakyat
makan atau tidak, yang penting kapitalisme berjalan stabil. Uang adalah
inti dari stabilisasi kapitalisme ini. kontrol ( bahasa yang sangat bertentangan
dengan kapitalisme) atas uang, pun dilakukan untuk menjaga terus kesehatan
sang kakek tua.

umur kapitalisme, jika dirunut sejak industrialisasi, sudah sekitar 300 tahun, dari sekitar tahun 1700-an di mulai di inggris. apakah ini sudah cukup tua untuk umur sebuah IDEOLOGI?? tidak ada teori yang menjelaskan ini sampai sekarang. karl marx
mungkin kurang tepat meramalkan bahwa ideologi ini akan segera berakhir, melalui
selebaran 'gelap'nya di eropah bernama communist manifesto 1800-an: hantu gentayangan di eropah. kapitalisme terlalu muda untuk mati diumur 100 tahun.

tapi sebagai perbandingan,aku coba runut kebelakang, usia ideologi sebelum kapitalisme; feodalisme, kelahirannya, jika merujuk pada terbentuknya
kuasa manusia atas manusia, kepemilikan tanah dan budak..maka umurnya sekitar 3000 tahun. Nah..pertanyaannya, mungkinkah kapitalisme akan selama ini? atau akan lebih cepat?

yg pasti, dia akan berhenti dan digantikan oleh apa saja, bisa macam macam; sosialisme, atau bisa saja pemerintahan global otoritarian baru oleh militer
satu negara hegemonik..siapa tahu..inilah counter saya terhadap kematian sejarah, yang disebutkan oleh
kaum neo hegelian.

sebuah angan angan yang nakal.


kingkong.

Sunday, April 13, 2008

revolusi dan amputasi

revolusi adalah proses amputasi kelas. karena terjadinya puncak mal-fungsi dari sistem secara keseluruhan.

persoalannya siapa yang diamputasi dan oleh siapa. menurut marx yang diamputasi adalah kelas elit dalam suatu masyarakat, dan kemudian digantikan/diobati dengan kelas bawah untuk memimpin/ploretariat.

menurut gramsci, yang diamputasi adalah kelas elit, digantikan oleh kelas menengah, kaum intelektual organik, yang dalam berbagai hal berpihak kepada kelas bawah.

menurut teori neo liberal, yang diamputasi adalah kelas bawah, diamputasi oleh kelas elit, untuk melanggengkan kekuasaannya.

sedihnya, jenis bukan jenis yang pertama, bukan pula yang kedua,
tetapi proses amputasi jenis ketigalah
yang selalu terjadi di sebuah negeri katulistiwa itu.

setiap momentum revolusi, selalu mengamputasi rakyat untuk kelanggengan
elit.

april 13,08.

Saturday, March 22, 2008

Mengenang Siau Giok Tjhan

Tulisan dari salah satu milis,
memperingati seorang nasionalis Siauw Giok Tjhan,
ditulis oleh sahabatnya, Go Gien Tjwan...


Siauw Giok Tjhan, Sahabat-ku

Oleh: Go Gien Tjwan


Pada tanggal 20 November 1981, secara mendadak Siauw Giok Tjhan meninggal dunia, jauh dari tanah air yang ia cintai. Ia meninggal 30 menit sebelum memberi ceramah di dalam sebuah forum terbuka yang diselenggarakan oleh para mahasiswa sejarah dan para akhli Indonesia di Universitas Leiden.

Ceramah yang tidak sempat dipersembahkan Siauw berjudul: Kegagalan Demokrasi Parlementer di Indonesia. Ia tentunya bermaksud menceritakan pengalamannya sendiri sebagai seorang anggota lembaga legislatif Indonesia dari tahun 1946 hingga tahun 1966, di saat mana, demokrasi, walaupun demokrasi terpimpin, berakhir. Di dalam ceramah itu, Siauw bermaksud untuk mencanangkan optimisme-nya, bahwa kekuasaan militer di Indonesia tidak akan berhasil mengalahkan kekuatan rakyat yang menginginkan demokrasi dan pada akhirnya rakyat Indonesia akan menikmati alam demokratis.

Tempat wafatnya Siauw – di dekat salah satu gedung Universitas Leiden – merupakan tempat simbolis bersejarah. Karena di universitas inilah semangat perjuangan melawan rasisme yang dikembangkan oleh Nazi dimulai di negeri Belanda, ketika Rektor Cleveringa mengajak para kolega dan mahasiswa-nya untuk mogok sebagai tanda protes terhadap dikeluarkannya mahasiswa-mahasiswa Yahudi. Tempat itu simbolis, karena Siauw Giok Tjhan adalah seorang pemimpin karismatik di Indonesia yang dengan gigih melawan diskriminasi rasial yang ditujukan terhadap golongan Tionghoa.

Akan tetapi simbol tempat yang dimaksud di atas tidak lagi relevan bilamana kita bandingkan objektif perjuangan golongan Yahudi di Eropa dan golongan Tionghoa di Indonesia.

Pada akhir abad ke 19, seorang wartawan Austria bernama Theodor Herzl mendorong kelahiran gerakan Zionisme di Eropa, yang setelah perjuangan sengit selama lima dekade dan holocaust di era Nazi, berhasil mendirikan sebuah negara yang dinamakan Israel. Pada awal abad ke 20, orang Tionghoa di Indonesia tidak menginginkan hapusnya golongan mereka sebagai golongan terpisah. Mereka ingin memperbaiki posisi dan status mereka dengan jalan memperkuat posisi komunitas mereka dan membantu usaha memperkuat Tiongkok sehingga ia mampu mencegah penindasan terhadap golongan Tionghoa di luar Tiongkok.

Pada tahun 1934, wartawan muda Siauw Giok Tjhan, yang baru saja lulus dari HBS di Surabaya, memilih jalan lain. Ia masuk Partai Tionghoa Indonesia yang didirikan oleh Liem Koen Hian pada tahun 1932. Orang yang bergabung di dalam partai ini menganggap Indonesia sebagai tanah air mereka dan oleh karena itu, mereka mendukung perjuangan para pejuang nasionalis mencapai kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, partisipasi Siauw di dalam gerakan mencapai kemerdekaan di zaman kolonial Belanda itu masih berkaitan dengan jaringan komunitas peranakan Tionghoa yang tidak memiliki banyak persamaan dengan mereka yang berasal dari komunitas Tionghoa totok. Bahkan, dalam banyak hal, kedua komunitas itu saling bertolak belakang.

Sebagai editor harian Mata Hari yang menyalurkan aspirasi perjuangan mencapai Indonesia Merdeka dan yang pada masa peperangan Sino-Jepang bersikap anti Jepang, nama Siauw berada di dalam daftar orang yang harus ditahan oleh Jepang ketika mereka masuk dan menduduki Indonesia pada tahun 1942. Anehnya, Jepang membiarkan Siauw, yang berhasil meloloskan diri dari penangkapan di Semarang, hidup sebgai seorang pemilik toko eceran di kota Malang selama masa pendudukan Jepang. Di masa pendudukan Jepang itulah, Siauw berkesempatan untuk meninjau berbagai masalah politik dan memformulasi rencana perjuangan di saat perang dunia ke II berakhir. Pada waktu itu Siauw sudah melihat bahwa ada kemungkinan Indonesia menjadi negara yang merdeka, tetapi sebagai bagian dari “Kemakmuran Bersama” – Commonwealth Belanda dengan status “dominion”.



Di masa itulah, Siauw tampil pertama kalinya sebagai seorang pemimpin masyarakat yang cakap. Dengan menggunakan posisinya sebagai pemimpin Kebotai (semacam polisi Tionghoa) yang diciptakan oleh Jepang, Siauw menjalin hubungan erat dengan para pemimpin organisasi-organisa si para-militer Indonesia yang diciptakan oleh Jepang. Ia mengirakan bahwa organisasi-organisa si para-militer ini akan memainkan peranan penting setelah Jepang meninggalkan Indonesia.

Perkiraan Siauw ternyata tepat. Organisasi-organisa si perjuangan yang revolusioner pada tahun 1945 berasal dari organisasi-organisa si para-militer tersebut di atas. Dan, terjalinnya hubungan baik antara Siauw dan para pemimpin organisasi-organisa si pemuda ini menguntungkan posisi Siauw sendiri. Ia tampil sebagai seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang bisa diterima di Jawa Timur, karena ketika itu tidak banyak sosok Tionghoa yang memiliki pengalaman dalam berjuang.

Ia memperingatkan komunitas Tionghoa, baik yang peranakan maupun yang totok, bahwa kebahagiaan golongan Tionghoa di Indonesia hanya bisa dipastikan tercapai kalau mereka turut berpartisipasi dalam gerakan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada bulan Oktober 1945, ia mendirikan Angkatan Muda Tionghoa. Untuk membuktikan para pejuang Indonesia lainnya bahwa komunitas Tionghoa tidak berpeluk tangan, pada tanggal 9 November 1945, ia mengajak beberapa pemuda Tionghoa dari Malang untuk pergi ke medan pertempuran di Surabaya. Pada tanggal 10 November itu, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan, kelompok Malang itu menemui beberapa pemuda Tionghoa yang juga turut dalam barisan pemuda Indonesia.

Akan tetapi Siauw beranggapan bahwa berjuang untuk revolusi Indonesia sebagai kelompok terpisah adalah tindakan yang salah. Pada waktu itu, para mantan pemimpin PTI sudah memutuskan untuk tidak lagi mendirikan partai yang berasaskan suku atau golongan etnis di zaman kemerdekaan. Oleh karena itu, Siauw, pada tahun 1946, masuk Partai Sosialis, partai gabungan antara partai-partai yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Sjahrir.

Pada tahun 1946, Siauw diangkat sebagai anggota Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan antara tahun 1947 dan 1948, ia menjadi menteri negara dengan tugas khusus, memobilisasi potensi sosial dan ekonomi masyarakat Tionghoa dalam mendukung Republik yang baru terbentuk itu. Pada masa yang sama, Siauw turut dalam Inter-Asian Relations Conference yang diselenggarakan di New Delhi, India. Walaupun kehadirannya di KNIP terganggu dengan penahanannya sebagai akibat Peristiwa Madiun dan Serangan Belanda antara tahun 1948 dan 1949, Siauw tetap mempertahankan keanggotaan di Badan Pekerja KNIP. Setelah kedaulatan Indonesia diakui penuh pada tahun 1950, Siauw menjadi anggota DPR dan masuk ke dalam fraksi SKI (Serikat Kerakyatan Indonesia), yang terdiri dari tokoh-tokoh Batak.

Sumbangan penting Siauw di dalam sejarah Indonesia berkaitan dengan cara penyelesaian masalah minoritas Tionghoa yang ia canangkan. Ketika beberapa tokoh Tionghoa ingin mendirikan sebuah organisasi yang akan dinamakan Baperwatt (Badan Permusyawaratan Warga Turunan Tionghoa) pada tahun 1954, untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan Indonesia yang dihadapi golongan Tionghoa, ia diundang untuk membantu melahirkan organisasi ini.

Pengalamannya dalam bidang politik dan reputasi politiknya di dalam berbagai kancah politik menyebabkan ia memiliki kewibawaan politik yang tinggi. Oleh karena itu, dalam rapat pembentukan Baperwatt yang diselenggarakan pada tanggal 13 Maret 1954, Siauw berhasil meyakinkan para peserta rapat untuk mengubah rancangan anggaran dasar Baperwatt. Ia menyatakan bahwa penyelesaian masalah minoritas Tionghoa merupakan bagian dalam perwujudan nasion Indonesia.

Siauw juga menekankan bahwa banyak tokoh politik nasional ketika itu telah mengabaikan tugas sejarah – mewujudkan nasion Indonesia – yang penting ini. Karena mereka menaruh kepentingan partai dan pribadi di atas kepentingan membangun nasion Indonesia, mereka telah melanggar Undang-Undang Dasar yang menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban bagi semua Warga Negara Indonesia. Mereka menjalankan praktek-praktek diskriminasi rasial terhadap masyarakat Tionghoa yang banyak sudah menjadi WNI.

Menurut Siauw, kebijakan rasialistis ini harus dilawan dengan tindakan-tindakan positif dengan meyakinkan seluruh rakyat Indonesia bahwa di negara Indonesia, hanya ada satu bangsa, yaitu bangsa (nasion) Indonesia. Oleh karena itu, organisasi yang dibentuk, menurut Siauw, tidak bisa bernamakan Baperwatt, melainkan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia).

Untuk menunjukkan komitmen-nya, Siauw mendorong dipilihnya kawan lamanya, Sudarjo Tjokrosisworo, seorang wartawan kawakan dari golongan yang dinamakan “asli”, menjadi ketua Baperki cabang Jakarta Raya yang dibentuk pada tanggal 14 Maret 1954.

Akan tetapi, tindakan ini tidak menolong timbulnya persepsi masyarakat dan catatan dalam sejarah bahwa Baperki merupakan organisasi Tionghoa. Walaupun demikian, Siauw senantiasa menyatakan bahwa terpisahnya suku-suku dan golongan-golongan etnis di Indonesia itu adalah warisan kolonialisme dan Baperki mendorong terwujudnya integrasi politik dan sosial golongan Tionghoa di dalam tubuh nasion Indonesia dalam memperbaiki posisi rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Di dalam praktek politik Baperki menganjurkan agar unsur-unsur sosial dalam masyarakat peranakan berintegrasi, memasuki organisasi-organisa si mayoritas yang terbuka bagi semua warganegara sesuai dengan selera masing-masing. Hendaknya pemuda atau mahasiswa peranakan berintegrasi dengan pemuda atau mahasiswa mayoritas dalam satu organisasi; kaum buruh peranakan menjadi anggota-anggota serikat buruh mayoritas, kaum guru peranakan berintegrasi dalam PGRI, dan seterusnya.

Sikap ini ternyata dihargai oleh banyak tokoh nasionalis, termasuk Presiden Soekarno yang kemudian mendukung perjuangan Baperki.

