Friday, June 13, 2014

Anak durhaka itu belum bertobat

Nak, Keyakinan ini bisalah kamu sebut tahyul, tetapi keyakinan ini berbeda, sebab aku menyaksikannya dengan mata hatiku . Sebuah generasi durhaka telah membunuh salah satu “ibu” yang melahirkan bangsamu ini. Kamu anak durhaka, anak yang tidak tahu berterimakasih, lupa kacang pada kulit, bahkan membunuh ibumu.

Ini ceritanya nak. Sejak awal abad 19, ada tiga serangkai –tiga ibu-yang meski sering berselisih, tetapi sama sama bahu membahu mewujudkan cita-cita pembebasan bangsamu. Dengan susah payah dan banjir darah, akhirnya pintu rahim pembebasan itu melahirkan dengan sedikit‘dipaksa’ tahun 45. Tiga ibu inipun mengasuh anak-anak laki-laki yang lahir mungil telanjang. Tidak disangka, anak anak yang dua dekade kemudian tumbuh besar ini, entah mengapa, membunuh salah seorang ibu yang melahirkannya.  
Anak anak laki laki itu tidak mau mengakui salah satu dari ibunya, mungkin karena pemahaman yang salah, atau anak remaja itu kena omongan orang-orang lain, yang dengan lugunya -tanpa sepengetahuannya- berkepentingan terhadap kehancurannya. Orang orang lain – negeri negeri lain- tidak ingin melihat mereka menjadi raksasa yang menakutkan banyak tetangganya.  Terjadilah pembunuhan terhadap seorang ibu, seorang yang melahirkan anak durhaka itu. Tiga juta dikubur tanpa bisa bicara apa apa. Seorang ibu yg berjuang hidup mati dengan darah melahirkannya, ternyata harus mati dipedang anak laki laki itu sendiri. Bumi pun tertunduk dan menjanjikan pembalasan.

Inilah kutuk itu: lelah dan jerih payahmu akan sia sia, bahkan darah akan selalu mengalir kembali, kalau kamu tidak mengakui perbuatanmu, dan minta maaf, untuk memulihkan sakit hati ibu yang tidak tenang di alam sana, ibumu gentayangan. Ibu tidak minta dihidupkan kembali, hanya sekedar mengakui perbuatanmu, tunjukkan pedangmu yang berlumuran darah itu, dan minta maaflah, terimalah kenyataan sejarah bahwa dia juga adalah ibumu, ibu yang melahirkanmu!!itu saja.

Sampai kapanpun, generasi apapun, tidak akan membawa perubahan apapun, tanpa pengakuan pembunuhan ibumu itu. Rintihan kesedihan dan Airmata ibumu akan selalu mengalir disebuah dunia yang belum jelas alamnya, dia berada di ruang “antara”. Ruang itulah yang membuatnya selalu bisa terhubung denganmu, yang akan selalu menghantui perjalananmu, sejauh apapun kamu pergi.

Hei kamu pemimpin yang akan segera lahir, sebelum memulai perjalanan, tengoklah kebelakang, salamlah ibu yang menunggu uluran tanganmu, ciumlah tangannya. Minta maaflah. Mengakui kesalahan adalah sebuah revolusi batin yang mungkin tidak gampang, tetapi bisa dilakukan. Hanya itu yang membebaskanmu dari kedurhakaan. Ibu berhati baik, tidak pernah tidak memaafkan anaknya yang bahkan sejahat-membunuhnya. Niscaya ibu akan mencabut kutukan itu. Ibu akan melepaskan jeratmu, dan memerdekakanmu.


Menyambut pilpres 9 juli 2014. Saurlin. 
Free Hit Counters
Free Counter Locations of visitors to this page