Di bawah pimpinan Siauw Baperki berkembang sebagai organisasi yang mampu melindungi posisi massa-nya, masyarakat Tionghoa di Indonesia dalam bidang-bidang sosial, ekonomi dan politik. Baperki berkembang menjadi organisasi massa Tionghoa terbesar di dalam sejarah Indonesia. Kenyataan ini, yang terwujud karena dukungan Presiden Soekarno dan banyak tokoh kiri, terutama mereka yang berasal dari PKI, menyebabkan kehancuran Baperki dan banyak pemimpinnya ditangkap ketika kekuasaan pemerintahan jatuh ke tangan Jendral Soeharto pada tahun 1965-1966.

Sebagai seorang Marxist, Siauw Giok Tjhan sadar bahwa keberadaan diskriminasi rasial tidak diciptakan dalam situasi “kosong” (vacuum). Ia berkembang akibat adanya struktur ekonomi sosial peninggalan kolonialisme Belanda. Pada awal perkembangan Baperki, Siauw menyatakan harapannya agar segera tercipta iklim politik di dalam masyarakat Indonesia yang tidak memungkinkan berkembangnya diskriminasi rasial. Sebuah formulasi yang agak kabur, akan tetapi dapat diterima oleh banyak pimpinan politik pada masa itu. Setelah tahun 1959, terutama di dalam zaman Demokrasi Terpimpin, mengikuti irama dan slogan politik yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno, formulasi Siauw menjadi tegas. Perkataan “masyarakat” diubah menjadi “masayarakat sosialis”. Perkataan “integrasi” diubah menjadi “integrasi revolusioner” .

Oleh musuh-mush politik Baperki, terutama mereka yang mencanangkan konsep “assimilasi total”, pernyataan-pernyata an Baperki yang didasari oleh formulasi Soekarno ini, dianggap mengandung komunisme. Dengan sendirinya, musuh-musuh Soekarno, terutama banyak perwira Angkatan Darat mendukung kelompok yang menentang konsep “integrasi” dan mendukung konsep “asimilasi total”. Yang dimaksud dengan “assimilasi total” ternyata hanyalah digantinya nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama Indonesia dan hilangnya kebudayaan Tionghoa. Mereka tidak menganjurkan atau memaksakan pergantian agama ke Islam dan kawin campuran. Yang menjadi dasar program assimilasi itu sebenarnya adalah anti-komunisme dan karena itulah program itu diterima oleh sekelompok masayarakat pada ketika itu.

Dengan jatuhnya Soekarno dan dihancurkannya PKI dan partai-partai yang mendukung demokrasi, Baperki turut diserang oleh kelompok kanan.

Pimpinan Baperki menyadari bahwa corat-coret pada dinding-dinding kota sangat berbahaya sebab merupakan kampanye hasutan untuk melancarkan program anti-Tionghoa. Siauw Giok Tjhan, ketua umum Baperki mengajak saya berlobby kepada beberapa menteri yang kami rasa mempunyai simpati terhadap Baperki dan cukup luas pandangannya untuk mengerti betapa gawatnya situasi bagi orang Tionghoa. Diantara menteri yang kami kunjungi adalah Wakil Perdana Menteri I Subandrio.

Siauw menyatakan: “Saya ketua umum Baperki. Saya bertanggung jawab atas tindak tanduk Baperki. Saya minta sekarang ditangkap dan minta hakim membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan terhadap Baperki itu benar”. Subandrio hanya menjawab dalam bahasa Ngoko: “aku pahami bahwa kalian khawatir, tapi ketahuilah bahwa aku sendiri takut sebab tidak tahu apa dampak kejadian ini semua. Hanya satu yang kalian boleh tahu. Kalau aku berjumpa dengan Aidit akan kucaci-maki dia”.

Usaha Siauw untuk meredakan arus anti-Tionghoa gagal. Pada bulan November 1965, Siauw Giok Tjhan ditahan. Saya sebagai salah seorang pemimpin Baperki juga ditahan pada bulan yang sama.

Pada waktu saya meringkuk sebagai tahanan politik , lebih dulu di Kilidikus (Kompi Penyelidik Khusus) Lapangan Banteng, kemudian di penjara Salemba dari akhir 1965 sampai 1966, saya hanya satu kali diperiksa dalam rangka apa yang dinamakan penumpasan G30S.

Pemeriksaan itu yang dinamakan interogasi bagi saya merupakan pengalaman sejarah yang dengan gamblang membuktikan bahwa Orde Baru (Orba) diilhami oleh ideologi Nazi Jerman. Istiláh Orde Baru ternyata merupakan terjemahan konsepsi Hitler untuk mewujudkan Neuordnung Europas: Orde Baru Eropa.

Dalam interogasi itu kepada saya diberlakukan azas sebuah negara totaliter : pembalikan fakta dan adanya pelanggaran kaidah negara hukum bahwa penguasalah yang harus membuktikan bahwa seorang terdakwa telah melanggar hukum.

Saya ditanya apa sebab saya ditahan, bukan jaksa yang memberitahukan kepada saya mengapa saya ditahan. Jawab saya singkat: saya tidak tahu. Tanya jaksa: kalau begitu jawablah apa sebab Baperki dilarang oleh semua Pepelrada. Jawab saya: saya tidak tahu tapi saya bisa menerka. Kemudian sang jaksa menyetujui saya untuk bercerita sbb:

Dasar moral kaum Nazi untuk membasmi seluruh umat Yahudi bisa diketemukan dalam buku penyair resmi partai Nazi NSDAP, namanya Dietrich Eckart dan buku yang saya maksudkan berjudul : Der Bolschewismus von Moses bis Lenin, bolsyewisme (komunisme) - sedari nabi Musa sampai Lenin. Dalihnya berbunyi bahwa Yahudi dan komunis itu sinonim. Tidak peduli dia bankir raksasa bernama Rothschildt atau penyair termashur Heinrich Hein mereka komunis, sebab YAHUDI.

Sejalan dengan paham rasis ini sekarang di Indonesia sedang didalihkan bahwa karena RRT negara komunis maka semua orang Tionghoa adalah komunis dan pemimpin-pemimpin masyarakatnya - dalam hal ini terutama yang dari Baperki harus diamankan.

Betapa ganjil prasangka ras ini dapat dilihat dari cora-tcoret pada dinding-dinding kota Jakarta yang berbunyi: “Baperki cukong atau kasir PKI”, tapi sekaligus juga: “Baperki antek atau jongos PKI”. Saya simpulkan bahwa anti-semitisme Nazi sama dengan anti-sinicisme ORBA dengan satu kekecualian. Nazi Jerman dalam undang-undangnya dan pengumuman resmi tidak menggunakan istilah hina Saujude melainkan hanya Jude. Sedangkan oleh ORBA istilah hina Cina digunakan secara resmi, bukan Tionghoa.

Siauw dibebaskan pada bulan Mei 1978 tanpa prose pengadilan apapun. Kartu Penduduknya dibubuhi tanda ET (Eks Tapol). Pada bulan September 1978, ia pergi ke negeri Belanda untuk berobat. Penderitaan di penjara yang berkepanjangan telah mengakibatkan satu matanya buta, satu matanya yang lain hanya memiliki visi 70% dan ia memiliki sakit jantung yang cukup parah.

Pada waktu ia wafat, kelompok yang mendukung assimilasi kelihatannya menang di atas angin. Akan tetapi, kelompok ini ternyata gagal melahirkan tokoh berkaliber Siauw Giok Tjhan yang memiliki visi politik yang luas dan besar. Memang, di zaman Orde Baru yang diciptakan Soeharto, tidak akan mungkin tumbuh pemimpin berkaliber Siauw Giok Tjhan. Yang mungkin tumbuh adalah cukong-cukong yang menjadi kronies pimpinan Orde Baru.

Perjuangan Siauw untuk terwujudnya nasion Indonesia yang ia selalu katakan sebagai nasion yang tidak mengenal diskriminasi rasial dan terwujudnya masyarakat di mana setiap orang bebas dari rasa takut di anak-tirikan, adalah perjuangan, yang menurut Siauw sendiri, memerlukan waktu panjang. Keyakinan ini, yang ia dengan teguh pertahankan hingga detik terakhir dalam hidupnya, membuat Siauw seorang “nation-builder” yang gugur sebagai seorang patriot Indonesia. Ia adalah seorang sosialis yang ingin membawa golongannya berintegrasi ke dalam tubuh nasion Indonesia tanpa menanggalkan kebudayaannya.

Monday, March 10, 2008

reminder for project on May - Dec 08

i found that what i have done
is not what i have planned yester year.
i am strugglin with my very heavy study
load which is never thought before.

actually my plannin was
to write all of my experiences in
the more theoretical or conceptual ways as long my study period.
ok, but i still committ in doing that next month.

this month, hopefully, i will finish the hardest part
of the study. april next month i will attend the
last term, besides doing my research.
seems it will be less heavy than before..

what i want to write will be about 6 month staying in simalungun, 10 years ago..
studying in university, building student movemnt, social movement in indonesia, workin in ngo, north sumatera maping in term of social and political map, west coast and east coast, developmnt model in indonesia,
and writing someting related to credo in my life...childhood..family..progress..and my option and position to certain thoughts.

hopefully will be reached.

kingkong, march 10,08.
...thts sucks..tommorrow i have a presentation in class..!!!

Saturday, March 08, 2008

Denial

hari ini aku membaca sekilas sebuah buku
yg bagus, judulnya, states of denial, knowing about
atrocities and suffering (bisa diterjemahkan
kira-kira: teori Pengingkaran: mengetahui kebiadaban
dan penderitaan). ditulis oleh stan cohen.

sederhananya, teori denial ini berfokus pada
beberapa jenis pengingkaran:
-tidak tahu dengan kenyataan (karena berbagai
keterbatasan informasi dan pengetahuan),
-pura-pura tidak tahu dengan kenyataan, dan
-konspirasi untuk menutup kenyataan.

kenyataan yang dia maksud, dia jelaskan seperti
kelaparan, genosida, berita-berita kekerasan/kematian
di televisi/koran setiap hari, kejahatan konspiratif,
dll yang terhadi sehari-hari di berbagai tempat saat
ini.


beberapa bentuk denial dia jelaskan
-literal: "oh itu ngga benar, berita2 itu bohong..

-interpretatif denial: "oh mungkin itu benar, tapi
tidak seperti yang kamu ceritakan, kamu membesar2kan.

-implikatori denial: " oh iya, itu benar terjadi,
tetapi so what? apa urusannya dengan saya? cape deh..

denial juga bisa berbentuk personal ( ketidakmampuan
menerima kenyataan, sehingga menganggap dan berusaha
menyakinkan dirinya, bahwa kenyataan itu tidak pernah
ada), dan berbentuk kollektif didukung oleh text,
pengetahuan, dan kadang kekuasaan, jadi secara
kollektif berfikir yah, memang hidup ini indah,
baik-baik,enak...kelaparan itu ngga eksis, kehancuran
hutan itu ngga benar, perubahan iklim itu cuma
hayalan,,nikmatilah hidup ini....

kesimpulan

dalam berbagai hal, saya setuju dengan Cohen,
sedikit curhat, gimana aku studi ttg pembangunan
di dunia ketiga lintas disiplin, agak megaloman
memang, menjelajahi
negara-negara selatan, kata lain utk
afrika,india,asia,amerika latin, dan melihat apa yg
Cohen sebut sebagai 'kenyataan' itu.
situasinya sebenarnya jauh lebih "angker" dari yang
ku bayangkan sebelumnya.

jika di indonesia dulu sudah berfikir bahwa,
benar dunia ini sudah rusak parah, tapi masih
punya waktu untuk memperbaikinya, kalau sekarang,
aku sedang mempertanyakan, masih ada ngga waktu
untuk memperbaiki keparahan ini? sekedar informasi,
beberapa intelektual ngobrol, jika dalam hitungan2
tahun, hitungan penyelamatan bumi tinggal sekitar
20 tahunan saja!!! bayangkan ( 20 th lagi aku
masih berumur 50, mungkin masih hidup, jadi punya
kesempatan melihatnya..,), jika beberapa profesor
sudah begitu, apalagi aku?? terkadang berfikir begitu.

ngga bisa lagi bilang, oh, dunia ini indah,
menyenangkan, sesekali liburan ke bali, ke danau toba
na uli, ke bogor, keberastagi.., sesekali memancing
ikan di sungai..

aku pikir, bentuk -bentuk pengingkaran dan ketidak
tahuan, serta pura pura tidak tahu dengan realitas ini
menjangkiti banyak orang....

ngga tahu untuk apa duit dikumpuli setinggi langit,
tiap hari kerangka besi bangunan pencakar langit
ditanam kebumi, sembari dilain tempat pohon-pohon
dicabuti sampai ke akar2nya, limbah terus mengotori
laut, udara, dan sungai..untuk apa???

ini kedengarannya romantisisme seorang yang akil
balik,
hei, anak muda, berhentilah dengan romantisismemu itu,
pikirkan lah perutmu, keluargamu, tabunganmu...


saurlin, the hague.

Tuesday, February 26, 2008

Komentar2 terhadap "Membaca generasi kita"

Berikut ini ada sekitar 11 tulisan komentar terhadap tulisan "membaca generasi kita" yang aku posting di beberapa milis. tulisan ini, bagaimanapun, harus diakui sedikit
nyeleneh, dan oleh karena itu memprovokasi orang utk menanggapinya, ada yg emosional,
tetapi ada juga yg tetap konstruktif...

perdebatan, pasti menghasilkan ide yg lebih cemerlang..!! selamat membaca.

1. Tanggapan Ivay, Pasca Sarjana UI, Hubungan Internasional:

Dear teman-teman,
Pada dasarnya saya setuju dengan apa yang ditulis oleh saudara Saurlin dibawah ini.
Hanya saja perlu di hightlight beberapa hal:
1. Masalah dengan generasi muda Indonesia yang sekarang tanpa rasa nasionalisme?
Sebenarnya masalah ini bukan hanya masalah Indonesia saja, tetapi semua Negara pada umumnya apakah karena sudah tidak mengalami perjuangan membela kemerdekaan secara langsung atau karena perubahan zaman yang makin rusak alias Globalisasi per se Liberalisme. AS dan Eropa bahkan telah memprediksi adanya” generation lost” dan mereka ketakutan dengan kondisi generasi muda Negara Berkembang khususnya China , generasi muda yang pintar dan pekerja keras. Meskipun, tidak sedang membenarkan kondisi generasi muda di Indonesia saat ini. Fyi, generasi muda Westerner banyak yang tidak tahu dimana Indonesia kalau tidak karena Tsunami 2004 kemaren.

2. Ada apa dengan UI?
Para pejabat atau pemimpin di INdonesia maupun di banyak perusahaan-perusaha an di Indonesia pada dasarnya berasal dari alumni Universitas favorit seperti UI, ITB, UGM, Trisakti, Atmajaya, Parahiyangan, dll. Kalau anda sebagai seorang HRD Specialist, mana yang akan anda pilih untuk menduduki satu pos di perusahaan anda? Jujur saja, itu yang mendorong mengapa banyak orang berlajar keras agar bisa masuk salah satu universitas terbaik/favorit di negeri ini.
Tapi mengapa UI menjadi sorotan utama dan dianggap biang kerok?
Lalu bagaimana dengan pemimpin-pemimpin dari univesitas lain? Yang sekarang juga menjadi pemimpin dibidang lain? Di Aceh, di Sumatera Barat, di Sulawesi, di Papua, bahkan di Sumatera Utara? Indonesia kan bukan hanya Pulau Jawa, meskipun memang sistim pemerintahan tetap dikomando dari pusat meski yang namanya otonomi daerah sedang beroperasi. Golongan pengusaha misalnya bukankah itu juga lapisan yang membuat sistim pemerintahan yang korup juga berkembang pesat. Apakah semua pengusaha dari UI?Bagaimana dengan para Bupati/Camat yang ditempa di IPDN?
Opini yang memojokkan satu institusi/lembaga kurang masuk akal, karena bagaimanapun, masih banyak orang-orang yang berjiwa nasionalis di sana . Meskipun harus diakui jumlahnya tidak banyak dan suara mereka “tertelan” oleh derasnya arus kepemimpinan sableng pemimpin masa kini. Mereka akhirnya memilih posisi lain agar nasionalisme/ idealisme mereka tetap bisa dijaga kemurniaannya. Sebagai informasi, tulisan-tulisan yang sering dimuat di kolom opini Harian Kompas kebanyakan dari orang-orang UI yang nasionalismenya perlu diacungkan jempol.

Saya tidak sedang membela UI karena saya sedang menimba ilmu disana saat ini....

2. tanggapan Joy Harold, Jakarta, akuntan: Hopless dengan Jakarta

Brur King,

Aku udah Hopeless melihat tingkah laku generasi muda di Jakarta ini.
Hampir dari semua generasi muda yang sempat aku diskusi sama mereka, ngga tau apa yang musti mereka lakukan untuk memperbaiki bangsa ini. Bukannya mereka ngga tau keadaan, tapi tau dan tidak mau tau. Lebih dalam lagi aku tanya tujuan hidup sama mereka, memang pertanyaan ini mendasar, dan sulit jawabnya, tapi sebagian besar dari mereka juga ngga tau apa itu tujuan hidup. Statement mereka kalo disimpulkan cuman satu : Goin with the flow alias ngikutin arus. Nah sedikit aku tantang, bukannya arus jaman ini menuju kehancuran moral, pemunduran daya pikir kritis, dan kealpaan pengenalan diri sendiri. Tetep mereka tidak bisa mengerti bahasa2 tersebut. Contoh paling gampang aku tanya sama mereka siapa idola mereka, ada yang selebritis, ada yang olahragawan ada juga sih pejuang2 nasionalis kita jaman kemerdekaan, tapi kalo di tanya dasar apa yang membuat idola2 mereka bisa jadi terkenal, tetap mereka ngga tau. Mungkin Given, atau mungkin otak dan kemampuan mereka yang begitu luar biasa dahsyat sehingga idola2 itu ngga bisa didekatin dengan cara dasar manusia mengenali kehidupan mereka: Tujuan Hidup.

Setuju aku kalo disebut lulusan universitas2 besar di Indonesia sekarang ngga ada gunanya. Tetapi ngga semuanya begitu. Akan tetapi, sebagian besar yang begitu. Kelakuan para lulusan dari Univeritas yng Kredibel, didunia kerja lebih sableng dari generasi2 tua mereka. Kenapa lebih sableng karena mereka menggunakan otaknya yang cemerlang itu untuk melanggengkan nafsu2 serakah tikus2 tua, pengusaha, DPR
Pegawai Negeri dll. Nah kalo mereka nanti mereka jadi pemimpin bgm lagi ?, yang pasti akan lebih rakus dan serakah dari generasi sebelumnya, mereka lebih tahu cara untuk curang.

Aku melihat sendiri dan menyaksikan sendiri tikus2 tua menyetir para intelektual muda untuk berpikir miring. Sekarang moral menjadi kabur bagi generasi muda. karena yang tua ngajarin moral bejat sama mereka. Yah di rumah, sekolah, kampus, tempat kerja, tempat main, jadi tempat yang sama2 mengaburkan. Kita ngga bisa serta-merta nyalahin mereka. Karena siapa juga yang bisa bertahan dalam kondisi seperti itu, apa bukti nyata yang mereka bisa saksikan tentang nasionalisme, apa yang bisa mereka rasakan dalam hati mereka sehingga ada kesadaran bahwa mereka itu adalah generasi muda penerus bangsa ini. Kalo kita bicara perjuangan kemerdekaan 45, udah basi. Kalo kita ngomongin tokoh dunia2 seperti Gandhi, Marthin Luther, Mother Teresa, itu sangat asing bagi mereka, dalam artian mereka hanya mengenal sejarahnya saja. Pikiran2 tokoh2 itu tak terikuti mereka, habis tidak ada di kurikulum sejarah.

Kita udah ngga bisa nyalahin sejarah, karena toh ngga ada efeknya kalo tidak ada perubahan. Perubahan bagi generasi muda sudah sering terjadi tapi secara spontanitas, habis itu, yah habis, karena tidak mengakar (reformasi 97, Malari dll). Terus kemanakah perginya semangat reformasi itu?. Itu yang musti di cari, perubahan sosial
dan ekonomi udah mengarah seperti tahun 97. Mudah2an jangan terjadi perubahan spontanitas seperti kemarin. Dampaknya akan lebih buruk bagi generasi seterusnya.

Kita musti teruskan perjuangan, dari kelompok2 kecil, bukan aja di daerah, kenapa ngga di Jakarta. mudah2an bisa. kami yang di Jakarta bisa juga berjuang. Coba kita cari kelompok2 kecil di daerah yang se ide.

salam,

J Harold.

3. Jerry, auditor, jakarta:
Wuah,
Kayanya mantap nih.
Udah bisa gak aku cari ban mobil dan bensin sebotol.
Buat kita bakar di jalanan.
Hehehe... (kidding) jangan serius kali bacanya... :p
...

Salam,
Jerry

4. Reagen, Alumni FE USU:
Nasionalisme, yang kulihat sih nasinalisme kita sekarang ini sifatnya hanya rekaksioner , ketika lagu daerah, ambalat kita di caplok oleh Malaysia kita langsung berkoar-koar menyatakan kami siap angkat senjata melawan malysia. inilah nasionalime yang tidak berakar hanya panas-panas tahi ayam. tidak mengerti arti dari pada nasionalisme itu sendiri,nasionalism e yang sempit. sulit sekali kurasa tuk mebangun rasa nasionalisme pemuda-pemuda sekarang, karena pikiran mereka sudah terkontaminasi oleh arus globalisasi dan penggunaan teknologi yang konsumtif, sementara tidak punya fondasi yang kuat untuk meng Counter arus globalisai dan kemajuan teknologi, salah-satu cara yang masih mungkin adalah adanya satu topik mata pelajaran "nasionalisme" dari TK sampai perguruan tinggii sehingga akan lahir pemikiran "kami adalah negara yang mempunyai martabat yang sama dengan negara lain, aku akan mengorbankan jiwa dan ragaku demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsaku,tidak ada lagi kemiskinan!! !, tidak ada lagi kelaparan!!! , tidak ada lagi Penindasan!! !. ,dengan demikian generasi ini sedikit lebih mengetahui dan memiliki akar akan arti penting sebuah nasionalisme, kalau tidak maka negri ini akan kehilangan generasi-generasi yang punya rasa nasionalisme seperti yang diceritakan King bukan pada saat lagu daerah di caplok rakyat mau angkat senjata(nasionalism e reaksioner), dengan demikian negrii ini tidak menjual diri lagi seperti WTS di pinggir jalan kepada KAPITAL. tapi bagaimana caranya menambah korikulum baru ini? tunggu aku dulu lah jadi mentri pendidikan,he. ... Kalau aku melihat jakarta sibuk dengan bisnis, bagaimana mencari untung yang sebesar-besarnya tak pentng ama orang-orang yang kelaparan, tergusur,tertindas sapa lo sapa gua... semoga forom ini semakin menarik orang yang gelisah maupun yang tidak gelisah tuk sama-sama merefleksikan kondisi bangsa kita yang kian hari semakin carut marut.


from: reagen,nasionalis muda

5.Tanggapan Heru, TU Delf, NL:

Re: [Stuned2007] membaca generasi kita

Dear Pak Perigi,

Refleksi yang menarik, tapi ada beberapa statement anda yang menggeltik saya untuk menanggapi.....

“…………..goblok karena bercita-cita jadi pegawai negri, pegawai beacukai, pegawai depkeu, dan kemudian dapat gaji, nikah, punya anak, dan orang tuanya punya cucu yg manis-manis.
(yah..memang masih ada satu dua orang yg tidak begitu)………”

Saya jadi ingin tahu nih.............
Apa salahnya dengan bercita cita menjadi pegawai negeri...pegawai ini ..itu dll... ?
Bukankah setiap individu punya tujuan hidup, bakat-minat, dan pilihannya masing masing...
Jika dihubungkan dengan tanggungjawabnya dalam kehidupan berbangsa bernegara...,
apakah yang memilih sebaliknya (tidak menjadi pegawai negeri) akan menjadi lebih baik menurut opini anda?

Pendapat saya, setiap orang memiliki perannya masing2 dan siapapun bisa memberikan kontribusi positif pada bangsa atau lingkungan kita dimanapun dia berada, apapun profesi dia, apapun pilihan hidup mereka......

Yang membedakan hanya ‘mental model’... dan ‘moral’ ...dan ‘komitmen’ ...tiap individu...

Samasekali ngga ada hubungannya apakah dia itu..... pegawai negeri....LSM......swasta..... watawan....... guru .... seniman .... pemusik..... peneliti ......presiden

Jadi saya kira ... mungkin agak kurang tepat mengatakan anda salah atau goblok kalo bercita cita jadi pegawai negeri..... apapun cita cita dan pilihan profesi seseorang ngga ada yang salah....dan bukan suatu kebodohan

Oh ya saya bukan pegawai negeri ... ;-)

Salam hangat... dan keep on writing and posting ! ... :-P



S. Heru Prabowo
MSc. Strategic Product Design
Faculty of Industrial Design Engineering
Technische Universiteit DELFT

Leeghwaterstraat 61
2628 CB, Delft
The Netherlands
Phone : +31 6266 43365

6.Tanggapan dr. Suyanto, amsterdam
Bersama membangun bangsa (tanggapan ke Pak Perigi)

Dear Bang Saurlin, Horas

Sudah lama pula aku tak jumpa kau, bagaimana kabar, ? baik kan
Menarik artikelmu, aku tak terkejutlah dengan gaya tulisan kau tuh, anak medan memang langsung langsung saja, aku pun terasa ditusuk nya oleh kau, karena bagaimanapun aku ini alumni universitas terkenal, kan dan PNS pula tuh,
tapi itu kan demi kebaikan kita juga, aku maklum.

Gara gara dimulai saudara seperjuangan kita di Mampang si Heri , jadi aku terpancing juga kasih komentar tentang tulisan kau.
Aku tak sepenuhnya setuju dengan tulisan kau.Tapi esensi tulisan kau , itu aku setuju. Sedikit direvisi saja.

Menurutku semua dari kita memiliki tanggungjawab memperbaiki negara, dengan caranya masing masing. Ada yang dari birokrat keuangan macam teman kita Si Sunadi, pendidikan macam Si Wawan, ngurusin orang sakit jiwa macam si Irni, Lsm macam si Endang, si Arfi yang jagain hutan kalimantan (sori yang tidak disebutin lainnya), atau Heri in the midle, aset negara yang tidak bercita cita jadi PNS, tapi bekerja untuk bangsa.
Yang penting semua bersedia memikirkan demi kemajuan bangsa ini, dan dibawa kemana arah nya.

Berikut ini aku lampirkan berita dari koran lokal, Riau Post 20 Januari, saat Presiden menghadiri Perayaan Imlek Nasional.
Tema yang diangkat dalam perayaan Imlek Nasional kali ini disesuaikan dengan kondisi sekarang. Yaitu "Rakyat adalah Pokok Negara, Tokoh Kokoh Negara Sejahtera." Tema ini, menurut Budi, diangkat pada satu episode kehidupan Konghucu 2500 tahun lalu. Intinya adalah rakyat sebagai komponen terpenting dari suatu negara. Disamping wajib diberdayakan, rakyat dididik pengetahuan maupun budi pekertinya, juga punya tanggung jawab atas negara sendiri. "Jadi, disamping pemerintah wajib untuk memberdayakan rakyat, rakyat sendiri juga harus timbul kesadaran untuk bangkit. Sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama kita berharap menjadi masyarakat madani, masyarakat yang punya kemampuan dan tanggung jawab seperti itu,"

Sekian dulu ya, kalau kau ke Amsterdam, singahlah ke tempat aku, dah lama kita tak diskusi. Masih ingat nya aku saat kita sama sama menjelajahi jakarta dengan bus way, hehe.

dr suyanto
Royal Tropical Institute
Policy and Heath Development
Amsterdam

7. klarifiksi dari penulis:
"sisi lain dari tulisan yang salah kaprah"
dear teman2,
terimakasih banyak buat heri dan suyanto,
kita akan lebih baik dan lebih tajam jika saling
mengingatkan sesama teman..

oleh karena pemilihan kata-kata yg kurang pas itu,
dan jika oleh karena itu merusak komunikasi kita,
penggalan kalimatku yg dikutip teman2 itu aku anggap
sebagai salah, dan minta maaf jika ada yg tersinggung.

personal blaming tentu tidak terlalu tepat, system
yang diciptakan sedemikian rupa, memang telah
menyebabkan kehadiran "orang orang idealis" dari
dalam menjadi hampir mustahil, kalau tidak
akan mengalami sosial eksklusi dan diskriminasi
sistemik. itu kata2 yg lebih tepat.

itu adalah ekor tulisan dari kepala (yg lebih
membutuhkan elaborasi), yakni mempertanyakan
sebuah generasi. pertanyaan sebuah generasi terhadap
generasi yang lain. sebuah generasi yg berani berkata:
kami telah meletakkan dasar bangsa ini; nah,
kamu, generasimu, apa yg kau letakkan utk
keberlanjutan dan kelestarian bangsa ini?
begitulah, mohon tidak mempersonifikasi apalagi
dengan menyebut nama teman2, ini adalah pertanyaan
yg tidak harus dihubungkan dengan posisi kita
secara personal saat ini di indonesia..
kita sedang berjarak dengan peran dan posisi
masing masing di indonesia, oleh karenanya
berjarak dengan realitas sehari2.
sehingga lebih objektif melakukan kritik (dan
otokritik).

aku pikir media informal seperti milis ini
menarik bagi kita membicarakan sesuatu
dengan telanjang, tidak perlu malu2,
merusak wibawa, bla-bla..heheee...

ngomong sekeras dan setajam apapun kita dimilis
ini ngga bakalan ada perubahan real kok,
ngga bakalan ada pemotongan beasiswa..hehehe
apalagi ngomong yang halus-halus...hehehe..

aku kira di rules and regulation stuned
tidak tercantum pasal "jika kedapatan
memposting tulisan yg gila,
maka beasiswa akan dihentikan sejenak
menunggu yang bersangkutan memberikan
klarifikasi..hehe
kecuali karena tulisan ini, muncul yurisprudensi...:)

salam dialektika,

perigi.

8. tanggapan erlan, twente univ, NL
Re: [Stuned2007] sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)

Menanggapi tulisannya Pak Stevie,

Sebenarnya saya bukan termasuk orang yang suka menanggapi tulisan orang lain, tetapi kali ini saya sangat tergelitik dengan ide-ide dan pandangan yang dikemukakan pak Stevie.
Pada intinya saya sangat setuju dengan apa yang diungkapkan Pak Stevie ttg tanggapan dari persoalan 'idealisme' dari dua kubu yang berbeda dan bagaimana sebuah 'idealisme' itu berevolusi dalam diri seseorang. Yang perlu kita ketahui disini (dan harus kita renungi) adalah sampai dimanakah kita dan berada dimanakah posisi 'idealisme' kita.
Untuk itu, tulisan Pak Stevie ini bisa dijadikan kerangka pikir kita dalam mengevaluasi diri (termasuk saya tentunya...)
Sebagai langkah awal (dan juga untuk berlatih mengenali posisi idealisme kita), bisa teman-teman mulai dari mencermati tulisan-tulisan yang ada dalam milist ini. Saya sangat yakin bahwa rekan-rekan di milist ini akan dapat dengan SANGAT MUDAH menilai sampai dimanakah 'idealisme' (sebagian besar) kita berada saat ini.
Selamat menganalisa!
NB: dan bila sudah tahu hasilnya tentu ada langkah konkrit untuk menindaklanjutinya kan?

Salam

Erland
Public Administration 2007/2008
University of Twente
Enschede
The Netherlands

9. tanggapan heru
Re: [Stuned2007] sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)

Dear Pak Perigi,

Salut atas self-critic nya yang cukup terbuka,

Mungkin sedikit koreksi ngga penting dari saya, saya Heru Prabowo bisa dipanggil Stevie disini, saya bukan Heri Prabowo
Kita sama sama di TU DELFT, tapi dua orang yang berbeda......
Pak Heri di CivielTechniek saya di IndustrieelOntwerpen
Gara gara nama yang hampir mirip ini juga surat Residence Permit kami pernah tertukar,
di Dutch class saya juga pernah ditanya kenapa subscribe user name komputer sampai 2 kali dan dosen sempat tidak percaya kalau ada last name yang mirip tanpa mempunyai hubungan famili samasekali.........
bukan demikian pak Heri ? ;-)

Oh ya sekedar menambahkan catatan anda.....tentang “idealisme”......

Dalam pandangan saya,

seseorang dalam proses pendewasaannya akan belajar dan mengetahui bahwa secara normatif - teoritis ada suatu kondisi ideal yang semestinya (mungkin) bisa diwujudkan............
namun dia menemukan pada kenyataannya ada ‘gap’ antara kondisi ideal dengan realita yang ada.........
maka sebagian orang seorang akan menjadi idealis
Idealis.....
adalah seseorang yang meyakini bahwa kondisi ideal itu harus terjadi.
(namun sayangnya secara umum tanpa melihat lebih jauh kompleksitas masalah atau
at least ...mencoba memandang dari perspektif yang berbeda...)

... tidak ada solusi yang ditawarkan untuk menjembatani ‘gap’ ini
sikap yang muncul adalah....... frustasi.....emosi......kemarahan.... pemberontakan ..... perlawanan.....sikap anti kemapanan....memaksakan pendapat........dsb.

Ini umum terjadi pada mahasiswa ... anak muda .... atau mereka siapapun yang tidak mau memandang dari wawasan yang lebih luas....

Bagi mahasiswa, saya kira ini wajar..... sebagai bagian dari suatu ‘learning process’
sebab sebagai mahasiswa muda yang baru mulai belajar, dia baru saja 'aware' bahwa antara kondisi ideal dan realita terdapat gap yang sangat besar.......
"keterkejutan" ini membangkitkan sikap emosional dan kemarahan......
tapi sayangnya cuma berhenti sampai disini............

maka dari itu saya yakini........... bukan disini sebenarnya posisi seorang intelektual.....


Seiring dengan berjalannya waktu....bertambah mature level intelektual seseorang dan ...bertambahnya wawasan dari melihat banyak ragam masalah .. kehidupan......dan dunia ,
pada umumunya.....idealisme seseorang akan mengalami perubahan.. pada level tertentu....

sering kita dengar..”..saya sudah tidak idealis lagi...” . atau ...” apa yang terjadi dengan “idealisme” para aktifis mahasiwa 60’an ketika mereka menjadi pejabat.......”

secara umum seseorang akan menjadi lebih "realistis"...........
sudut pandang yang realistis bisa berwujud mungkin pada sikap yang optimis atau skeptis....

idealis - realistis - optimis........
seseorang tahu bagaimana kondisi ideal yang seharusnya.... dia melihat ‘gap’ itu ada pada kondisi realita....... dia masih percaya bahwa situasi ideal masih bisa diwujudkan.......... namun dia aware ...menyadari kompleksitas masalahnya....... menyadari bahwa perlawanan dan sikap radikal tidak selalu menyelesaikan masalah ........
.....dia mencoba mencari jawabannya.....melalu pengetahuannya
.....untuk menjadi lebih bijak dia akan mencoba melhat dan menimbang dari beragam perspektif yang ada
dan pada akhirnya mencoba menawarkan solusinya........
( tidak jauh berbeda dengan “science method” kan....?)

Dalam pandangan saya.....
sebagai intelektual semestinya disinilah posisi kita seharusnya..........
sering kita dengar...
" anda jangan cuma bisa mengkritik.......anda jangan cuma bisa menyalahkan...... apa solusi yang anda tawarkan.....??? ..... mari kita duduk diskusikan
kalau anda cuma bisa mengkritik semua orang juga bisa melakukannya.......lalu apa bedanya anda sebagai intelektual dan yang bukan.......?? "

Secara umum,
Untuk mewujudkan ‘perubahan ke arah yang lebih baik’ seseorang akan selalu memposisikan dirinya berdasar pada dua sikap hidup ini:
idealis murni dengan melakukan perlawanan atau pemberontakan terhadap sistem yang ada........ meruntuhkan sistem yang ada dan membangun “sistem baru yang lebih baik” menurut pandangan dia .....adalah tujuannya....
idealis - realistis - optimis dengan tetap berada pada sistem, dan bekerja untuk melakukan perbaikan ke arah ‘perubahan yang lebih baik’ sesuai dengan peran dan expertise masing2 individu...dengan menawarkan solusi melalui pemikiran dan karya-karyanya.....

Ngga ada yang salah dengan pilihan sikap hidup mana yang dipilih untuk mewujudkan ‘perubahan’ yang diinginkan.
Sejarah juga membuktikan dua kubu sikap ini selalu ada dan akan selalu ada.........

Tapi pertanyaan untuk dipikirkan oleh kita.......
(yang merasa) sebagai seorang intelektual yang “well-educated’, yang suatu saat akan mewarisi tongkat estafet kepemimpinan (dimanapun kita berada dan apapun profesi kita) dalam menentukan arah kebijakan kebijakan strategis untuk kebaikan banyak orang dan kemajuan bangsa......adalah...

dimanakah kita sebaiknya memposisikan diri dan bagaimana kita menghadapi dua kubu yang berbeda prinsip ini .... ketika kita menawarkan suatu ..."perubahan"......?

salam hangat,
Stevie

S. Heru Prabowo
MSc. Strategic Product Design
Faculty of Industrial Design Engineering
Technische Universiteit DELFT

Leeghwaterstraat 61
2628 CB, Delft
The Netherlands
Phone : +31 6266 43365

10. tanggapan penulis:
Re: sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)

terimakasih buat tanggapannya,
ohya, sdr. stevie heru, butiran pikiran anda itu menarik,
banyak istilah yg menarik,
banyak titik titik juga, hehehe
dan juga apresiasi saya buat sdr. rachmad erland, yg untuk
pertamakalinya menanggapi tulisan orang lain.

back to topic,
sdr. stevie, tanggapannya tidak menyentuh apa yg saya promosikan,
mempertanyakan eksistensi sebuah generasi.
justru melebar pada elaborasi 'idealisme' pragmatisme, optimis..
dan lain-lain disertai titik titik, juga penjelasan psikologis
semata atas pilihan2 yg anda sebutkan. bahkan saya tidak menyebut
satu katapun tentang idealisme.

posisi, peran, dan signifikansi sebuah generasi dalam mengintervensi
gerak sejarah(weleh...opo mene..). perdebatan ini sudah mulai muncul
di indonesia 5 tahun terakhir, setelah 'reformasi' dianggap gagal,
dibajak, ditumis, dan kemudian digoreng pake sambal, hehehe.

tahun 2003 bulan oktober, sekelompok pemuda, di Jakarta (dengan 'J'
besar), dimotori Rizal Ramli mendeklarasikan Komite Bangkit
Indonesia, dengan mempromosikan pertanyaan yg kurang lebih sama
dengan pertanyaan diatas: "kevakuman generasi" . tapi tentu deklarasi
diakhiri dengan lagu indonesia raya, dan pulang kerumah masing-
masing. bener2 pulang dan ngga kembali..

kemudian,tahun lalu,(lagi lagi di jakarta..tau sendirilah..:))
sekelompok muda, dimotori oneng,fajrul rachman,faisal basri,dll,
mencetuskan ikrar kaum muda indonesia. hemat saya, ini juga tidak
berbeda,setelah menghormat bendera di gedung arsip nasional, ya
pulang, tidur dengan tenang, dialam baka.

aku menghargai upaya-upaya untuk melahirkan bayi 'generasi' seperti
itu sebagai anti tesis terhadap kelompok korup tua bangka lama yang
masih berkuasa. tetapi adakah, (sebagaimana pertanyaan kritis
terhadap eksistensi generasi) signifikansi dari kedua ikrar tersebut?

salam,

perigi.

11. tanggapan heru:
Re: [Stuned2007] Re: sisi lain dari sebuah tulisan yang salah kaprah (tanggapan)

iya pak Perigi, mungkin sebenarnya saya tidak menanggapi secara menyeluruh ya... jadi header subjectnya salah, saya hanya menambahkan tepatnya... karena anda sempat menulis tentang mustahilnya kehadiran "orang orang idealis dari dalam sistem"... jadi saya ingin menambahkan sedikit refleksi ttg idealisme..... semoga berkenan...;-)

OK semoga sukses dan terus berkarya dengan pemikiran2 nya !

salam,
Stevie

Friday, February 22, 2008

membaca generasi kita

mengikuti beberapa pertemuan "orang tua" di belanda memberikan kesan yg sangat mendalam bagi saya. mereka adalah orang orang yang luar biasa, nasionalis tulen, yang selalu gelisah dan berfikir apa yang harus diperbuat untuk kebaikan bangsa indonesia yang sangat mereka cintai itu. mereka menangis melihat bangsa yang hanyut karena tidak ada pemimpin yang mencintai rakyat seperti jaman mereka, tidak ada yang berfikir untuk bangsa, kecuali hanya berfikir untuk diri sendiri dan oleh karenanya korupsi.

yah, ideologi satu-satunya mereka hanya, nasionalisme. itu sudah lebih dari cukup untuk membangun sebuah bangsa menjadi bangsa yang besar. hmm, nasionalisme, yang saat ini dianggap enteng anak-anak muda, sesungguhnya ideologi tua bangka yang diam-diam dimiliki bangsa bangsa besar didunia modern saat ini. mereka tidak terbuka menyebut bahwa ideologi itulah yang mereka miliki, kecuali hanya bicara demokrasi, liberalisme, hak asasi manusia, dan berbagai jargon besar lainnya.

nah tiba pada pertanyaan paling berat yang pernah dipertanyakan kepadaku. orang tua itu bertanya, sebagai generasi, menurutmu apakah ada ngga kondisi yang lebih baik bangsa kita kedepan? seperti apa generasimu melihat indonesia saat ini dan masa depan?

mulutku seperti kelu. aku bisa ceritakan panjang lebar tentang berbagai hal progress di indonesia, tetapi tidak dengan yang satu ini. apa yang dipikirkan generasi ini tentang dirinya dan bangsanya sendiri? siapakah yang dimaksud dengan generasi ini? dimana menjumpai mereka? adakah generasi ini, jika ya, dimanakah mereka? dalam berbagai hal, aku sepakat dengan indra j piliang yg menulis, generasi tanpa generasi.; generasi saat ini adalah generasi tanpa kaki, generasi selebritis, generasi koran, dan generasi tv.

mungkin memang, generasi saat ini adalah generasi playstation, generasi milis, hanya bisa berkoar2 melalui milis, generasi asosial. ah, tunggu dulu.

beberapa tahun terakhir, aku punya waktu berjalan kebeberapa tempat di indonesia diluar jakarta, seperti aceh, jogja,makassar,klaten, jateng, labuhan batu, pedesaan pelosok pegunungan karo, tapanuli selatan, nias..dan tentunya medan..perjumpaan dengan kelompok kelompok kecil yang masih mau mempersoalkan korupsi, mempersoalkan kemiskinan, masalah bendungan yg merusak petani, masalah buruh kebun yang gajinya hanya tiga ratus ribu sebulan, buruh kontrak, buruh industri,,,dll..seraya menatap indonesia, dengan tangan yang diusap kemuka, menarik nafas panjang, dan kemudian melepaskannya dengan keras...

setahun di jakarta juga memberi kesempatan berjumpa dengan berbagai orang dan situasi. tepatnya orang orang aneh. orang orang yang sangat berbeda dengan orang orang daerah. generasi elo-gua, ada yg nyebut generasi hare gene, generasi yang menurut , sekali lagi indra, generasi tanpa generasi ini. jakarta, memang secara sosial, menurut hemat saya, tidak akan menghasilkan generasi yang bisa melihat masa depan bangsa ini, generasi yang tidak mungkin sempat duduk sebentar dan merenungkan masa depan bangsa ini. lihatlah, jakarta itu adalah kota paling tidak pantas menjadi kota, jakarta adalah kumpulan para perampok, mafia, dari segala penjuru dunia berkantor disana. lihatlah, banjir bulanan yang merendamnya (bukan tahunan), polusinya yg terparah didunia. Universitas Indonesia? itu adalah sarang antek antek asing. sarang think tank untuk meruntuhkan bangsa ini, sejak jaman fe ui akhir 60-an, digarap oleh, apa yg disebut dengan mafia barkeley. aku tidak melihat masa depan indonesia akan berasal dari generasi yang ada di jakarta. mereka tidak punya waktu untuk memikirkan bangsa ini kecuali memikirkan dirinya sendiri, memikirkan perutnya sendiri. inilah kota pusat indonesia, yang virus-nya telah menulari daerah-daerah.

mengharapkan universitas-universitas dengan nama besar di indonesia? juga hampir tidak ada harapan. aku juga sering berjumpa dengan alumni ui, alumni itb, alumni ipb, unpad, dll yang namanya beken, tetapi kepalanya luar biasa tolol dan goblok. memang tidak semua. tapi kebanyakan. tolol kenapa? karena mereka menertawai orang yang masih punya mimpi bahwa indonesia ini bisa lebih baik. goblok karena bercita-cita jadi pegawai negri, pegawai beacukai, pegawai depkeu, dan kemudian dapat gaji, nikah, punya anak, dan orang tuanya punya cucu yg manis-manis.
(yah..memang masih ada satu dua orang yg tidak begitu)
universitas di daerah juga tertulari dengan pola berfikir seperti ini. lihat lah usu, baru baru ini sedang ribut dengan korupsi rektor ratusan milyar..bah..

satu-satunya harapan adalah kelompok-kelompok kecil yang ada di berbagai daerah, (khususnya luar jakarta). cobalah berjalan keberbagai kota kecil, dan temui kelompok2 kecil yang masih mau 'gila' lembur diskusi, menghabiskan waktu bersama petani, buruh kebun, buruh industri,..sesekali berrefleksi ke gunung, menjalin cinta dengan hutan dan sungai. dipundak merekalah, masa depan bangsa ini punya harapan.

nasionalis muda,

saurlin.
nl,22 feb 2008.

Sunday, January 27, 2008

sinabung

tanah berbatu dan basah,
akar pohon tua sembarang,
rimbun pohon berwarna.

derap langkah jalan setapak,
udara segar dan dingin menyapu keringat.
topi lebar,
sarung tangan
jaket tebal,
semangat langkah.

suara burung malam,
sesayup sinar bulan terkadang,
tetes air ditebing berbatu cadas,

bau kelelawar malam,
dan raung burung hantu,
sengatan belerang..
asapmu bercampur awan..

gontai,
bersama tetesan terakhir sebotol air mineral,
kumelangkah, merangkak, mencarimu,

payudara kerinduan,
puncak sinabung,
diatas awan.

aku hampir menyesal mengenalmu,
karena telah menyita hidupku,
untuk selalu bersama denganmu,
dan untuk selalu kembali kepada keabadianmu.

jan 27, the hague,NL.

Tuesday, January 22, 2008

Ambil Ginting, Ketua Pemuda Rakyat, sekaligus Permata GBKP

Lolos dari Lau Gerbong
Sebenarnya aku ikut kian itu di lau gerbongkan. Yang dilau gerbong itu (dibunuh) itu adalah teman teman sekamar saya semua. Pada waktu itu pak Juda dari Tim ( Juda adalah komandan CPM ) datang itu. Kita akan dibawa ke Lau gerbong semua. Waktu malam itu,lampu dimatikan, terus ada mobil truk yang sudah dihidupkan standby menunggu diluar. Itu mobil pra. Katanya kami mau dipindahkan. mobil truk itu , suaranya masih mengiang ditelinga saya sampai sekarang , udah 40 tahun . aku ngeri kalau mendengar suara mobil pra, aku teringat kesitu. Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa hanya saya yang luput malam itu. Besoknya saya tahu dari ibu saya waktu itu bahwa semua teman sekamarku itu di Lau gerbongkan. Saya tidak mengerti itu.

Mungkin Tuhanlah yang menyelamatkan saya waktu itu. Bayangkan sampai pakaian sayapun terbawa juga ke Lau gerbong, dan dipikir orang kampung itu aku juga sudah mati. Seharusnya aku yang harus mati sebagai atasan beberapa teman yang ikut dibunuh itu. (Tangsi Barus sebagai sekretaris satu. Saya sekretaris dua. Saya sebagai anggota dewan harian tingkat kabupaten. Kami ada 5 orang anggota dewan harian. Sama kami tidak ada istilah ketua) . Orang Karo bilang itu (kain itu) sebagai ‘pesilihi’ ( pesilihi artinya tumbal pengganti) Itu sebagai pengganti saya. Tikar saya dibawa dan dihanyutkan kesana.

Sebernarnya saya tahu kejadian itu (Lau Gerbong) setelah kejadian ini. Karena saya kan ditahan pada waktu itu. Karena ini semua kan teman saya satu kamar semua ini. Ceritanya waktu sya disiksa di peranggerahan itu. Kalau ketua tim itu pak Juda, CPM. Ada yang bilang ke penjara. Malam itulah mulai dipanggil teman teman saya disitu. Dipenjara kabanjahe. Waktu itu listrik dimatikan. Diperintahkan semua yang di penjara termasuk komandan tidak bisa negok gitu. Tapi saya memberanikan diri menengok lewat jendela. Waktu itu saya lihat teman saya diikat tangannya. Saya dengar ada motor pra yang suaranya sampai sekarang masih mendenging ditelinga saya, coba bayangkan sudah 40 tahun. Kira kira jika mesinnya itu sekarang dihidupkan saya masih hafal itu suara truknya. Standbay disitu. Baru lah mereka berangkat malam. Kami ini belum tahu mau dikemanakan. Karena katanya dipindahkan . besoknya malam kedua juga sama. Istilahnya tetap sama , dipindahkan, dan sama juga perlakuak terhadp orang itu , diikat. Jadi 4 hari kemudain kami baru tahu bahwa teman teman kami dibawa ke lau gerbong ini. Termasuk ibu saya sendiri menjelaskan bahwa teman teman saya sudah dibawa ke lau gerbong.

Jenisnya mobil pra itu. Bayangannya mobil pra itu seperti mobil perang Jepang, yang ada atapnya dan ada dindingnya. Itu ngga persis saya lihat karena ditahanan. Hanya dengar suaranya. Sudah itu baru kami sadar mereka dibawa kemari (Lau gerbong). Tahanan kriminal juga cerita kepada kami, teman teman kalian sudah di bunuh di lau gerbong. Setelah itu kami udah menggigil. Rasa takut sudah membanyangi kami.

Pelaku-pelaku Pembunuhan
Kalau menurut informasi yang saya ketahui dari KODIM, mereka ( pembunuh-pembunuh itu) adalah orang-orang pemuda pancasila dan komando aksi. Yang jelas dari KODIM juga. Komando aksi itu adalah ujung tombaknya untuk menghabisi kami. Selain itu juga dari PNI.

Keterlibatan PNI
Pernah saya dengar cerita sebelum saya ditangkap, katanya begini. Datang orang PNI ke kampung kita. Di kedai kopi dia cerita. Bahwa kita (PKI) ini sudah jaya, katanya. PNI adalah partai terbesar di tanah Karo beberapa tahun sebelumnya, itu terbukti dengan pemilu 55, mereka mayoritas di DPRD. Mereka tidak tahu saya kira. PNI melihat kita sebagai saingan utama, bahkan lawan. Sehingga mereka sangat benci dan ikut menghabisi kita tahun 65 itu.

Setelah Sukarno jatuh baru mereka sadar. Mereka (di)habis(i) juga. Tapi ada kemarin ditonjol tonjolkan kepada kami , bahwa peristiwa Bandar Betsi , letnan Sujono dibunuh PKI menjadi contoh yang terus menerus dikampanyekan untuk menghabisi kami . makanya tentara anti kali sama kami, karena itu saja yang ditonjolkan. PNI itu kan ada dua, jadi aku lupa itu PNI apa yang menghantam kita.

Komite Bayangan pengganti Komite Seksi
Terus satu lagi, biar kam tau. Setelah abang ini lari ( maksudnya Kumpul Ginting), termasuk abang Jenda Tarigan, maka kami bentuklah pada waktu itu Komite Bayangan. Komite bayangan itu untuk mengkordinir teman teman diseluruh tanah karo. Kami tidak tau abang ini dimana waktu itu.

Komite bayangan dibentuk kira kira tahun 1965. Karena bapak ini tidak nampak lagi, langsung kami dirikan itu. Bapak ini udah sporing waktu itu. Setelah itu lah aku baru ditangkap. Aku sebenarnya tertengkap karena saya tetap bertahan. Saya bertahan karena ingin terus memiliki dan bisa membagikaninformasi ke teman teman yang ada di desa. Jadi setelah saya ditangkap, habislah semua informasi tidak bisa diketahui lagi perkebangannya. Padahal saya juga sebenarnya sebagai guru politik dulu di tingkat kabupaten. Kalau PR itu kan disebut DN Aidit sebagai komunis muda.

Perlakuan ditahanan
Di tahanan, mereka (para pemeriksa) pikir aku punya ilmu kebal. Kam tau keladi? Nah batangnya itulah dipukulkan ke saya Biar kam tau, selama 9 hari sembilan malam dilistrik dikantor kodim itu. Mereka berfikir sama aku ada informasi karena aku pengurus waktu itu. Setelah saya dipindahkan ke Medan, baru sedikit tenang, karena mungkin di medan sudah lebih berpangkat dan lebih berpendidikan orang itu.

Saya ditahan diberbagai tempat tahanan. Pertama ditahan di kodim, setahun kemudian ke jalan Sena Medan, sudah itu satu tahun lagi, terus ke kilometer tujuh jalan Binjai, waktu itu kami ada ditahan 2000 orang, sudah itu ke Tanjung Kasau, 3 tahun. Aku sering bolak balik dibawa ke medan untuk diperiksa. Pemeriksaan saya terakhir di jalan binjai lagi, di suka mulia saya dibuat jadi saksi, disitu ketemu sama ibu Lintang( sekretaris Gerwani Kabupaten Labuhan Batu) dari labuhan batu itu.

Saya juga pernah jadi saksi dalam persidangan. Kalau tak silap saya dibebaskan tahun 1973. kemudian wajib lapor di Kabanjahe sama kodim . Saya tidak terlalu lama wajib lapor karena saya tidak banyak tingkah, saya patu sajalah. Setelah itu saya jadi saksi lagi, untuk abang Jenda Tarigan. Tahun 1973 atau tahun 1974. itu pimpinan di tanah Karo, orang nomor satu ,baru abang ini ( Kumpul Ginting). Dia masih hidup sekarang. Dipahanya ada ditembak itu. Dia juga anggota CDB Sumatera Utara. Dia tertinggi di CS ( Comite Seksi) kabupaten. Pak Jenda sekarang dikampung, istrinya juga ada, tapi sudah kurang waras dan sudah buta.

Menjadi pimpinan Pemuda Rakyat Kabupaten
Di Pemuda Rakyat ada jenjang pendidikan politik. Pertama ada SP, itu sekolah politik tingkat dasar. Dari SP tingkat Kecamatan ke SP kabupaten. Kalau saya dulu tamat dari SPDB, itu sekolah pilitik daerah besar, tingkat propinsi. Saya sekolah di Tanjung Balai dulu, selama 2 bulan. Makanya saya pernah gurunya dulu ditingkat kabupaten

Pendidikan –pendidikan politik di tingkat kecamatan dan desa aktif sekali kami lakukan untuk merekrut kader-kader baru di desa dan kecamatan. Bahkan kami melakukan pendidikan politik sampai ke daerah Aceh.

Eks tapol yang diterima baik keluarga
Penerimaan keluarga terhadap eks tahanan lebih baik di karo ini daripada didaerah lain. Salah satunya adalah karena disini adat itu sangat kuat. Kekerabatan membuat kita harus saling menghormati dan punya peran tertentu di adat. Saya kira juga batak seperti itu. Kami memang dari PR itu punya disiplin. Tidak seperti OKP sekarang. Kami dulu tidak main judi, tidak merampok, tidak main ganja, tidak mabuk-mabukan, makanya orang simpati kepada kita. Jangankan istri, pacar juga harus satu. Makanya orang simpati sama kita, begitu pula waktu kita keluar dari penjara. Karena prinsip kita adalah membebaskan manusia dari penindasan. Kalau seperti itu kan sudah penindasan. Makanya Amerika tidak senang sama kami. Mereka kan hanya perpikir untung , kalau tidak untung dihabisi. Makanya karena kami tidak suka penindasan, kami dihabisi Amerika.

saurlin.

Dokan br Ginting, Selamat karena punya Bayi

Peristiwa seputar September 65 di Desa Kandibata

Peristiwa itu bulan oktober, kerja tahun di Kandibata kebetulan bulan Oktober. Jadi anak itu lahir bulan juni , jadi selama dia lahir belum pernah ke kampung , karma kami tinggal di kabanjahe. Jadi ketika bulan Oktober, sambil membawa anak itu kesana, kebetulan pula disitu terjadi peristiwa itu. Jadi kami sampai disana, sudah banyak pemuda pemuda disana dari pemuda pancasila yang sudah mondar mandir di depan rumah mertua saya, yang sambil lewat dia mengatakan, oh ini salah satu gerwani, maunya kita masukkan kegoni bersama anaknya dan kita hanyutkan ke lau Biang, katanya . Mendengar itu saya agak takut gitulah, jadi saya bilang sama suami dan mertua saya. Orang itu kok bilang begitu? Kenapa ini, ada apa

Oh kalau begitu, kata mereka ada kejadian di pusat, katanya PKI yang memberontak. Jadi katanya kalian menghindar lah dulu. Jadi saya disuruh menghindar ke kampung adik mertua saya namanya kampung Kacaribu yang kebetulan disana juga ada pesta tahunan, kesanalah kami sore. Si adek mertua saya suaminya PNI. Sampai disana kami sore, kebetulan musim hujan. Inilah bulan oktober, apa katanya, jenda pe labolih ingen nini. Ula kari kit ape ikut, jadi permenena mesti berkat, uja kin permenena maka taruhken. Katanya. Jadi dipanggil lah kawan itu sudah gelaplah setengah tujuh hari hujan. Kata kawan ini mari kuantar ke kampung nang Belawan. Jadi malam malam dihujan deras itu bersama kawan Kunci br Bangun.

Memang kami sebelum peristiwa juga sudah satu rumah di Kabanjahe, dia masih gadis. Dia hari itu pegawai seksi satu kodim kabanjahe. Jadi karena persta tahunan kami bersama kekampung, dan kekacaribu sama juag karena sama-sama terlibat. Sore itu kami disuruh pindah karena takut digrebek, diantar satu kawan ke kampung nang belawan. Tapi tidak sampai ke kampung itu. Kami disuruh menginap di ladang-ladang itu, kandang lembu. Disanalah kami 2 malam 2 hari. Lusanya baru berangkat lagi. Sampai disana. Eceknya di calling lah kawan kawan, diantarlah makanan kami, diantar sore. Jadi besoknya adalagi informasi karena kami tidak boleh lama-lama karena sudah tercium oleh hansip Nang Belawan.

Malam kami diantar pula dari nang belawan ke desa barong kersak, itu agak jauh itu, jalan malam, sekarang pun saya tidak tau itu karena jalannya malam. Disana kami bukan dirumah, tapi digubuk diladang orang, disana kami sampai 5 hari 5 malam. Gubuk itu agak lengkap. Ada periuk untuk masak. Tapi kami tidak mau masak siang karena kalau ada asap nampak sama orang. Udah itu ada pula informasi, kami disitu sudah tercium sama hansip kampung barong kersak, dan harus dipindahkan ke desa kuta mbaru kecamatan Munthe, kalau tidak silap. Disana kami tidak diladang tapi diterima di rumah keluarga. Disana anakku sakit pula. Kebetulan yang punya rumah pegawai puskesmas . kami disana selama 2 minggu, pindah dari satu rumah ke rumah lain, masih famili semua. Udah itu tercium lagi bahwa kami itu ada disana, dan disuruh lagi kami pindah ke desa Kaban Tua. Jadi selama kami pindah tempat dari satu tempat ke tempat lain anak saya sering sakit. Baru berumur 3 bulan pula dia lahir tanggal 21 bulan 6 , 65. peristiwa bulan 10, jadi 3 bulan. Sakit karena sering jalan malam kena hujan, jadi demam, batuk mencret. Begitu. Kami tidak dibiarkan keluar. Kami dikunci dirumah terus menerus. Sakit dia diobati menteri puskesmas. Akhirnya menteri puskesmas itu ditangkap juga, karena tercium juga dimana kami. Jadi sudah 2 minggu kami ada disini, tercium lagi, terpaksa kami dipindahlan malam malam di hujan deras. Kami jalan ke jalan kaban tuah. Diperjalanan kami menyeberangi satu sungai, airnya lagi deras, dan bisa menghanyutkan. Airnya meluap waktu itu. Orang orang tidak menyangka bahwa air lagi meluap, jadi membiarkan saya didepan menggendong anak itu. Jadi kami hampir hanyut, untung tangan anak itu masih bisa kuraih, dia sudah basah semua. Jadi saya juga sudah basah. Di desa itu kami sampai dan ditempatkan di ladang, itupun berpindah-pindah. Sampai kebukit desa kaban tua, yang namanya deleng Paku. Kami diatas bukit . disitu ada 1 bulan.

Tinggal di Hutan dengan bayi berumur 3 bulan.

Di atas bukit itu ada pula gubuk orang yang mengambil balok untuk kayu perumahan. Disitu kami menginap. Disitu panas pula anak itu sampai 40 derajat lewat.hari hujan, rintik-rintik, bulan pun tidak ada cerah, rupanya gubuk kami itu ada orang utan. Jadi kami sama suami saya satu bulan, walupun tidak satu tempat digunung itu. Baru sekali kami berjumpa disatu tempat di hutan itu. Pakaiannya penuh dengan kutu, kalau bahasa karo namanya TUMA, yang kutu dipakaian itu, kayak kutu kepala tapi lebih besar, penuh kali, pakaian singlet, sampai tak bisa kita tindesi, sampai kami pun diatas gunung itu penuh tuma juga. Sampai sekarang masih ada bekas gigitan tuma itu.udah 40 tahun ini, lihat ( dia menunjukkan bekas gigitan di lengan). Ini hah.

Dulu besar ini, sebesar jagung ini, dari sini dia sering makan, hingga sampai benjol seperti ini. Sapai 40 tahun masih ada ini, hitam. Begitulah sampai kasihan kali aku nengoknya , kalau dicuci pake sabun tidak ada sabun. Ada air diatas gunung itu disitulah kami mandi. Disitu pula anak itu sakit sampai lewat 40. dan disitu pula kami yang ditaburi arimo begitu namanya, istilahnya diatas tempat kami tinggal ada batu besar, dibawahnya dibuat gubuk, atapnya daun kempawa namanya semacam pinang. Kami ngina beberpa lama disitu. Waktu anak saya panas saya sudah berpikiran kalau samapai dia meninggal dimana harus saya kebumikan. Kalau dibawah pokok kayu yang sudah besar, nanti kalau 11 tahun lagi kemari, mungkin kayu ini sudah dipotong orang yang mengambil balok. Tapi kalau saya nanti kuburkan dia nanti dibawha pokok kayu yang kecil, jadi tidak tau mungkin saya dimana kuburan anak saya ini, disitu saya sudah bingung itu, karena aku bawa thermometer itu ke hutan makanya saya tahu.

Begitulah kami sampai siang menggendong dia. Disitulah orang utan itu mengais tanah ke gubuk kami itu dari atas, itu kurang saya mengerti kalau orang utan yang melakukan itu ku pikir batu itu mau longsor. Karena hujan. Dibawah kami ituada sungai kecil. Jadi saya pikir pula, waktu tanah itu sarrr…begitu berbunyi di atap, saya pikir batu itu akan menimpa kami dan membawa kami kea rah lembah itu. Rupanya orang hutan itu yang mengais tanah ke gubuk kami. Diluar ada 3 orang laki-laki yang menjaga kami, gubuk itu kami sekat pakai tikar, tikar pandan yang lebar. Laki sebelah sini, perempuan sebelah sana. Rupanya laki-laki itu sudah tau orang utan itu yang buat tanah itu. Jadi sampai 3 kali tanah itu dikais, kami memasang api pake kayu besar biar lama panasnya dan ada baranya, rupanya kayu itu ada yang menarik. Dan itu orang utan itu.

Jadi saya datangi teman kunci, eh kunci, kunci kumpulin dulu kayu kayu itu biar nyala apinya ku bilang. Iya kak, katanya, rupanya 3 orang laki-laki itu udah takut dan udah ngumpul , nafasnya juga sudah ditahan-tahan, udah tak berani bernafas. Kami tidak sadar maka tak takut. Taunya setelah masuk tahanan di kabanjahe. Kami koyok-koyok (cakap2). Kakak tau kemarin kejadian di hutan itu? Ngga saya bilang. Itu oran hutan, begini ceritanya, begini2, katanya. Jadi kalian? Cemmana taunya? Kami kan sudah duduk itu tak berani lagi keatas. Katanya. Kalau kami tau itu orang utan, mungkin saya udah tak berani juga bernafas. Kami tidak diganggunya. Selama diatas gunung itu, kami tidak pernah masak, penjaga kami selalu ganti setiap hari, jadi yang datang itu yang membawa kami makanan dari kampung.

Setelah satu bulan kami diatas, diurus oleh orang orang desa Talin kuta, disitu tanah sinar parangin-angin menggarap ( mantan Bupati Karo). Kayunya habis ditebangi, termasuk kecamatan merek itu, kalau tak salah. Datang salah satu keluarga kita dari desa talin kuta, termasuk kakek, katanya ini sudah tak bisa dipertahankan nakku katanya, tidak bisa lagi ijin untuk membawa makanan keluar desa. Oleh hansip desa, itu peraturan desa, biar memperkecil ruang kita. Mereka mungkin sudah tahu semua kita, tapi mereka juga sebenarnya sayang sama kita, karena mereka satu kampung adalah anggota kita. Mereka hanya 1 orang yang tidak terlibat. Tapi yang masuk hanya beberapa oranglah yang ditahan dan wajib lapor, tidak semua ditangkap. Sebagian disembunyikan.

Skenario Penyerahan diri kepada Aparat
Kami banyak itu diatas, rombongan suami saya, rombongan loji sembiring, rombongan.., kurasa 4 rombongan itu kami diatas. Tapi kami tidak saling tahu dimana tempat kami masing masing. Saya sama suami saya saja Cuma sekali ketemu diatas, orang itu tidak mau memberitahu dimana tempat suami saya, kecuali kalau anak saya sakit. Jadi katanya kami tidak bisa lagi dipertahankan. Kami tidak diijinkan lagi keluar bawa bekal. Sudah dipersempit ruang gerak kami. Jadi lebih baik kami pulang saja. Kemudian saya beritahukan itu sama suami saya melalui seorang kawan.

Suami saya setuju kami menyerah saja. Karena punya anak kecil. Sering sakit lagi. Kemudian kami pikirkanlah bagaimana proses penyerahan diri saya. Jadi kami setting seperti ini. Kita buatlah seorang teman pura-pura ngambil rotan. Kami menyerahkan diri itu tanggal 10 , kami di kodim tanggal 11, bulan sebelas, 65. setelah kami tidak mungkin dipertahankan lagi di hutan, kami perlu penunjuk jalan dan pengawal untuk turun. Karena situasi makin gawat. Jadi diaturlah cara pulang. Jadi katanya kami diadakan acara karo. Air sirih yang merah itu diapakan disini. Namanya putari. Artinya biar nanti tendi ula tading. Merah sirih itu ditaruh kebadan. Tiga. Jadi nanti jam lima sore, turun kalian, dari sini kesini kesini katanya. Jam 3 itu turun dulu kami separuh jalan. Kemudian jam 5 turun ke gubuk di sawah orang. Bertiga, sama kawan Kunci br Bangun. Sampai setengah 6 disitu. Jam 7 berangkat ke talin kuta.

Caranya bawa lampu teplok satu, mulai nanti separuh jalan mendekati gerbang desa, pasang lampu itu, itu tanda-tanda kalian, supaya saya atur nanti siapa hansip jaga malam, katanya. Supaya bisa dibuat sandiwaranya. Mulai jam tujuh berangkat, memang sudah ada orang yang menunggu. Pake teplok lah. Sudah diatur kian. Jadi nyongosong lah orang itu. Siapa itu? Katanya. Kami. Saya bilang. Kami siapa itu? Pura-pura tak kenallah begitu. Kami dokan. Haahh? Mari….pura-pura disongsonglah kami.

Jadi dibantulah kami bawa barang barang itu, eceknya marah marah lah dijalan, kari maka kiam? Anak pe kitik, kam kin ketuana? Katanya. Datang pula yang satu, nggoh kita dat sun sekalienda ise dokan, geluh geluh entah pe mate, bereken kodim hadiahna limapuluh ribu rupiah. Nina. Marah-marah, marah-marah, akhirnya sampailah kami di desa itu. Memang sudah disiapkan kian semua. Ibu-ibu, nenek nenek, datanglah semua, kami diarak ke jambur di desa itu. Kumpullah semua disitu. Sambil dipasang lampu petromak semua. Itu kan sudah disiapkan semua sebelumnya.

Ada yang bertanya, kam Dokan e? .Ue. Ninindu aku ya, kempuku kam. Ng kai maka kam laos? Anak ndu kitik? Uih ateh anak ndu i. karati rengitlah, katanya. Kurasa ngga ada setengah jam kami di jambur itu di balai desa itu, yang dinamakan los desa. Tidak diapa-apakan di desa, hanya tegoran tegoran itu saja.

Udah itu kami dibawa ke rumah oleh pengetua adat di desa itu. Udah-udah, nanti kedinginan anaknya. Sekitar jam 8 malam itu. Terus dibawa kerumah, masuk juga itu famili sebenarnya. Tetapi dia juga tokoh adat dan terpandang disitu. Baru sampai dirumah dikasih makan kami. Udah itu besoknya diantarlah kami ke kodim kabanjahe, jalan kaki dari kampung dari desa talin Kuta, jalan kaki menuju gunung raya, pagi sarapan berangkat, dikawal oleh hansip dari desa itu. Salah satu hansip yang mengawal saya, dan mengapakan bambu runcing kepada saya begini ( memperagakan hansip yang membuat bambu runcing ke arah Dokan) jam 12 sampai kami di Gunung Raya pasar, jalan ke Siantar, dekat titi. Dari situ baru dihubungi ke kodim kabanjahe, begitu sampai berita di kodim kabanjahe, datanglah satu mobil jeep, dibawa oleh sersan Sikepen Tarigan, menjemput kami.

Sampai disitu, kebetulan anakku buang air besar. Jadi si hansip tadi yang tetap di belakang saya, sambil saya menggantikan popok anak saya, diginikan juga bambu runcing itu ( ditodongkan). Ke saya. Jadi sampai kodim itu datang pun masih digitukan juga. Jadi apa kata kodim itu. Eh uga bah koe? Kalau kena bagaimana? Anaknya masih kecil. Marah si kodim itu. Tak mungkin dia lari. Nanti kalau kau tergelincir, kena gimana? Barulah dia pindah tempat, dan tidak menodongkan bambu runcing itu lagi.

Terus kami dibawa kodim dengan naik jeep itu. Dipikir hansip itu dia ikut naik jeep, dia mau naik. Datang si Kepen, eheh, endah, erdalan saja kerina, la siat motor enda. Orang memang mobilnya kecil. Jadi orang itu jalan terus, kami naik mobil, sampai di kodim kabanjahe, tanggal 11 bulan 11. sampai sekitar siang tahun 65 itu. Sampai disana, memang sudah kenalan sebelumnya sama apa itu, perwira itu. Di seksi satu. Sudah banyaklah kita kenal semua itu sebenarnya. Karena sebelum peristiwa itu kita selalu ada acara bersama, misalnya sama sama panitia hari ibu, panitia perayaan kemerdekaan, paitia 10 nopember, perayaan perayaan negara-lah. Jadi kita sudah saling kenal.

Jadi Tahanan Militer
Jadi sampai di kodim bukannya marah orang itu. Tapi sebelum dapat saya, dicanangkan untuk seluruh tanah karo, hidup atau mati Dokan br Ginting, dikasih hadiah 50.000. sampai saya di kodim, apa kata orang itu, lapar kau ma nusa? Makan lah. Katanya, hehee. Sampai supir bupati matang sitepu, marga karo-karo, mengambil nasi dan ikan dari rumah bupati , ayam. Makan kau ma nusa, entah kenapa kau pigi ke hutan, katanya. Bodoh kali kau, anakmu sudah habis dimakan nyamuk. Bukannya kami dibentak bentak. Tidak diapa-apai, dibaiki. Tapi lama-kelamaan setelah disana, banyak teman yang ditahan dan diperiksa. Besoknya saya diperiksa.

Mereka tanya tau tidak soal G30 S, kita kan tidak tahu, jadi tidak bilang apa-apa. Kami dikumpulkan di pesanggerahan, dimuka kodim lama di kabanjahe. Udah itu cerita ditahanan, saya diperiksa. Saya tidak mau pisah dengan anak saya. Waktu diperiksa, kalau saya dibentak-bentak, anak saya bangun dan menjerit-jerit sekuat-kuatnya. Jadi makanya kalau meja periksa itu panjang kali, sekali periksa banyak, dan yang memeriksa juga banyak. Berhadp-hadapan di meja panjang. Asal siapa yang membentak terhadap kami yang diperiksa anak itu terus menjerit, bangun. Kami diperiksa dari 5 hingga 10 orang sekaligus. Terganggu semua tim pemeriksa. Akhirnya kalau saya diperiksa, tidak mau orang itu campur dengan mereka. Kemudian saya diperiksa tersendiri.

Kemudian selain G 30 S, mereka tanya kedudukan saya sebagai anggota gerwani. Saya sebagai wakil ketua. Ketua itu pulung br sitepu, kami sama di pengurus kabupaten. Apa alasanmu masuk gerwani katanya. Saya ceritakan bahwa tuntutan gerwani , suaminya tidak boleh beristri dua, kedua emansipasi. Itu tuntutan gerwani. Itu alasan saya masuk gerwani. Terlebih suami saya anggota partai PKI. Jadi sejalan dengan istrinya. Kalaupun saya sebagai guru, suami saya juga guru, kami sejajar begitu. Itu alasanmu jadi gerwani? Ya mengikuti suami saya bilang. Perjuangan suami. Jadi banyak pertanyaan lain yang tak bisa saya jawab, saya bilang tidak tau, orang ditanya peristiwa di Jakarta, mana tau lah. Ngga ada diinstruksikan kedaerah bahwa tanggal sekian terjadi pemberontakan. Pembunuhan. Itu tidak pernah ada, sebagai saya ketua II di kabupaten. Jadi itu ditanya saya bilang tak tau. Dari situ terus ditahan, sampai 6 bulan baru bisa kami masak sendiri. Sebelumnya harus diantar dari kampung setiap hari. Ke pesanggerahan. Yang dipenjara sama sekali tidak bisa masaklah. Kami di dalam 3 orang ( keluarga), saya, suami saya dan adik suami saya.

Suami di Lau Gerbong-kan
Ibu mertua saya tiap hari mengantar nasi kami untuk 3 orang. Jadi sekarang kita sudah sampai ke kejadian suami saya dibawa malam. Kembali ke cerita saya dibawa ke kodim. Ada peristiwa di daerah batu karang. Pembunuhan terhadap seorang PNI namanya Perariken, di desa Rimokali, Batu Karang. Dia anggota PNI. Itulah yang membunuh dikambing hitamkan PKI sekitar itu. Itu peristiwa lobang buaya kayak dipusat katanya. Memang agak sadis pembunuhan itu. Badannya itu disayat-sayat. Maaf cakap kemaluannya dipotong, dimasukkan ke dalam mulutnya.

Yang membunuh dikambing hitamkan PKI, jadi pemeriksaan di intensifkan terhadap orang orang PKI. Yang dilistrik, dilibas, ditendang segala macam, padahal yang diperiksa itu orang tua. Saya tidak tahan mendengarnya, itu diseberang kamar kami di tahanan. Terus saya tendangi dinding itu, saya marah. Apa kau pikir kami? Kami bukan tukang bantai? Diam juru periksa itu. Datang komandan kodim setelah beberapa hari peristiwa itu. Belum ada seminggu lah. Tapi gambarnya sudah lengkap keluar. Fotonya yang dibunuh ini, letaknya kayak apa. Sayatan sayatan dibadannya lengkap di foto itu semua. Jadi datang Ichwanto, komandan Kodim, katanya sama saya, ku kasih surat sama kamu , surat jalan supaya kamu tidak diganggu sama hansip hansip di desa desa, kau cari suamimu. Anakmu, istriku yang memelihara dirumah. Katanya.

Mereka bersikeras ingin mendapatkan suami saya karena mereka kaitkan dengan kematian orang PNI itu, dan suami saya belum masuk tahanan. Eceknya suami saya masih mengelak-mengelak lah, masih kami tinggalkan di gunung tempo hari. Nah itu permintaan komandan kodim sama saya.

Akhir akhirnya setelah tiga tahun diketahui terbunuhnya Perariken Bangun yang membunuhnya memakai pistol Bupati Matang Sitepu. Informasi yang didapatkan pihak berwenang. Itu rupanya dendam pribadi, persoalan harta, intern keluarga. Itu informasinya. Tapi sudah lebih dulu dikambing hitamkan kita.

Selama di tim ada juga polisi dari tiga Binanga datang. Dia tiba-tiba menampari salah satu wanita yang ada di periksa itu, kawan Kunci br bangun, saya tidak tau pasalny apa. Ditampari di dapur tim itu. Kami pun geger semua. Tidak ada tanya langsung main pukul. Setelah beberapa bulan, sampai pada orang orang yang diangkat malam itu. Itu bulan februari 1966, sebelum diangkat malam, pada hari rabu, hari bertamu biasanya. Kami bertamu biasanya satu jam, setelah itu pulang ke penjara, atau ke sekolah Cina. Tapi pada hari rabu itu, jam bertamunya sampai jam 3 sore. Jadi kami pikir situasi makin longgar, udah makan siang sama-sama disitu, dah beberapa jam.

Kebetulan yang datang bapak dan ibu mertua saya bertamu. Ngumpullah sama keluarga disitu, suami saya, adik suami saya, dan saya. Kalaupun ada 2 adek saya yang masih kecil di kampung. Rame-rame, situasi berarti makin longgar. Tak taunya malam diangkat orang itu dari penjara.

Sebelumnya Suami saya udah ditangkap di dekat desa kandibata, di alur sungai kecil, ada irigasi kecil, krengen kitik. Mereka tertangkap disitu sekitar bulan 12 tahun 65. jadi sudah masuklah dia ketahanan. Di hari rabu ini yang mendapat waktu lama bertamu dan ngobrol. Kami pikir itu sudah longgarlah. Rupanya malam kamis tanggal 2 atau 3 bulan dua itu, tapi hari rabu itu. Mereka hilang malam itu.

Malam itu anak saya panas. Menangis terus menerus tak mau tidur. Jadi datanglah anggota tim yang terdiri dari polisi, kodim, jaksa, hakim, batalyon, dan PM. Mereka sudah pakaian lengkap dengan senjata. Ada pistol, ada bren, ada piso panjang. Dari PM Pak berani Bangun, Rasta Ginting(pembantu letnan), dan Jusuf Juda(komandan PM), komandan Tim dari PM itu. Dari polisi , Sihotang, namanya lupa, Ramlan Jamil dan pak Tukul. Dari kejaksaan, Mulak Girsang, dari kehakiman saya lupa, dari batalyon, lupa, dari kodim juga lupa. Dan orang itu ngobrol sama kami tahanan wanita. Saya berdiri sambil menggendong, jadi datang si Jaksa koyok( ngomong), oi bebre. Kai ma. Lit kalak keling dua rondong na, sada kalak keling, sada kalak cina, katanya. Oh, nggak, ada satu orang perempuan, dua rondongnya katanya, satu China, satu Keling. Jadi datang wanita ini katanya badannya di cat, satu putih dan satu hitam, jadi datang laki-laki itu, yang mana mau kubunuh, yang keeling apa yang cina. Rupanya dibunuhnya yang hitam. Suami saya memang hitam.

Kami tidak mengerti sama sekali apa artinya mereka ngobrol2 sama kami dengan persenjataan yang begitu lengkap, kayak mau perang. Jadi kami tanya, ku ja kinti kene. Er buru, lit enda PKI lang e tangkap ija, er buru kami, katanya. Jadi ise? Laboh kataken gelarna. Ngga mau menceritakan namanya. Rupanya buklan berburu rupanya. Membawa orang itu ( tahanan) mereka malam, mau dibunuh. Sudah jam 10 lewat, nanya salah satu anggota itu. Nggoh jam 11? Nggo jam sebelas berangkat kita, katanya. Datang kawannya jawab belum. Kami terus koyok2. saya berdiri menggendong karena anak saya nangis terus. Sebelumnya rupanya beberapa hari yang lewat sudah disidangkan siapa yang mau dibawa untuk dibunuh. Siapa yang tidak.

Rupanya untuk saya sendiri setengah hari baru ada kesimpulan. Mereka sulit memutuskan apakah akan membunuh saya atau tidak. Seperti cerita kejaksaan itu ke saya melalui perumpamaan itu . yang hitam dibunuh atau yang putih. Menurut dia malam itu yang hitam lah yang dibunuh, sementara yang putih, saya tidak dibumuh. Rupanya waktu sidang setengah hari, sampai beberapa kali pemungutan suara selalu lebih banyak mengatakan saya dibunuh, sebagian kecil tidak setuju. Jangan, soalnya suaminya sudah dibunuh, dia punya anak kecil. Yang sidang ada 30 orang. Perbedaan suara antara 16 dan 14 seperti itu silih berganti. Dibunuh atau tidak, pemungutan suara berulang2, dan terakhirnya saya tidak dibunuh.

Cerita ini saya dapatkan setelah tiga tahun. Akhirnya anggota tim itu mengatakan itu kepada saya maka saya mengerti. Malam itu sudah jam 11, datang perintah dari kondo tim pak Juda, ini udah jam 11. saya tanya, kemana kalian berangkat ma? Sama jaksanya kan saya panggil mama, oh erburu, lit jah tangkapen, katanya. Tutup pintu, nande nusa, ula kam nen darat, katanya. Ya saya bilang.

Tapi saya tidak bisa duduk karena anak saya terus menangis, sambil menggendong anak ini. Hingga datang tim yang berburu itu jam 3 pagi, mereka mengetok2 pintu. Buka, katanya. Saya tinggal yang bangun dan saya buka. Saya lihat muka mereka seperti mabuk semua, kayak minum minuman keras, kayak habis main judi. Terus masuk dan tidur di meja periksa, ada yang tidur di korsi. Sayapun heran, kenapa mereka seperti orang mabuk semua. Karena takut, saya melihat muka muka orang itu seram. Rupanya orang2 dikamar udah pada bangun, karena dengar suara suara orang datang itu. Tutup pintu kak, katanya. Terus ada juga orang itu yang nanya, mak nusa, masih ada teh di termos? Karena biasa saya buat teh di termos untuk si kecil.

Jangan kasih kak, kata orang itu. Nggo keri the, ku bilang karena takut nengok orang itu. Terus pagi saya bobokan si Nusa sekitar jam 6 pagi, dan saya nyucikan popoknya. Pagi itu datang seorang PM, Rasta Ginting, dia bilang, me, jendah pindah ke berastagi, karena anakmu itu perlu kau rawat baik, katanya. Teman saya ketua 1 juga punya anak seperti saya. Dia selama ini tidak ditahan. Karena rumah orang tuanya diberastagi. Dia jadi tahanan kota saja. Terakhir ini kami dikumpulkan semua, menjelang dibawanya orang ini malam. Pindah kalian berdua yang beranak kecil katanya.

Dipindahkan ke Berastagi jadi PRT
Jadi pindahlah kami ke Berastagi. Rupanya biar saya tidak tahu bahwa suami saya dibawa malam itu. Karena kalau saya tahu bisa menjerit jerit. Karena kalau seperti biasa kalau diperiksa teman teman, kalau dipukul saya ikut latah marah2, emangnya apa kami ini? Salah apa kami? Saya bilang begitu. Makanya mereka mungkin sebel sama saya. Makanya kalau ada pemeriksaan aku diungsikan kebelakang supaya tidak tahu. Makanya kami disuruh ke berastagi, katanya disini terlalu sempit satu kamar, dan anak sakit sakitan. Popok yang saya jemur tidak sempat saya bawa, katanya nanti diantar.

Berangkatlah kami, dikawal, jadi berenam, sama sopir, pake mobil pak Juda,komandan Tim. Sampai di berastagi saya dititipkan dirumah PM, tidak bisa bertamu. Di perumahan PM. Datanglah pengantar nasi dari desa ke tahanan. Dikasih makanan itu ke tahanan, tapi tidak diterima lagi, katanya sudah pindah. Jadi pada sibuklah semua. Sekali pindah mereka malam itu, sekitar 7- 8 orang, termasuk suami saya. Artinya suami saya juga sudah diambil /dibunuh malam itu. Sibuklah semua keluarga kemana pindahnya katanya. Apa kata PM sama mertua saya. Kempu ndu dai udah pindah ke berastagi. Mertua saya menanyakan suami saya kemana? Orang makanannya tidak diterima lagi. Ributlah disitu, pengantar nasi itu menangis2 semua.

Udah pada berunding kemana mau di cari. Ada yang bilang dibawa ke penjara Binjai, ada yang bilang kemedan, siantar, dan ke tebing. Dibagilah siapa yang kemana. Jadi mertua saya datang ke berastagi mengantar makan saya, udah tak tertahankannya air matanya.udah nangis. Jadi sampai diberastagi. Dia keluarkan makanan dari keranjang untuk saya. Kebetulan nasi yang biasanya ke suami saya itu dibawa ke saya.

Jadi sekali ini saya bertanya apa anak ndu udah dikasih makan ke penjara? Nggoh katanya. Ngguh ku bereken. Tapi biasanya yang ini untuk dia?. Ngkai maka silap? Dia bohong, dibilangnya dia pilek. Saya heran dia tidak makan, dan dia tidak memegang cucunya, biasanya terus itu dilakukan. Kutanya, uga kine? Kalau sakit, tambari ke rumah sakit. Ueh ertambar kari aku, katanya. Besok ngga kuantar lagi makanan kalian. Karena memang sangat jauh ke berastagi. Jadi kubikinlah disini yang masakkan nasi kalian. Iyalah.

Tapi rupanya dia udah berpesan sama tukang masak itu jangan ngasih tau apapun dipenjara, karena nanti saya tambah sakit karena beranak kecil. Jadi sulit info dari luar. Dia nitipkan beras. Datang teman saya pulung br sitepu ini suaminya juga dipenjara Kabanjahe. Ada datang adik perempuannya yang selalu datang, ngantar makanan ke penjara kabanjahe. Diantarnya nasi kami pagi2, dan kemudian diantar nasi abangnya ke kabanjahe setelah itu. Jadi sudah lama mertua saya tidak datang, sayapun mesan sama adik teman saya ini namanya Rakut . Kukasih dia uang 5000, saya bilang kasih ini sama suami saya di Kabanjahe. Dia terima, tapi sorenya dibalikkan, katanya mertua saya udah ngasih duit sama dia. Rupanya suami saya tidak ada di tahanan kabanjahe. Dia sekongkol semua bohong sama saya. Udah 6 hari saya kasih lagi uang itu, tukur kari isapna ras mi rebus ya. Diterima juga uangnya.

Sorenya dia kembali, uangnya dibalikkan lagi, dibilangnya udah bertamu mertua saya kesana. Jawabnya sama saja sampai 6 bulan. Aku makin lama curiga juga. Suatu saat saya mendengar orang istri PM itu ngomong-ngomong sama temannya di dapur, dia tidak tahu nama saya Dokan,yang tau saya ibu nusa saja. Cerita dia, em, suami dokan itu ikut ke lau gerbong itu, katanya, saya dengar begitu. Besoknya lagi cerita lagi mereka, tapi kayaknya cerita mereka keliru. Dokan dan anaknya yang masih kecil itu ngayap-ayap disungai ( terapung-apung), katanya. Diam juga saya sambil masak nasi .

Em, turangku pe ikut. Ada saudara bapaknya yang juga kena. Saya simak. Jadi setelah siap ngomong, aku tanya. Ise gelar turang ndu dai?. Kubilang. Payo Tarigan, katanya. Sama kami ngajar di kabanjahe. Turangku ikut. Bapa anakku pe ikut?, ninku, sebab bapa anakku ketuanya, ninku. Eh, lang nak, lang, bapa nak ndu ngga ikut, katanya. Taupun dia siapa nama suamiku tidak. Tapi terus dibantah. Kubilang, tanda ndu kin? Gugup lah dia, orang ngga kenal. Karena kalau ku desak terlalu pertanyaanpun dia tidak mau jawab. Rupanya mereka sudah sekongkol semua tidak boleh diberitakan apapun sama saya. Aku masak nasi lagi. Dia cerita lagi sama temannya.

Aku makin penasaran, keluar aku tak bisa, berobat juga tidak bisa, tamu pun tidak bisa datang. Tapi satu saat aku sakit, dikasih pergi tapi dikawal. Datang yang punya obat ini, menurut pemeriksaan aku sakit karena tekanan perasaan( mental). Saya mencret. Datang dia katanya, kita berencana, tapi Tuhan lah yang berkehandak, sabar ya, katanya. Saya tidak tau apa maksudnya. Rupanya semua yang diluar sudah pada tahu. Jadi, iyalah, saya bilang. Saya tidak mau tanya lebih jauh. Terus siap dikasih obat, dia tidak mau dibayar. Dia bilang udah, ngga apa-apa. Padahal tidak kenal sama dia. Anak saya juga sakit, tapi waktu berobat dia tidak mau dibayar, saya heran.

Lama-lama semakin jelas dari istri si kodim tadi. Setelah enam bulan saya tidak mendapat informasi tentang suami saya, juga karena bulang anakku sudah tidak mau cerita, malah agak menjauh. Aku mau akali mereka. Aku harus ke penjara kabanjahe cari tahu. Saya kasih alasan si Nusa punya dokter hanya di Kabanjahe, jadi dia harus dibawa. Si Kodim itu tidak kasih, namun terpaksa dikasih juga karena kubilang terus, tapi dikawal dengan supir pribadinya. Di kabanjahe, Nusa saya bawa ke RSU Kabanjahe. Disana saya berjumpa sama teman lama yang jadi perawat.

Dari dialah informasi tentang suami saya juga tidak saya dapatkan, tapi saya curiga juga waktu dia tidak mau menerima uang perobatan. Habis berobat, saya bilang sama sopir si Poniman itu, aku musti singgah ke Tim Poniman. Ngga boleh kak, nanti saya dimarahi. Popok Nusa kemarin tinggal disitu. Nanti saja kak, saya aja yang ngambil, nanti pak Rasta Ginting ( PM), marah sama saya. Mau kau tembak, mau kau seret, terserah, pokoknya aku mau kesana. Kalau dia marah sama kau, bilang kalau aku yang keras kepala. Dia nyembah-nyembah bilang jangan kak. Kubilang tidak.

Pigi aku ke tim. Sampai di tim. Berdiri komandannya di pintu, seperti tidak ngasih jalan, tapi aku terobos saja. Masih jauh-jauh di halaman sana, dia bilang, Ngapain kau kemari ma Nusa?. Ngga apa-apa pak, ngambil pakaian Nusa, kemarin tinggal. Dimana tinggalnya? Kucari nanti dikamar. Dia tetap menghalangi dipintu. Ku langgar dia kontan. Kau ini? Katanya. Terus aku masuk ke dalam. Sampai aku di dalam, menjerit-jerit saya, rupanya penipu kalian semua ya? Mengungsikan saya ke berastagi biar saya tidak tau suami saya dibawa malam, bapak penipu rupanya iya? bapak penipu rupanya iya? Lari dia entah kemana. Sampai puas aku marah dan nangis, baliklah ke berastagi lagi.

Ditahan bersama bayi
Saya jadi tahanan rumah selama tiga tahun. Kemudian masuklah saya ketahanan raya dekat kodim kabanjahe itu, 6 bulan, pindah lagi ke jalan Binjai, kodam, saya bawa Nusa juga. Sampai di Jl binjai itu, ada pula komandan itu, melarang anak-anak di dalam. Katanya suruh semua keluar. Kasihkan sama famili. Sama siapa mau dikasih anak? Tidak ada famili di luar?.

Itu diusir semua. Anak-anak bukan tahanan, kamu orang tua yang ditahan, katanya. Kami sudah pada nangis mama-mamak. Kami golongan berat pula, tidak bisa keluar. Dibarak 10, saya golongan B. ada yang bisa keluar masuk. Kalau kami tidak bisa. Jadi kawan –kawan itu lah yang bawa entah dimana dititipkan. Tahun 71 kami pindah ke tanjung kasau. Nusa mulai SD di tanjung Kasau. Dia langsung kelas 2, karena dia langsung bisa membaca, sering saya ajari. Tahun 78 baru saya bebas, setelah Sudomo masuk ke sana. Langsung pulang saya ke Kandibata. Sebelumnya diisukan kami mau dibawa ke pulau buru, golongan B semua. Kami sudah pada ketakutan semua. Kami mulai di Jalan Binjei sudah mulai buat kerja tangan ditahanan, bisa bikin kesek kaki, ayaman, ukiran. Itu kami lanjutkan di t kasau. Jadi sudah bisa tanpa kiriman dari luar.

Riwayat organisasi
Agak ke belakang, suami saya anggota Front Nasional, bukan anggota DPRD. Ndelasi Sinuraya. Dipartai dia sebagai di partai, tapi full di front nasional tk. Kabupaten. Kalau Gerwani sebelum tahun 65. sebenarnya saya diangkat bukan karena pendidikan organisasi yang sudah tinggi, tapi karena suami saya sudah duluan menjadi anggota partai, dan saya sebagai istri diangkat menjadi wakil ketua di tanah karo. Setelah jadi wakil ketua, baru saya mengikuti pendidikan kursus, juga menghadiri pertemuan propinsi. Di kepanitiaan dengan lembaga lain dan pemerintah saya sering juga menjadi pimpinan, makanya kenal sama orang orang yang menangkap saya. Gerwani sudah terbentuk di setiap desa dan Kecamatan di Karo.

Di desa minimal 10 orang baru berdiri organisasinya. Di gerwani biasanya yang sudah bersuami. Program kami memperjuangkan emansipasi dan suami hanya beristri satu. Kalau perempuan yang belum berkeluarga, mereka ikut di Pemuda Rakyat dan Lekra. Sebelum peristiwa, sewaktu datang dokter Tanti Aidit, kami semua disini. Dari semua desa datang. Kami bertemu di gedung nasional. Saya pernah minta ke dr Tanti supaya saya diperiksa, karena kemarin saya susah punya anak. Kami juga pernah seminar gerwani di Gedung Olah raga kabanjahe. Pertemuan di kantor Sobsi di Jalan Binjai. Itu sebelum peristiwa. Setelah peristiwa komunikasi terputus sama sekali. Tidak ada surat-menyurat yang saya ketahui.

Tapi hari itu, Pulung br Sitepu, ketua Gerwani Tanah Karo, tapi mungkin menurut tim itu saya yang menguasai politik, karena selain guru, saya wakil ketua. Urusan wakil ketua pengkaderan, sementara ketua urusan keluar, begitu. Pengurus di tanah karo itu; ketua Pulung br sitepu, wakil ketua, saya, sekretaris..lupa saya, bendahara, nyonya P Sitepu, beru Ginting. Ibu pulung sekarang masih hidup, dia di Jakarta, tetapi siap dari jalan Gandhi dan Tj. Kasau, dia sudah ada stress jadi sulit diajak bicara. Dia juga melahirkan 4 orang anak di tj kasau, karena dia satu rumah dengan suaminya di tahanan tj Kasau.

Anak saya Nusantara sudah berkeluarga tinggal di Bandung, tapi saya belum pernah kesana sama sekali. Dia udah menikah sama br sebayang, punya 3 anak. Saya guru SD Negeri 1 Kabanjahe dulu. Tapi tidak menerima pensiun, dipecat begitu saja. Saya udah PNS 7 tahun, tahun 58 sampai dengan 65.

saurlin,05